Saya mendapat telepon dari seorang yang mengaku bernama Farid menanyakan apakah boleh mengklon manusia dilihat dari segi moral dan apakah itu termasuk sunnatuLlah atau taqdiruLlah. Suatu pertanyaan yang tidak dipaksa-paksakan, berhubung Seri 488 berjudul amruLlah, sunnatuLlah dan taqdiruLlah. Sedangkan berdampingan dengan kolom ini disajikan tentang kloning. Untuk dapat menjawab pertanyaan itu, elok kiranya diikuti ulasan yang berikut ini.
DNA adalah singkatan dari (d)esoxyribo(n)ucleic(a(cid, yaitu inti asam yang mengandung zat desoxyribose, terdapat utamanya dalam inti sel. DNA merupakan "disain dasar" (blue-print) dari Maha Pencipta, yaitu kode genetik bagaimana wujud suatu makhluk yang diturunkannya, apa mau jadi buaya, apa mau jadi manusia (jadi tidak mungkin manusia beranak buaya), dan kalau itu manusia, bagaimana jenisnya apa termasuk Mongoloid, Kaukasus, Semit ataupun Negroid. Setiap batang tumbuhan, setiap ekor binatang, setiap individu manusia mempunyai susunan rantai molekul DNA yang spesifik, sehingga tidak ada pohon kelapa yang sama betul dengan pohon kelapa lainnya, tidak ada domba yang sama betul dengan domba lainnya, tidak ada manusia yang sama betul dengan manusia lainnya.
Dalam sebutir sel manusia terdapat sekitar 1000-juta zarrah DNA yang terbagi rata dalam 23 pasang (46) khromosom. Sehingga merupakan kemustahilan teknologis untuk merekayasa manusia yang kumisnya seperti Saddam Husain, matanya seperti Chiang Kai Shek, postur tubuhnya seperti John Weis Muller, suaranya seperti Caruso, kepintarannya bermain biola seperti Yehudi Menuhin. Paling-paling yang dapat dilakukan yaitu mengambil DNA seutuhnya dari inti sel "tuan rumah" (hostcell) diklonkan ke dalam sel telur yang sudah dikeluarkan pula seluruh DNA-nya, seperti pada duplikat domba Dolly di Skotlandia itu (apabila berita itu memang benar). Konon baru berhasil setelah percobaan sebelumnya yang gagal sebanyak 277 kali. Maka pertanyaan yang menghebohkan timbul! Dapatkah pada manusia diperlakukan kloning, baik dari segi proses, maupun dari segi moral?
***
Untuk dapat menjawab pertanyaan di atas itu kita wajib membaca ayat Qawliyah. Firman Allah SWT:
-- FLYNZHR ALANSN MM KHLQ. KHLQ MN MAa DAFQ. YKHRJ MN BYN ALSHLB WALTRAaB (S. ALTHARQ, 1-5). FADZA SWYTH WNFKHT FYH MN RWHY (S. ALHJR, 29). Dibaca: falyanzhuril insa-nu mimma khuliqa. Khuliqa mim ma-in da-fiqin. Yakhruju mim baynish shulbi wattara-ib (s. aththa-riq). Faidza- sawwaytuhu wa nafakhtu fi-hi mir ru-hi- (s. alhijr). Artinya: Maka mestilah manusia itu memperhatikan dari apakah ia diciptakan. Ia diciptakan dari air yang memancar. Yang keluar dari antara tulang punggung dengan tulang rusuk (86:5-7). Maka tatkala Kusempurnakan dia Kutiupkan ruh (ciptaanKu) ke dalamnya (15:29).
Dari ayat-ayat itu dapat kita simak, yaitu yang dimaksud dengan Allah menyempurnakan adalah mulai dari pembuahan sperma pada sel telur sampai terbentuk bayi dengan organ yang lengkap, setelah itu barulah Allah meniupkan ruh ke dalamnya. Pertumbuhan kecambah hasil kloning, tidak melalui pancaran air mani, yaitu tanpa hubungan sex. Berarti walaupun kecambah itu telah terbentuk lengkap organ-organnya, tidaklah ia sempurna, sehingga Allah tidak meniupkan ruh ke dalamnya, maka hasilnya merupakan duplikat dari tubuh manusia yang DNA-nya diklonkan ke dalam sel telur, namun ia tidak mempunyai ruh.
Alhasil secara moral tidak ada masalah melakukan kloning pada tumbuh-tumbuhan dan binatang. Akan tetapi pada manusia sangatlah terlarang oleh karena hasilnya (apabila dapat tumbuh terus dalam rahim, kemudian berhasil dilahirkan?) adalah makhluq yang hanya postur tubuhnya seperti manusia, akan tetapi ia adalah binatang karena tidak mempunyai ruh, hanya mempunyai iradah untuk hidup layaknya binatang. Seperti makhluq "banu-jan" (manusia pra-Adam), yang menurut persepsi malaikat sifatnya seperti dinyatakan dalam ayat: ATJ'AL FYHA MN YFSD FYHA WYSFIK ALDMAa (S ALBQRT, 30), dibaca: ataj'alu fi-ha- may yufsidu fi-ha- wayasfikud dima-a (s. albaqarah), artinya: apakah Engkau akan menjadikan (khalifah dari jenis makhluq) di atasnya (bumi) yang merusak di atasnya dan menumpahkan darah? (2:30). Sekian kutipan yang diperas dari Seri 267, yang berjudul Kloning, edisi 6 April 1997.
Pertanyaan dalam kurung "apabila dapat tumbuh terus dalam rahim, kemudian berhasil dilahirkan?", ada dua kemungkinan, tidak atau ya. Kedua kemungkinan itu termasuk taqdiruLlah. Kalau taqdiruLlah menentukan "tidak", maka kecambah itu akan mati dalam rahim. Maka kloning itu perbuatan yang sia-sia. Kalau taqdiruLlah menentukan "ya", akan lahirlah nantinya binatang-binatang seperti "banu-jan", yang berperangai buas, yang telah disaksikan oleh malaikat, yang menyebabkan para malaikat itu khawatir Adam akan demikian pula buasnya, sehingga malaikat itu berkata kepada Allah seperti dalam ayat (2:30).
Proses sperma menembus sel telur, dengan energi yang dikandung sperma menyebabkan sel telur membagi diri (bukan dengan energi getaran listrik sebagaimana dalam proses kloning), kemudian ke dalam nafs jabang bayi Allah meniupkan ruh, sehingga lahirlah ke alam syahadah makhluq manusia, maka proses tersebut termasuk sunnatuLlah, karena itu menyangkut manusia dan kemanusiaan. WaLla-hu a'lamu bishshawa-b.
*** Makassar, 26 Agustus 2001
26 Agustus 2001
[+/-] |
489. Kloning Manusia Termasuk SunnatuLlah atau TaqdiruLlah? |
19 Agustus 2001
[+/-] |
488. AmruLlah, SunnatuLlah dan TaqdiruLlah |
Demi keotentikan, sebagai pertanggung-jawaban kepada Allah SWT, dalam kolom ini setiap ayat Al Quran ditransliterasikan huruf demi huruf. Bila pembaca merasa "terusik" dengan transliterasi ini, tolong dilampaui, langsung ke cara membacanya saja.
Judul di atas memenuhi apa yang telah saya janjikan dalam Seri 487 ybl. Beberapa bulan lalu sehabis rapat KPPSI saya terlibat diskusi kecil-kecilan dengan Fuad Rumi. Yang memulai adalah Fuad Rumi yang menyanggah pendapat yang lazim (jumhur, main stream) mengenai pemahaman sunnatuLlah. Seperti diketahui pendapat main stream (yang juga selama ini saya anut) tentang sunnatuLlah adalah aturan-aturan Allah baik yang berlaku dalam physical worlds maupun sebagai aturan-aturan atau hukum-hukum Syari'ah yang harus ditaati oleh manusia apabila ia menghendaki kehidupan bahagia dunia akhirat. Fuad Rumi berpendapat lain. Menurut Fuad sunnatuLlah hanya menyangkut hukum-hukum tentang kemanusiaan, sedangkan bagi physical worlds berlaku taqdiruLlah. Tidak ada kesimpulan dari diskusi itu, namun saya berjanji dalam hati akan mengkaji hal itu.
Setelah selama kurang lebih tiga pekan saya menekuni substansi yang diperdebatkan itu, maka yang berikut inilah hasil kajian saya:
"AmruLlah berarti perintah Allah, urusan Allah berupa aturan-aturan atau hukum-hukum Allah yang terdiri atas sunnatuLlah dan taqdiruLlah. SunnatuLlah terdiri pula atas dua jenis, pertama hukum-hukum Allah yang mengendalikan irama atau dinamika perubahan masyarakat, dan kedua berupa hukum-hukum Syari'ah. Sedangkan taqdiruLlah khusus berupa hukum-hukum Allah yang berlaku dalam alam syahadah (physical worlds) yang dalam ungkapan sekulernya dikenal dengan hukum-hukum alam."
Sebagai pertanggung-jawaban hasil kajian yang telah saya lakukan, maka berikut ini dalil-dalil naqliyah saya ikut sertakan disajikan kepada para pembaca yang berminat mengkaji ulang.
-- DZLK AMR ALLH ANZLH ALYKM WMN YTQ ALLH YKFR 'ANH SYATH WY'AZHM LH AJRA (S. ALTHLAQ, 5), dibaca: dza-lika amrulla-hi anzalahu- ilaykum wamay yattaqilla-ha yukaffir 'anhu sayyia-tihi- wayu'zhim lahu- ajra- (s. aththala-q), artinya: Itulah amruLla-h yang diturunkannya kepadamu. Barang siapa yang taqwa kepada Allah diampuni Allah kesalahannya dan dibesarkan pahalanya (65:5). AmruLlah di sini berarti aturan-aturan Allah yang berupa hukum-hukum Allah yang diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia.
-- LH M'AQBT MN BYN YDYH WMN KHLFH YHFZHWNH MN AMR ALLH AN ALLH LA YGHYR MA BQWM HTY YGHYRWA MA BANFSHM (S. ALR'AD, 11), dibaca: lahu- mu'aqqiba-tun mim bayni yadayhi wa min khalfihi- yahfazhu-nahu- min amrilla-hi innaLla-ha la- yughayiru ma- biqawmin hatta- yughayyiru- ma- bianfusihim (s. arra'd), artinya: bagi manusia ada (Malaikat) yang berganti-ganti memonitornya, di depannya dan di belakangnya, mereka itu menjaganya dari (melaksanakan) amruLlah, sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, hingga mereka mengubah keadaan diri mereka (13:11). AmruLlah di sini berarti aturan Allah yang berlaku dalam dinamika sejarah perubahan masyarakat.
YDBR ALAMR MN ALSMA@ ALY ALARDH (S. ALSJDT, 6), dibaca: yudabbirul amra minas sama-i ilal ardh (s. assajadah), artinya (Allah) mengatur amar dari langit sampai ke bumi (32:6). Allah mengatur amar (amruLlah) berarti aturan-aturan Allah atas benda-benda langit dan bumi, artinya aturan-aturan Allah di luar manusia dan kemanusiaan.
-- MA KAN 'ALY ALNBY MN KHRJ FYMA FRDH ALLH LAH SNT ALLH (S. ALAHZAB, 38), dibaca: ma- ka-na 'alan nabiyyi min kharajin fi-ma- faradhalla-hu lahu- sunnatulla-h (s. al.ahza-b), artinya: Tidak ada kesempitan bagi Nabi tentang sesuatu yang telah difardhukan Allah baginya, itulah sunnatuLlah (33:38). SunnatuLlah di sini berarti hukum-hukum Allah yang harus dipatuhi oleh manusia.
-- FLMYK YNF'AHM AYMANHM LMA RAWA BA@SNA SNT ALLH ALTY QD KHLT FY 'ABADH WKHSR HNALK ALKAFRWN (S. ALMW@MN, 85), dibaca: falamyaku yanfa'ahum i-ma-nuhum lamma- raaw ba'sana- sunntalla-hi allati- qad khalat fi- 'iba-dihi- wakhasira huna-likal ka-firu-n (s. almu'minu-n), artinya: Maka tiadalah bermanfaat bagi mereka tentang keimanan mereka, tatkala mereka melihat siksa Kami. Demikianlah sunnatuLlah yang telah lalu pada hamba-hambaNya, dan merugilah orang-orang kafir (41:85). SunnatuLlah di sini berarti hukum-hukum Allah menyangkut kemanusiaan.
-- FALQ ALASHBAH WJ'AL ALYL SKNA WALSYMS WLQMR HSBANA DZLK TQDYR AL'AZYZ AL'ALYM (S. ALAN'AAM, 96), dibaca: fa-liqul ashba-hi waja'alal layla sakanan wasy syamsa wal qamara husba-nan dza-lika taqdi-rul 'aziyzil 'ali-m (s. al.an'a-m), artinya: Dia membuka subuh dan menjadikan malam untuk berisitirahat dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan (waktu). Demikian itulah taqdir (Allah) Yang Maha Perkasa dan Maha Mengetahui (6:96). TaqdiruLlah di sini menyangkut aturan-aturan Allah atas benda-benda langit dan bumi.
Catatan: SunnatuLlah dalam semua ayat menyangkut hukum-hukum Allah tentang kemanusiaan (hukum sejarah dan hukum Syari'ah). TaqdiruLlah dalam semua ayat menyangkut hukum-hukum Allah yang berlaku di physical worlds. Fuad Rumi yang benar, saya yang salah(*). WaLla-hu a'lamu bishshawa-b.
*** Makassar, 19 Agustus 2001
(*) Semua Serial di bawah no.488, kalau saya publikasikan kembali sebagai file-lama, saya koreksi yang perlu diganti SunnatuLlah dengan TaqdiruLlah, dan untuk Seri selanjutnya, insya-Allah, saya mempergunakan istilah SunnatuLlah jika menyangkut hukum-hukum Allah tentang kemanusiaan (hukum sejarah dan hukum Syari'ah) dan TaqdiruLlah jika menyangkut hukum-hukum Allah yang berlaku di physical worlds.
12 Agustus 2001
[+/-] |
487. SunnatuLlah dan Kun fa Yakuwn |
Demi keotentikan, sebagai pertanggung-jawaban kepada Allah SWT, dalam kolom ini setiap ayat Al Quran ditransliterasikan huruf demi huruf. Bila pembaca merasa "terusik" dengan transliterasi ini, tolong dilampaui, langsung ke cara membacanya saja.
Upaya melengserkan Gus Dur dari kursi kepresidenan dengan mempergunakan "batu pelempar" Bulog-Brunei Gate dibayar dengan harga mahal (baca: social cost). Sesungguhnya DPR = MPR terlambat satu tahun dalam bertindak, dan itulah yang menyebabkan social cost pelengseran itu menjadi tinggi. Mengapa setahun terlambat? Dalam Seri 417 termaktub: "Tatkala memberikan sambutan pada pembukaan Kongres PDIP di Semarang Gus Dur mengatakan antara lain bahwa Pemerintah jangan diperalat untuk melarang komunisme. Sesungguhnya Gus Dur tidak boleh berkata demikian, karena Tap MPRS No.XXV/MPRS/1966 serta UU No.27 thn 1999 menegaskan PKI sebagai partai terlarang, melarang penyebaran ajaran komunisme, leninisme dan marxisme, serta pelanggaran terhadap larangan itu adalah tindak pidana. Maka Pemerintah berkewajiban melarang penyebaran komunisme, leninisme dan marxisme."
Tidak mau melaksanakan Tap MPR serta tidak mau menjalankan UU, itu berarti melanggar sumpah jabatan. "Batu pelempar" yang bersifat ideologis tersebut sangat jelas lebih berat ketimbang "batu pelempar" yang hanya sekadar bersifat patut diduga secara politis. Keterlambatan Presiden Megawati menyusun kabinet termasuk dalam antara lain social cost termaksud, berhubung banyak sekali yang merasa berjasa melengserkan Gus Dur dalam waktu bilangan bulan itu. Menagih imbalan jasa itu manusiawi, itu termasuk SunnatuLlah.
***
Pada hari Sabtu 28 Juli 2001 dalam mujadalah (diskusi) rutin bulanan oleh DPP IMMIM mengambil thema: "Penggunaan Ilmu Tenaga Dalam Menurut Syari'at Islam". KH Bakri Wahid dalam makalahnya antara lain mengatakan bahwa pada hakikatnya semua orang mempunyai tenaga dalam, hanya ada orang yang tidak mengetahui serta tidak merasakannya dan tidak pula dapat menggunakannya. Sebab tenaga dalam tersebut masih mengeram dalam diri setiap orang dan belum terbentuk sama sekali. Tenaga ini baru akan terbentuk apabila dibangkitkan. Cara membangkitkannya yang paling tepat adalah dengan jalan melatih pernafasan teratur dan terarah. Tenaga dalam itu dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti bela diri, pengobatan, sihir dan hipnotisme.
Penggunaan tenaga dalam untuk bela diri dan pengobatan tentu diperbolehkan menurut Syari'at Islam, sedangkan untuk sihir dilarang. Akan halnya hipnotisme itu tergantung, diperbolehkan oleh Syari'ah jika untuk kebaikan seperti misalnya untuk menghilangkan rasa nyeri bagi orang yang dibedah, namun dilarang jika untuk mengambil emas penumpang peteppete'.
Dalam mujadalah itu saya kemukakan bahwa membangkitkan tenaga dalam dengan membaca mantera yang ditutup dengan KalimatuLlah: "Kun fa Yakuwn", itu sangat terlarang. Firman Allah:
-- ANMA AMRH ADZA ARAD SY.Y@A AN YQWL LH KN FYKWN (S. YS, 82), dibaca: Innama- amruhu- idza- ara-da syay.an ay yaqu-la lahu- kun fayaku-n (s. ya-sin), artinya: Sesungguhnya urusanNya bila Ia menghendaki sesuatu Ia berkata kepadanya: jadilah, maka menjadilah ia (36:82). Maka menurut ayat (36:82), kalimah Kun fa Yakuwn adalah Hak Prerogatif Allah SWT.
Dalam mujadalah itu ada yang membantah dengan pertanyaan: Semua dalam Al Quran dapat kita ambil yang kita inginkan. Kalau kita mengambil kalimah Kun fa Yakuwn kemudian kita yakinkan itu akan terjadi apakah kita musyrik? Saya jawab lebih dari musyrik. Seorang yang musyrik, walaupun mempertuhankan selain Allah, ia masih mengaku hamba Allah. Tetapi mengambil Hak Prerogatif Allah, na'u-dzu biLlah, itu berarti bertindak seperti Fir'aun, menganggap dirinya Tuhan. Oleh sebab itu buang semua itu mantera-mantera walaupun itu mendatangkan kekebalan. Memang dapat saja terjadi dengan keyakinan pada mantera dapat berkonsentrasi hingga terbangkit tenaga dalam yang menjadikan orang kebal. Buat apa kebal kalau bertindak seperti Fir'aun, mengambil Hak Prerogatif Allah, na'u-dzu biLlah min dza-lik.
Insya Allah, dalam seri berikut, saya akan menulis tentang AmruLlah, SunnatuLlah dan TaqdiruLlah. Yaitu hasil mujadalah kecil-kecilan dengan Fuad Rumi, pada waktu selesai dengan pertemuan KPPSI beberapa bulan lalu. Saya telah minta idzin kepada Fuad Rumi pada hari Sabtu 28 Juli 2001 dalam mujadalah di IMMIM tersebut, untuk menuliskannya dalam kolom ini. WaLla-hu a'lamu bishshawa-b.
*** Makassar, 12 Agustus 2001
5 Agustus 2001
[+/-] |
486. Shalat Fardhu dan Tahajjud |
Shalat ternyata tak hanya membuat seseorang yang melakukannya mendapatkan tempat (maqam) terpuji di sisi Allah, tetapi juga sangat penting bagi dunia kedokteran.
Firman Allah SWT:
-- AQM ALSHLWT LDLWK ALSYMS ALY GHSQ ALYL WQRAN ALFJR AN QRAN ALFJR KAN MSYHWDA. WMN ALYL FTHJD BH NAQLT LK 'ASY AN YB'ATSK RBK MQAMA MHMWDA (S. BNY ASRA@YL 78-79), dibaca: Aqimish shala-ta lidulu-kisy syamsi ila- ghasikil layli waqur.a-nal fajri inna qur.a-nal fajri ka-na masyhu-dan. Waminal layli fthajjad bihi- na-filatal laka 'asa- ay yab'atsaka maqa-mam mahmu-dan (s. bani- isra-i-l), artinya: Dirikanlah shalat dari condong matahari sampai gelap malam dan Quran fajar (shalat subuh), sesungguhnya Quran fajar itu dipersaksikan. Pada malam hari hendaklah engkau bertahajjud sebagai tambahan untuk engkau, mudah-mudahan Maha Pemeliharamu mengangkat engkau ke tempat yang terpuji (17:78-79).
Dalam posisi berdiri, duduk dan tidur terdapat beberapa urat saraf di dalam otak manusia yang tidak dimasuki oleh darah. Darah hanya akan memasuki urat saraf termaksud di dalam otak seseorang apabila ia meletakkan kepalanya pada posisi yang paling rendah. Urat saraf tersebut memerlukan darah untuk beberapa saat tertentu saja. Lamanya sujud dalam shalat fardhu 5 kali sehari semalam yang di wajibkan oleh Syari'at Islam (Aqimish shala-ta lidulu-kisy syamsi ila- ghasikil layli waqur.a-nal fajri), sudah cukup memberi kesempatan bagi darah mengalir masuk ke dalam urat saraf termaksud.
Menurut Mohammad Sholeh, dosen IAIN Surabaya, dalam desertasinya yang berjudul "Pengaruh Shalat Tahajjud terhadap peningkatan Perubahan Response ketahanan Tubuh Imunologik: Suatu Pendekatan Psiko-neuroimunologi", jika shalat tahajjud dilakukan secara kontinu, tepat gerakannya, khusuk dan ikhlas, secara medis shalat itu menumbuhkan respons ketahannan tubuh, serta dapat mengefektifkan kemampuan individu untuk menanggulangi masalah yang dihadapi (coping). Dengan desertasi itu, Sholeh berhasil meraih gelar doctor dalam bidang ilmu kedokteran pada Program Pasca Sarjana Unair, Surabaya.
Selama ini, menurut Saleh, orang hanya melihat masalah ikhlas ini sebagai persoalan mental psikis. Namun sebetulnya soal ini dapat dibuktikan dengan tekhnologi kedokteran. Ikhlas yang selama ini dipandang sebagai misteri, dapat dibuktikan secara kuantitatif melalui sekresi hormon kortisol. Parameternya dapat diukur dengan kondisi tubuh. Pada kondisi normal, jumlah hormon kortisol pada pagi hari normalnya antara 38-690 nmol/liter. Sedang pada malam hari-atau setelah pukul 24:00 normalnya antara 69-345 nmol/liter. "Kalau jumlah hormon kortisolnya tidak normal, diindikasikan orang itu tidak ikhlas karena tertekan. Begitu sebaliknya.
Sholeh mendasarkan temuannya itu melalui satu penelitian terhadap 41 responden siswa SMU Luqman Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah, Surabaya. Dari 41 siswa itu, hanya 23 yang sanggup bertahan menjalankan shalat tahajjud selama sebulan penuh. Setelah diuji lagi, tinggal 19 siswa yang bertahan shalat tahjjud selama dua bulan. Shalat dimulai pukul 02-00-3:30 sebanyak 11 rakaat, masing masing dua rakaat empat kali salam plus tiga rakaat. Selanjutnya, hormon kortisol mereka diukur di tiga laboratorium di Surabaya (Paramita, Prodia dan Klinika). Hasilnya, ditemukan bahwa kondisi tubuh seseorang yang rajin bertahajjud secara ikhlas berbeda jauh dengan orang yang tidak melakukan shalat tahajjud. Mereka yang rajin dan ikhlas bertahajjud memiliki ketahanan tubuh dan kemampuan individual untuk menaggulangi masalah-masalah yang dihadapi dengan stabil.
Jadi shalat tahajjud selain bernilai ibadah, juga sekaligus sarat dengan muatan psikologis yang dapat mempengaruhi kontrol kognisi. Dengan cara memperbaiki persepsi dan motivasi positif dan coping yang efectif, emosi yang positif dapat menghindarkan seseorang dari stress.
Menurut Sholeh, orang stress itu biasanya rentan sekali terhadap penyakit kanker dan infeksi. Dengan shalat tahajjud yang dilakukan secara rutin dan disertai perasaan ikhlas serta tidak terpaksa, seseorang akan memiliki respons imun yang baik, yang kemungkinan besar akan terhindar dari penyakit infeksi dan kanker, serta membuat orang mempunyai ketahanan tubuh yang baik. WaLla-hu a'lamu bishshawa-b.
*** Makassar, 5 Agustus 2001