Kita semua sudah sering mendengar ungkapan proses output-input, juga tidak salah jika dibalik, proses input-output dan akan lebih tepat jika dikatakan input-proses output. Ungkapan yang sering dipakai dalam fenomena sosial ini berasal dan teknik mengatur. Ada suatu metode berpikir yang efisien, yaitu membuat gambaran dalam pikiran, seakan-akan melihatnya dalam kenyataan. Bayangkanlah sebuah anakpanah mendatar, ujungnya sebelah kanan, menancap pada titik tengah bagian sisi kiri dari sebuah segi empat yang juga mendatar. Berikut sebuah anak panah pula yang mengarah ke kanan, pangkalnya bermula dari titik tengah sisi kanan gambar segi empat itu. Maka anak panah sebelah kiri melambangkan input, segi empat melambangkan proses dan anak panah sebelah kanan melambangkan output. Kalau input berupa kopra maka proses berupa pabrik minyak dan output berupa minyak kelapa. Kalau input berupa lulusan SMA, proses berupa aktivitas belajar-mengajar dalam lembaga perguruan tinggi, maka output bèrupa sarjana.
Lalu bagaimana kàlau anak panah sebelah kiri, atau input itu adalah informasi? Maka segi empat atau proses itu adalah proses olah otak yang disebut berpikir, dan anak panah sebelah kanan atau output itu berupa keputusan yang berwujud hasil pemikiran. Kalau informasi itu berupa Al Quran dan Hadits dan keadaan berupa budaya setempat, maka proses berpikir itu disebut Yatafaqqahu fly dDiyni, dan keputusannya adalah fatwa tentang hukum. Makin lengkap informasi yang didapatkan makin bermutu fatwa yang diberikan.
Adakalanya fatwa seorang faqih (pakar hukum Islam) berubah, seperti misalnya fatwa lmam Syafi'i. Ada yang dikategorikan dengan Qawlu IQadiym, ucapan atau fatwa lama dan Qawlu iJadiyd, fatwa baru. Imam Syafi'i sebagai pakar sosiologi hukum (jadi sudah sejak zaman mujtahid yang faqih, para peletak dasar sistem Ilmu Fiqh sudah mengenal sosiologi hukum) dalam ber-yatafaqqahu fiy ddiyni, memakai informasi yang berwawasan sosial-budaya sebagai informasi tambahan dari Al Quran dan Hadits. Maka fatwa Imam Syafi'i yang dikategonikan dalam fatwa lama disebabkan oleh keadaan sosial-budaya pada tempat yang lama di Iraq berbeda dengan keadaan sosial-budaya pada tempat yang barn di Mesir, yang menghasilkan fatwa yang dikategorikan dalam fatwa barn.
Dalam Simposium Evolusi yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Biologi Universitas Hasanuddin pada hari Sabtu, tanggal 18 Desember 1993 yang lalu, ada informasi yang baru didengar bagi orang yang tidak berkecimpung benar-benar dalam Biologi, khususnya perihal Embriyologi. Saya sendiri terus terang terperanjat mendengarkan informasi tersebut yang saya belum pernah dengar sebelumnya, yaitu salah satu penjelasan tentang pemahaman mekanisme kerja spiral. Selama ini saya menyangka bahwa mekanisme kerja spiral memperpanjang jalur sperma dalam rahim sehingga sperma yang tiba di ujung saluran indung telur sudab lemas tidak cukup tenaga lagi untuk menembus sel telur guna mengadakan proses pembuahan. Singkatnya spiral itu mencegah pembuahan. Adapun informasi yang baru saya dengar dalam simposium itu adalah demikian. Spiral yang dimasukkan dalam rahim itu adalah benda asing yang bergetar karena ujungnya bebas. Tubuh manusia akan bereaksi terhadap spiral, benda asing yang bergetar itu, yang dalam hal ini yang mengadakan reaksi adalah dinding bahagian dalam dari rahim mengadakan gerakan kontraksi. Akibat gerakan kontraksi itu maka sel yang telah dibuahi dan melekat pada dinding rahim akan terlepas dan lembaga yang embriyo itu tidak tumbuh ber-evolusi menjadi janin atau bayi. Jadi mekanisme kerja spiral yang baru saya dengar infonmasinya ini adalah: Membunub emriyo, bibit janin yang telah dibuahi, bukan mencegah pembuahan.
Informasi mi perlu diketahui oleh para aiim ulama sebagai infonmasi atau bahan tambahan dalam ber-yatafaqqahu fiy ddiyni, untuk menghasilkan fatwa yang berkategon Qawlu lJadiyd. Saya mempunyai asumsi bahwa para ulama kita belum mendapatkan infonmasi tentang hal ini. Mengapa saya punya asumsi itu? Jawabannya adalah pentanyaan pula. Mengapa fatwa tentang penggunaan spiral dibolehkan? Mengapa berbeda dengan fatwa melanang penyedotan isi rahim? Apa bedanya menyedot isi rahim dengan melepaskan sel telur yang telah dibuahi dan dinding rahim, karena memasukkan spiral?
WaLlahu a'lamu bishshawab
*** Makassar, 26 Desember 1993
26 Desember 1993
[+/-] |
109. Spiral |
19 Desember 1993
[+/-] |
108 'Umar ibn Khattab dan Khalid ibn Walid, Dialog antara Kahalifah dengan Panglima Perangnya |
Keduanya sebaya, teman bergelut pada waktu masih anak-anak. Setelah Nabi Muhammad RasuluLlah SAW membawakan risalah, keduanya menjadi penantang sengit. Umar ibn Khattablah yang pergi menghadap Najasah (Negus) Raja Habasyah (Abessinia) meminta kepada raja itu untuk menyerahkan semua Ummat islam yang hijrah ke kerajaah itu, namun permintaan Umar itu ditolak oleh Najasah. Seperti diketahui dalam sejarah, hijrah yang pertama adalah ke Habasyah. 'Umar men4ahului Khalid masuk Islam, masih dalam perio Makkah.
Adapun Khalid ibn Walid masuk Islam pada periode Madinah. Ia adalah komandan pasukan berkuda angkatan perang Quraisy. Pasukan berkuda Khalid inilah yang mernusuk pasukan Islam dan belakang pada Perang Uhud. Matanya yang jeli dapat melihat pasukan pemanah yang menjaga barisan belakang pasukaln Islam di celah bukit Uhud meninggalkan posnya karena melihat pertempuran sudah dimenangkan pasukan Islam. Padahal RasuluLlah SAW telah memerintahkan kepada pasukan pemanah yang menjaga celah bukit Uhud tidak boleh meninggalkan posnya, apapun yang terjadi. Ketidak-disiplinan pasukan pemanah itu yang menyebabkan pasukan berkuda Khalid mengubah situasi pertempuran menjadi terbalik. Kini giliran pasukan Islam yang bertahan, padahal tadinya pasuk Quraisylah yang dikejar, dipukul mundur. Namun ibarat main bola pasukan Islam yang bertahan itu akhirnya dapat melakukan serangpn balik. Akan tetapi dari pihak pasukan Islam tak kurang yang syahid dan menderita luka. Hamzah syahid, bahkan RasuluLlah SAW sendiri luka dalam pertempuran yang sengit itu.
Setelah Perjanjian Perdamaian Hudaybiyah dua orang panglima perang Quraisy datang di Madinah menyatakan din masuk Islam. Keduanya adalah Khalid ibn Walid dan Amr ibn Al Ash, yang kelak menjadi Gubemur Mesir. Walaupun dalam Perjanjian Hudaybiyah ada diktum yang menyebutkan bahwa apabila ada penduduk Makkah yang ke Madinah harus dikembalikan ke Makkah jika pihak Quraisy memintanya untuk dikembalikan, keduanya tidak dikembalikan ke Makkah, karena pihak Quraisy tidak memintanya.
Pada waktu Khalifah 'Umar ibn Khattab menjadi Khalifah, Khalid ibn Walid menjadi Panglima Perang. Kemana saja ia dikirim pasukannya selalu menang. Sekali waktu pasukan Khalid ada di Asia Kecil. Sebelum menyerbu pertahanan musuh Khalid mendapat SK dari Khalffah, yaitu SK pencopotan, dihentikan jadi panglima. Dalam penyerbuan itu, Kahlid sebagai tentera biasa masih menunjukkan kesungguhannya, bahkan masih berjasa dalam merebut kubu musuh. Waktu ditanya temannya sepasukan: "hai Khalid, buat apa engkau bersungguh-sungguh begitu, bukankah engkau telah dipecat 'Umar?" Khalid menjawab, "saya tidak berjuang untuk 'Umar, melainkan berjuang untuk Islam." Kemudian Khalid niinta izin dan panglima yang baru untuk ke Madinah minta penjelasan Khalifah.
Syahdan. inilah dialog secara terbuka antana 'Umar sebagai Khalifah dengan Khalid sebagai mantan Panglima.
"Mengapa saya dipecat, apa kesalahan saya?"
"Engkau saya pecat untuk mencegah tiga hal. Pertama, untuk Khalifah, Panglima tidak boleh lebih populer dari Khalifah. Yang kedua, untuk engkau sendiri, engkau adalah manusia biasa, kalau berhasil terus dalam memimpin engkau akan menjadi sombong. Yang ketiga untuk rakyat, rakyat harus dipelihara aqidahnya dan kemusyrikan memuja, mengkultus-individukan pahlawannya."
"Saya terima pemecatan itu dengan ikhlas".
"Engkau sekarang saya tugaskan membantu Sa'ad di front sebelah timur yang sedang mengalami kesulitan melawan pasukan bergajah angkatan perang Parsi."
Maka Khalid dikirimlah ke front sebeiah timur. Ia menyarankan kepada Panglima Sa' ad untuk menghadapi setiap ekor gajah perang dengan satu regu pasukan panah. Yang dipanah dahulu adalah penunggangnya. Setelah penunggangnya tewas baru memanah gajah pada bagian yang sensitif. Khalid sendiri menawarkan dirinya untuk menjadi kepala regu dari salah satu regu pemanah. Taktik Khalid ini berhasil memukul mundur tentera bergajah itu. Karena gajah itu sudah tidak ada yang mengendalikannya, dan kesakitan kena panah, para gajah itu berbalik haluan menginjak-injak tentera berkuda dan infanteri di belakangnya, maka kocar kacirlah pasukan Parsi itu.
Ada empat nilai yang masih relevan hingga kini dalam kehidupan bernegara dari dialog di atas. Yang pertama, sikap keterbukaan dan keikhlasan, sebab tanpa keterbukaan mudah terjadi kesalah fahaman, yang mengandung bibit perpecahan ibarat api dalam sekam, baik dalam kalangan pimpinan, maupun antara yang memimpin dengan yang dipimpin. Yang kedua, kepala negara tidak boleh kalah populer dari panglimanya. Betapa banyak terjadi perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh panglima suatu negara maupun kerajaan dalam sejarah. Yang ketiga, orang yang selalu sukses dalam bidang apa saja, akan menjadi empuk bagi iblis untuk masuk dalam perangkapnya bersifat seperti iblis sendiri, yaitu takbur, menyombongkan diri, balk kesombongan kepangkatan, maupun kesombongan intelektual dan jenis jenis kesombongan yang lain. Yang keempat, sikap mendewakan pemimpin, taat tanpa reserve, loyal tanpa batas dari rakyat, menyebabkan rusaknya aqidah rakyat di pihak yang satu, dan pada pihak yang lain pemimpin akan menjadi diktator. Contohnya banyak dalam sejarah seperti misalnya rakyat Jerman yang memuja Fuhrernya, Hitler, sang diktator.
*** Makassar, 19 Desember 1993
12 Desember 1993
[+/-] |
107. Israil, Baniy Israil dan Israiliyat |
Israil adalah nama lain dari Nabi Ya'qub 'Alayhissalam (AS), anak dari Nabi Ishaq AS, anak dari Nabi Ibrahim AS. Baniy Israil adalah puak etnis keturunan Israil. Israiliyat adalah cerita-cerita produk budaya dari kalangan puak etnis ini, karangan, imajinasi yang bersumber dari akar historis. Israiliyat ini perlu dibedakan dengan sumber yang nonhistoris. Yaitu wahyu yang diturunkan Allah SWT yang diterima oleh para nabi dari Baniy Israil dalam wujud secara verbal yang diucapkan oleh para nabi itu. Dalam bentuk tertulis secara otentik menjadi salah satu dari rukun iman yang enam, yaitu beriman kepada wa maa unzila min qablika, beriman kepada Kitab-kitab yang diturunkan sebelum engkau (hai Muhammad), (S.Al Baqarah 2:4). Para pakar sejarah yang tidak percaya wahyu, atau sekurang-kurangnya percaya wahyu akan tetapi melecehkan wahyu dalam menganalisa sejarah dengan pendekatan historis, tidaklah membedakan antara produk budaya Baniy Israil (Israiliyat), yang mempunyai akar historis, dengan yang bersumber dari akar yang nonhistoris, yaitu dari wahyu yang diturunkan Allah SWT kepada para nabi dari kalangan Baniy Israil tersebut. Perjanjian Lama adalah campuran antara sumber non-historis (wahyu) dengan sumber yang historis (Israiliyat). Tentu saja ummat Islam tidak diwajibkan beriman kepada Israiliyat ini, namun apabila Israiliyat itu mengandung pesan-pesan nilai akhlaq, seperti cerita tentang Nabi 'Isa AS yang di bawah itu, tidak ada salahnya diambil ibarat daripadanya, dengan keyakinan bahwa cerita itu bukan kejadian yang sesungguhnya.
Dalam kalangan Baniy Israil ada kelompok yang disebut sect of writers, sekte penulis yang bertugas untuk menuliskan hukum-hukum Musa bagi yang memerlukannya. Mereka para penulis itu terkadang dipanggil dengan nama Pendeta, terkadang dengan Tuan, terkadang dengan Rabbi. Mereka ini menjadi pendukung dari pemerintah asing dari bangsa-bangsa Parsi, Romawi dan Yunani. Mereka inilah yang bertanggung jawab dalam penulisan yang menyisipkan unsur Israiliyat ke dalam Perjanjian Lama.
Anehnya Israiliyat itu tidak kurang berisi dengan hal-hal yang melecehkan para nabi dalam kalangan Baniy Israil. Seperti misalnya Ya'qub mengecoh kakak dan ayahnya. Dalam Israiliyat itu Ya'qub digambarkan sebagai seorang yang licik terhadap Isu, kakaknya, yang dalam keadaan terdesak karena sangat lapar Isu menerima tawaran yang sangat tidak adil, yaitu makanan ditukar dengan kedudukan anak sulung. Demikian pula Ya'qub mengecoh ayahnya yang sudah rabun (atau katarak?) dengan menyamar sebagai Isu, memakai baju berbulu. Maksudnya agar sang ayah dapat terkecoh dengan meraba lengan Ya'qub, dan memang sang ayah terkecoh. Sebelumnya Ishaq menyuruh Isu pergi berburu dan hasil buruannya itu akan dimasak menjadi lauk yang enak. Akan tetapi Ya'qub mendahului Isu dengan mengambil domba peliharaan mereka. Tentu saja Ya'qub dapat mendahului Isu. Akhirnya Ya'qublah yang mendapatkan berkah dari Ishaq sang ayah, dan siapa saja yang melawan kepada yang diberkati itu, akan terkutuk. Di sinilah keanehan itu, Israiliyat tentang Ya'qub ini menimbulkan citra yang jelek tentang Ya'qub. Ada kemungkinan bahwa latar belakang sang Rabbi dari sect of writers ini mengarang cerita yang tak terpuji itu, untuk justifikasi tentang intrik yang pernah dilakukannya, karena seperti dikatakan di atas, sekte ini menjadi pendukung penguasa dari bangsa-bangsa asing. Artinya untuk memberikan kesan, apabila Ya'qub dapat berlaku licik, mengecoh, mengapa ia tidak boleh.
Sebagai ummat Islam yang diwajibkan beriman kepada para rasul, memuliakan rasul-rasul itu, haruslah menolak Israiliyat yang menyangkut pelecehan NabiyuLlah Ya'qub AS tersebut. Ada seorang pakar sejarah yang berlaku tidak fair dalam hal Ya'qub dan Baniy Israil secara keseluruhan. Seperti dikatakan di atas umumnya pakar sejarah tidak membedakan antara sumber nonhistoris dengan sumber yang historis. J.W.D. Smith dalam bukunya God and Man in Early Israel membuat rampatan (generalisasi) bahwa perangai Ya'qub yang ahli tipudaya ini mencerminkan perangai (behavior) dari Baniy Israil secara keseluruhan.
Sikap mereka yang exlusif di negeri orang ditambah dengan citra terhadap diri mereka itu yang digambarkan berperangai penuh dengan intrik, kelicikan, tipu daya yang menjadi batu sandungan terhadap Perjanjian Perdamaian PLO dengan Israil, bahkan kabarnya baru-baru ini di Sudan dalam perembukan negara-negara yang tergabung dalam OKI (Fajar, 6 Desember 1993) menolak Perjanjian Perdamaian tersebut.
Namun perlu kita ingat bahwa setiap bangsa, setiap puak etnis tidaklah seluruhnya akan baik, di antaranya tentu terdapat hati yang busuk. Demikian pula sebaliknya, tidaklah semuanya yang berhati busuk, tentu di antaranya terdapat pula mutiara-mutiara yang berhati mulia. Maryam Jamilah, sebelumnya bernama Margaret Marcus, dalam pernyataannya setelah menganut Islam, menyatakan ungkapan hatinya yang mengharukan dengan mengutip seperti apa yang telah diungkapkan oleh salah seorang Baniy Israil, Muhammad Asad, sebelumnya bernama Leopold Weiss (asad = leo = singa), seperti berikut:
I did not embrace Islam out of any hatret for my ancestral heritage or my people. ............... Thus I can say with another from the Bani Israil who chose to travel on the sama journey. ................. Saya menganut Islam bukanlah karena tidak senang kepada warisan leluhur ataupun bangsa saya. ............. Walhasil saya dapat berkata seperti ucapan dari seorang Bani Israel yang telah memilih bermusafir dalam perjalanan yang sama. Abraham that early ancestor of mine, would have understood why I am here (in Mecca) ...................... Abraham (Ibrahim) leluhur saya, tentu mengerti mengapa saya di sini (di Mekah). My coming to this land of Arabia; was it not in truth a homecoming? Homecoming of the heart that has spied its old home backward over a curve of thousands of years and now recognizes this sky - my sky- with painful rejoicing? Kedatangan saya ke negeri ini negeri Arabia; bukankah itu pada hakekatnya kembali ke rumah? Pulang ke rumah dari sekeping hati yang menelusuri masa silam ribuan tahun dan mengenal langit ini - langit saya - dengan kegembiraan yang mengharukan? WaLlahu a'lamu bishshawab.
---------------------------------------
(*)
saya baca dari Handbook saya punya kakek, dongeng-dongeng israiliyat itu antara lain:
1. dongeng Hajar putri Salitis dari Dinasti Hyksos Al-Malik difitnah sebagai budak
2. dongeng ttg Ibrahim meletakkan Ismail yang sudah berumur 16 tahun di atas bahu Hajar.
3. dongeng incest, yaitu Luth berzina dengan kedua anak perempuannya, yang keduanya mengandung dari hasil perzinaan itu.
4. dongeng perbuatan Ya'qub yang tidak terpuji mengecoh kakak-kembarnya (Isu) dan ayahnya (Ishaq) yang sudah buta.
5. dongeng Daud berzina dengan Betsyeba.
6. dongeng Absalom (anak laki-laki Daud) yang berzina dengan semua ibu-tirinya.
7. dongeng akhlaq Isa yang tak terpuji membentak ibunya, dan menyebut yang bukan Bani Israil itu sebagai anjing.
8. dongeng Isa melanggar salah satu Hukum Musa, yaitu Hari Sabbath.
9. dll., dll., dll..
Israiliyat yang disisipkan masuk ke dalam Injil, yaitu
12:47 Maka seorang berkata kepada-Nya: "Lihatlah, ibu-Mu dan audara2-Mu ada di luar dan berusaha menemui Engkau."
12:48 Tetapi jawab Yesus kepada orang yang menyampaikan berita itu kepada-Nya: "Siapa ibu-Ku? Dan siapa saudara-saudara-Ku?"
Tidaklah mungkin Nabi 'Isa AS sekasar begitu kepada ibu beliau.
Kedua ayat itu adalah dongeng Israiliyat yang menghujat akhlaq mulia dari Nabi Isa AS menjadi tidak terpuji.
*** Makassar, 12 Desember 1993
5 Desember 1993
[+/-] |
106. Syaikh Yusuf Tuanta Salamaka vs Karaeng Pattingalloang tentang Lima Perkara |
Di zaman pemerintahan Sultan Malikussaid Raja Gowa dengan gelar anumerta Tummenanga ri Papambatuna, tersebutlah dua orang tokoh sejarah yang terkenal yaitu Syaikh Yusuf Tuanta Salamaka dan Karaeng Pattingalloang. Syaikh Yusuf adalah tokoh berkaliber internasional, dengan predikat ulama dalam kwalitas sufi, ilmuwan penulis puluhan buku, pejuang yang gigih di mana saja ia berada: di Gowa, di Banten, di Ceylon (Srilangka sekarang) dan di Tanjung Pengharapan, negaranya orang Boer (petani emigran Belanda, sekarang Negara Afrika Selatan). Karaeng Pattingalloang adalah Perdana Menteri kerajaan kembar Gowa-Tallo', negarawan, politikus, ilmuwan, yang publikasi karya ilmiyahnya belumlah ditemukan hingga dewasa ini.
Syahdan, inilah dialog di antara keduanya dalam Hikayat Tuanta Salamaka menurut versi Gowa, sebagaimana dituturkan oleh Allahu Yarham Haji Ahmad Makkarausu' Amansyah Daeng Ngilau'. Materi dialog itu ada lima perkara: anynyombaya saukang, appakala'biri' sukkuka gaukang, a'madaka ri bate salapanga, angnginunga ballo' ri ta'bala' tubarania, dan pa'botoranga ri pasap-pasaraka. Maka berkatalah Tuanta Salamaka: "Telah kulihat alamat keruntuhan Butta (negeri) Gowa. Oleh sebab itu, pertama, hentikan dan cegahlah rakyat menyembah berhala (saukang), yang kedua, hentikan menghormati atribut kerajaan (gaukang) secara berlebih-lebihan, yang ketiga, hentikan Bate Salapang bermadat, yang keempat, hentikan pasukan kerajaan minum tuak, dan yang kelima, hentikan perjudian di pasar-pasar." (bahasa aslinya seperti dituturkan Daeng Ngilau di atas itu).
Maka menjawablah Karaeng Pattingalloang:
"Pertama, susatongi nipamari anynyombaya saukang, susahlah menghentikan rakyat menyembah saukang, sebab melalui saukang itulah wibawa raja ditegakkan, yang kedua, sukarlah juga menghentikan penghormatan gaukang, karena di situlah letaknya kemuliaan sang raja, anjoreng minjo kala'biranna sombaya, yang ketiga, tidaklah gampang Bate Salapang menghentikan bermadat, karena jika demikian takkuleami nagappa nanawa-nawa kabajikanna pa'rasanganga, tidak akan timbul gagasan-gagasan baru mengenai konsep pembangunan, yang keempat, kalau pasukan kerajaan dihentikan minum tuak, lalu kedatangan musuh, inaimo lanisuro a'jjallo', siapalah yang akan dikerahkan membabat musuh, yang kelima, juga tidak mungkin menutup perjudian di pasar-pasar, karena tenamo nantama baratuwa, tidak ada lagi pajak judi yang masuk dalam perbendaharaan kerajaan, antekammamo lanibajiki pa'rasanganga, lalu bagaimana mungkin menggalakkan pembangunan?"
Setelah dialog selesai, Tuanta Salamaka mengeluarkan pernyataan: "Punna tenamo takammana lakupilari butta Gowa, kalau keputusan kerajaan sudah demikian itu, akan kutinggalkan Butta Gowa. Tamangeai nyawaku anciniki sallang sare-sarenna Butta Gowa. Tak sampai hati saya menyaksikan kelak keruntuhan Butta Gowa."
La Maddaremmeng, Raja Bone ke-13, menjalankan Syari'at Islam dengan murni dan konsekwen dalam kerajaannya. Sebenarnya La Maddaremmeng ini perlu diangkat dalam sejarah, bahwa ia mendahului gerakan Paderi di Minangkabaw. La Maddaremmeng adalah Pahlawan Islam. Ia memberantas adat kebiasaan yang bertentangan dengan Syari'at Islam, sejalan dengan yang dikemukakan oleh Tuanta Salamaka kepada Karaeng Pattingalloang. Para bangsawan Bone yang tidak setuju dengan kebijaksanaan La Maddaremmeng minta bantuan Kerajaan Gowa, yang mengakibatkan pecah perang Gowa-Bone yang kedua. Bone kalah perang, sejumlah rakyatnya ditawan, dikerahkan ke Gowa untuk kerja paksa, membangun benteng pertahanan.
Perang Gowa-Bone ini memang unik dalam sejarah. Pada zaman pemerintahan I Mallikaang Daeng Manyonri Karaeng Katangka Karaenga Matowaya Sultan Alawddin Awwalu lIslam Tummenanga ri Agamana terjadi perang Gowa-Bone pertama, yang penyebabnya sebaliknya dari perang yang kedua. Yaitu Kerajaan Gowa walaupun tidak memaksakan agama Islam pada Kerajaan Bone yang waktu itu belum Islam, Kerajaan Gowa menghendaki agar Bone menghentikan praktek tradisi yang bertentangan dengan Syari'at Islam.
Demikianlah Kerajaan Gowa kehilangan mutiaranya. Tuanta Salamaka akhirnya meninggalkan Kerajaan Gowa, merantau ke Banten. Menuntut ilmu ke Tanah Suci. Bersama-sama dengan mertuanya, Sultan Ageng Tirtayasa, dan iparnya, Pangeran Purbaya, berperang melawan Belanda di Banten, di Parahyangan, sampai ke Ceribon. Melanjutkan perjuangan sambil menulis buku di pengasingan di Ceylon dan di Tanjung Pengharapan.
Apa yang diucapkan Tuanta Salamaka sebagai futurelog terbukti dalam sejarah. Arung Palakka, yang walaupun masa remajanya dibina dan dididik oleh Karaeng Pattingalloang, bangkit melawan kerajaan Gowa untuk memerdekakan Bone, mengakhiri kerja paksa itu. Dan selanjutnya dapat kita baca dalam sejarah bahwa apa yang diramalkan oleh Syaikh Yusuf tentang nasib kerajaan Gowa terbukti dalam satu generasi berikutnya pada zaman pemerintahan I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangngape Sultan Hasanuddin Tummenanga ri Balla' Pangkana, ditandai dengan ditandatanganinya Perjanjian Bungaya. Sepeninggal Sultan Hasanuddin pamor Kerajaan Gowa menjadi pudar.
Menurut berita insya Allah Syaikh Yusuf akan diperingati sepanjang tahun 1994 di Negara Afrika Selatan, yang mendapat dukungan kuat dari Nelson Mandela. Kolom ini ditulis untuk ikut sekelumit menyambut tahun kegiatan memperingati Syaikh Yusuf di rantau jauh itu. Adegan dialog itu menunjukkan perbedaan sikap berpikir antara orang berdzikir kemudian baru berpikir, berhadapan dengan orang yang berpikir saja tanpa berdzikir. Syaikh Yusuf, karena berdzikir, ingat kepada Allah dahulu sebelum berpikir, maka pemikirannya dituntun oleh wahyu. Sedangkan Karaeng Pattingalloang hanya berpikir saja tanpa dituntun wahyu, hanya mengandalkan akalnya belaka. Itulah barangkali latar belakangnya mengapa penulis sejarah di kalangan orang barat sangat memujinya. WaLlahu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 5 Desember 1993