Saya adalah salah seorang di antara enam orang pemilik mobil Daihatsu mini, keluaran 1975, yang mendahului kendaraan umum pete-pete (bhs Makassar untuk oplet). Kelima pemilik yang lain ialah Prof. H.A.Rahman Rahim, Prof. H.Burhamzah, dr Soeroso Wirjowidagdo, sekarang sudah pindah ke Jakarta, (saudara kandung Prof.Dr Somali Wirjowidagdo yang di PTUN-kan), Prof. H.Soemarmo yang sekarang sudah pensiun dan Prof. H.Syukur Abdullah almarhum. Di antara keenam pemilik Daihatsu mini tersebut, hanya sayalah yang masih memilikinya terus hingga kini.
Daihatsu mini itu adalah ism (benda) hasil teknologi. Proses pembuatan dan pemakaiannya adalah fi'il (kerja). Daihatsu mini sebagai ism, perangkat kasar, tidaklah berdiri sendiri. Ia terkait pada fi'il, perangkat halus, baik waktu proses pembuatan maupun pemakaiannya. Dengan demikian secara praktis ism dengan fi'il, perangkat kasar dengan perangkat halus tidak dapat dipisahkan. Fi'il mengandung nilai, baik pada proses pembuatan maupun pada pemakaian, itu adalah kebudayaan. Ism yang diberi nilai, itu adalah sivilisasi. Termasuk dalam sivilisasi adalah pengetahuan dan keterampilan pemeliharaan ism tersebut. Pemakaian Daihatsu mini itu tanpa rasa segan dan kikuk yang juga saya pakai ke pesta perkawinan termasuk dalam kebudayaan, sedangkan pengetahauan dan keterampilan pemeliharaan Daihatsu mini itu termasuk sivilisasi. Nilai akademis dalam sebuah lembaga pendidikan adalah kebudayaan. Administrasi adalah sivilisasi.
Kebudayaan memberi nilai pada sivilisasi. Kebudayaan sebagai perangkat halus ibarat jiwa bagi sivilisasi sebagai tubuh kasar dan itu menunjukkan bahwa tataran kebudayaan lebih tinggi dari sivilisasi. Itulah sebabnya tidak dapat diterima oleh akal sehat jika nilai akademis dalam lembaga pendidikan (seperti misalnya Program Pasca Sarjana Unhas) diintervensi oleh lembaga administrasi eksternal (seperti misalnya Pengadilan Tata Usaha Negara), dalam kasus Prof.Dr Somali Wirjowidagdo yang di PTUN-kan dalam hal-ihwal proses murni akademis. Tak tahulah kita nanti apakah keputusan PTUN itu akan mempunyai wibawa atas Prof.Dr Somali Wirjowidagdo sebagai Ketua Program Pasca Sarjana Unhas.
Kebudayaan sebagai pemberi nilai pada sivilisasi ada dua jenis. Yang pertama kebudayaan yang berisikan nilai yang berasal dari akar yang non-historis, yaitu dari Sumber Nilai Yang Maha Mutlak. Termasuk dalam hal ini Nilai Mutlak dari agama wahyu yang dibawakan oleh Nabi Musa dan Nabi 'Isa 'alayhima ssalam (dalam wujudnya yang asli) dan Nabi Muhammad SAW. Yang kedua adalah kebudayaan yang berisikan nilai yang berasal dari sumber historis, seperti misalnya kebudayaan Sumaria, Mesir Kuno dan Yunani. Kebudayaan jenis kedua ini ada yang menghasilkan agama kebudayaan seperti agama Mesir Kuno, dan agama Parsi Kuno yang dibawakan oleh Zarathustra (Zoroaster)?
Tanda tanya di atas itu dimaksudkan ialah terbuka kemungkinan bahwa Zarathustra ini berderajat nabi yang mendapatkan wahyu. Ini masih memerlukan penelitian yang cermat, namun sangat sulit. Mengapa? Sebuah aliran pemurnian dalam agama Zarathustra yang bersemboyankan "Kembali ke Ghata", menyatakan bahwa Zarathustra tidaklah mengajarkan dua Tuhan, Tuhan Terang, Ahura Mazda (Ormuzd) dan Tuhan Gelap, Angramanyu (Ahriman). Menurut aliran pemurnian ini Angramanyupun diciptakan oleh Ahura Mazda, jadi tidak beda dengan posisi Iblis terhadap Allah SWT dalam agama-agama wahyu, Yahudi, Kristen dan Islam. Kitab suci Ghata telah habis terbakar ketika Alexander the Great raja Macedonia (356 - 232 seb.M.), membakar habis Parcepolis (331 seb.M.), sehingga ajaran Zatrathustra hanya tinggal dalam ingatan para pendetanya. Inilah jawaban atas pertanyaan mengapa tersebut di atas itu. (Alexander the Great ini bukanlah Dzulqarnayn yang disebutkan dalam Al Quran. Itu adalah kesalahan vital dalam beberapa buku sejarah berbahasa Indonesia yang mempergunakan nama Iskandar Zulkarnain untuk Alexander the Great. Mengapa? Karena Dzulqarnain dalam Al Quran diqishshahkan berdialog dengan Allah, sedangkan Alexander the Great adalah penyembah berhala).
***
Demikianlah, sivilisasi itu adalah konsep materialistik. Semua ilmu dan metode yang diciptakan (invented, baca seri 177 tentang pengertian mencipta) untuk mengalihkan benda ke benda yang mempunyai nilai tambah akan bermuara pada kemajuan sivilisasi dalam wujud keseragaman dan kemudahan hidup zahiriyah.
Negeri yang lebih tinggi sivilisasinya belum tentu kebudayaannya lebih tinggi pula. Bahkan kalau dilihat kenyataan dalam abad ke-20 ini, kualitas sivilisasi itu berbanding terbalik dengan kualitas kebudayaan. Kebudayaan masyarakat Kajang di Sulawesi Selatan misalnya jauh lebih tinggi dari kebudayaan Barat, walaupun sivilisasi Barat jauh lebih tinggi dari sivilisasi masyarakat Kajang.
Kriteria yang dipakai dalam mengukur tinggi rendahnya sivilisasi adalah Iptek. Makin maju Iptek makin tinggi nilai tambah yang diberikannya pada barang, makin terwujud kemudahan hidup material. Kriteria yang dipakai dalam mengukur tinggi rendahnya kebudayaan adalah nilai-nilai moral yang membudaya pada suatu negeri yang makin mendekati nilai-nilai moral menurut wahyu.
Manusia adalah Khalifah Allah di globa ini. Wa idzqaala Rabbuka lilmalaikati inny jaa'ilun fiy l.ardhi khalifatan (S.AlBaqarah, 2:30), artinya: Ingatlah ketika Maha Pengaturmu berfirman kepada para malaikat, sesungguhnya Aku akan menjadikan Kahlifah di bumi (2:30). Dalam ayat itu sifat Ar Rabb dari Allah SWT yang dikemukakan. Ar Rabb bermakna Maha Pengatur, Maha Pemelihara. Jadi tugas utama manusia sebagai Khalifah adalah memelihara globa ini dari perusakan peradaban oleh mekanisme teknologi.
Masyarakat Kajang kebudayaannya mengandung nilai yang memelihara lingkungannya, kelestarian hutannya dan kebersihan udaranya. Masyarakat barat merusak lingkungannya dengan mekanisme teknologi. Nilai-nilai moral yang mengikat masyarakat Kajang lebih tinggi dari nilai-nilai moral yang mengikat masyarakat Barat, itupun jika nilai moral yang mengikat masyarakat Barat itu masih ada. Itulah sebabnya dikatakan di atas bahwa kebudayaan masyarakat Kajang lebih tinggi dari kebudayaan Barat, walaupun sivilisasi Barat lebih tinggi dari sivilisasi masyarat Kajang.
Catatan Tambahan:
Kebudayaan = Culture, the quality in society that arises from an interest in and aquintance with what is generally regarded as excelence in arts, letters etc.
Sivilisasi = Civilisation, modern conforts and conveniences, as made possible by science and technology.
Peradaban, sivilisasi yang sudah menyatu dengan kebudayaan. WaLla-hu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 28 Mei 1995
28 Mei 1995
[+/-] |
178. Fi'il dan Ism, Kebudayaan dan Sivilisasi |
21 Mei 1995
[+/-] |
177. Kreativitas dan Produktivitas, Berzikir dan Berpikir tentang Kreativitas |
Sudah dua kali berturut-turut Dewan Kesenian Makassar menyelenggarakan diskusi tentang kreativitas. Penyaji yang pertama adalah Bung Arge yang membawakan judul Menggeledah Secara Kreatif Proses Kreativitas, kemudian disusul oleh Fuad Rumi dengan judul Kreativitas Dipandang dari Sudut Ajaran Islam. Sebenarnya banyak materi yang dikemukakan pembicara dalam diskusi itu yang menarik untuk diberi catatan pinggir, digaris-bawahi, ataupun dikomentari. Yaitu antara lain kreativitas harus dibedakan dari produktivitas yang dikemukakan oleh Husni Jamaluddin, pembenaran secara teoritis oleh Mattulada terhadap materi yang dikemukakan Bung Arge, persyaratan kebebasan yang sangat ditekankan oleh Saleh Bustami, kreativitas timbul justeru tatkala kehabisan nafas untuk kreatif dalam kalangan sufi yang diutarakan oleh Fuad Rumi dan dari saya sendiri, kalau mau kreatif jadilah pemain, jangan jadi penonton, terlebih-lebih jangan jadi bola. Itulah beberapa lontaran dalam diskusi yang pertama, sedangkan dalam diskusi yang kedua yang paling hangat diperbincangkan adalah berzikir dan berpikir dalam proses kreativitas. Demikian hangatnya silang berujar mengenai berzikir dan berpikir itu, sehingga peranan Hasyim Ado sebagai fasilitator tidak berfungsi. Hasyim Ado memaafkan kelancangan pembicara itu sebelum mereka itu meminta maaf. Di antara sekian yang menarik itu saya pilih untuk diberikan catatan pinggir ialah seperti judul yang dituliskan di atas.
***
Kreatif berasal dari bahasa Inggeris to create. Pengertian kreatif bermacam ragam, sehingga Muh. Arif Tiro dalam salah satu tulisannya mengatakan bahwa perlu di Indonesia ini membina sendiri pengertian kreatif itu. Dalam bahasa Inggeris ada yang disebut discovery dan invention. Discovery berhubungan dengan produktivitas dan invention berhubungan dengan kreativitas. Dalam ilmu pengetahuan alam orang yang banyak mengungkapkan (discover) sunnatuLlah, maka orang itu produktif. Orang yang memanfaatkan sunnatuLlah yang telah diungkapkan itu sehingga mampu merekayasa sesuatu yang baru dalam teknologi ataupun meningkatkan kinerja teknologi yang sudah ada, itu adalah invention, maka orang itu kreatif. Jadi pada umumnya dalam wawasan ilmu pengetahuan alam berlangsung produktivitas dan dalam teknologi terjadi kreativitas. Dikatakan pada umumnya oleh karena dalam ilmu pengetahuan alam ada juga invention. Seperti misalnya Newton, untuk dapat menjelaskan teori gravitasinya ia membina ilmu yang baru yang disebut kalkulus, maka itu berhubungan dengan kreativitas. Demikian pula Einstein, ia membina teori relativitas dengan mengadakan terobosan penfasiran baru atas hasil discovery Michelson dan Morely dengan peralatan matematika dari geometri Riemann dan kalkulus tensor. Itu adalah invention, maka itu berhubungan dengan kreativitas. Dalam teknologi juga demikian.
Ada kreativitas yang menyangkut kualitas, ada pula produktivitas yang menyangkut kuantitas. Ilmu sejarah dan geografi adalah hasil penemuan (discovery), maka itu menyangkut produktivitas. Jika sejarah dan geografi itu diramu dengan imajinasi menjadi roman sejarah, maka itu adalah invention, jadi menyangkut dengan kreativitas. Sebagai contoh, pengungkapan sejarah Mesir menjelang akhir pendudukan Kerajaan Romawi hingga pembebasan Mesir dari Romawi oleh pasukan Amr ibnu alAsh, diramu menjadi roman sejarah Armanusatu lMishriyah oleh Jirji (George) Zaidan. Karya sastera yang banyak dibaca orang, nomor dua sesudah Al Quran, adalah karya kreatif Ja'far AlBarzanji tentang riwayat junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Untuk dapat memberikan pengertian tentang kreativitas secara Islami adalah dengan pendekatan berzikir dan berpikir. Berzikir selalu menyangkut dengan Allah SWT dan berpikir selalu menyangkut dengan ciptaanNya. Yadzkuruwna Lla-ha Qiya-man wa Qu'uwdan wa 'alay Junuwbihim, wa Yatafakkaruwna fiy Khalqi sSamawati wa lArdhi (S.Ali'Imra-n 191), yaitu mereka yang mengingat Allah (dzikruLla-h) tatkala berdiri, duduk, berbaring dan berpikir tentang penciptaan langit dan bumi (3:191).
Berzikir dan berpikir artinya mengingat Allah, mengingat petunjuk Allah yaitu Al Quran lebih dahulu sebelum berpikir. Artinya pemikiran kita senantiasa (baik sementara berdiri, duduk, maupun berbaring) mendapat tuntunan wahyu, tidak terkecuali dalam hal berpikir untuk memberikan pengertian tentang kreativitas. Dalam Al Quran ada kata-kata: KHLQ (khalaqa), J'AL (ja'ala), F'AL (fa'ala), SWY (sawwa-) dan 'AML ('amala). Khalaqa, mencipta dari tidak ada menjadi ada dan sawwa-, menyempurnakan apa yang telah diciptakan, keduanya adalah khusus perbuatan Allah SWT. Ja'ala, menjadikan dan fa'ala memperlakukan, dapat menyangkut perbuatan Allah SWT dan dapat pula menyangkut perbuatan manusia. Sedangkan 'amala, mengerjakan adalah perbuatan khusus untuk manusia.
Berikut ini contoh-contoh dalam Al Quran pemakaian kelima kata tersebut:
Alladziy khalaqa fa Sawwa- (S. alA'la-, 2), yaitu Yang mencipta dan menyempurnakan. Alam tara kayfa fa'ala rabbuka bi ashha-bi lfiyl. Alam yaj'al kaydahum fiy tadhliylin (S. alFiyl, 1-2), tidakkah engkau lihat bagaimana Maha Pengaturmu memperlakukan pasukan gajah? Tidakkah Ia menjadikan tipudaya mereka siasia? Alladziyna a-manuw wa 'amiluw shsha-lihati (S. al'Ashr, 3), yaitu yang beriman dan beramal salih.
Maka hendaklah kita hati-hati dalam pemakaian kata kreatif ataupun mencipta (kata ini dipakai pula dalam Anggaran Dasar HMI). Kreatif dan mencipta tidak menyentuh khalaqa dan sawwa-. Kreatif maupun mencipta hanya berhubungan dengan ja'ala, mengubah sesuatu menjadi sesuatu, semisal potret jiwa dan keindahan alam diubah menjadi puisi, musik ataupun lukisan oleh seniman. Atau berhubungan dengan fa'ala, memperlakukan, semisal mencipta malleable dengan menyemburkan ion-ion karbon pada baja. Atau mencipta sistem da'wah dalam hubungannya dengan amal salih. WaLlahu a'lamu bisshawab
*** Makasar, 21 Mei 1995
14 Mei 1995
[+/-] |
176. Mungkinkah Alternatif Hewan Kurban Produktif? |
Dalam Harian Fajar, edisi Selasa, 9 Mei 1995 pada rubrik Opini, halaman 6 dalam Surat dari Pembaca, saudara Abdul Haris Sulaeman antara lain menulis: Apakah ajaran agama Islam tidak memungkinkan adanya "kurban produktif"?
Pertanyaan ini menarik untuk dibahas. Adapun perintah berkurban disyari'atkan Allah kepada ummat Islam bersamaan dengan perintah shalat 'Iydu lAdhha:
FaShalli li Rabbika waNhar (S.AlKawtsar,2). Maka shalatlah kamu untuk Maha Pengaturmu dan menyembelihlah (108:2). Shalat dalam ayat ini menyangkut pengertian khusus yaitu shalat 'Iydu nNahar (Iydu lAdhha, Iydu lQurban). Perintah menyembelih hewan kurban dalam S.AlKawtsar,3 sangat jelas. Itu disebut ayat qath'i. Orang tidak boleh berijtihad dalam hal ayat qath'i. Lawannya disebut ayat zhanni, yaitu ayat yang membutuhkan ijtihad dengan memekarkan cakrawala pembahasan yang sesuai dengan waktu dan kondisi ruang lingkupnya.
Berkurban termasuk suatu manasik (upacara ritual) yang sudah dicontohkan oleh RasuluLlah SAW, baik cara maupun waktunya. Caranya ialah dengan menyembelih hewan kurban dan waktunya ialah pada 10 Dzulhijjah setelah shalat 'Iydu nNahar dan hari-hari tasyrik (11,12 dan 13 Dzulhijjah). Di luar dari cara dan waktu tersebut bukan manasik kurban namanya, melainkan suguhan biasa.
Inna Awwala ma- Nabdaubihi fiy Yawmina- Hadza- Nushalliy Tsumma Narji'u Fananaharu Man Fa'ala Dzalika Faqad Asha-ba Sunnatana- waMan Dzahaba Qabla Fainnama- Huwa Lahmun Qaddamahu Liahlihi Laysa mina nNusuki fiy Syayin. Sesungguhnya mula-mula kami perbuat pada hari kami ini ialah kami shalat kemudian kami pulang lalu kami menyembelih. Barang siapa mengerjakan yang demikian maka itu telah tepat sesuai dengan sunnah kami. Barang siapa yang menyembelih setelah itu maka sesungguhnya itulah daging yang disuguhkan kepada keluarganya, tidaklah sekali-kali termasuk manasik (ritual), Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim.
Hadits Riwayat Ahmad menyatakan: Wa Kullu Ayyamin tTasyriyqi Dzibhun. Pada setiap hari Tasyrik itu penyembelihan.
Allah menggantikan Isma'il dengan binatang sembelihan. Wa Fadaynahu biDzibhim 'Azhiymin (S.AshShafat,107). Dan Kami menukarnya (Isma'il) dengan seekor binatang sembelihan yang besar.
Karena Isma'il (waktu akan dikurbankan belum nabi) adalah seorang laki-laki maka hewan kurban penggantinyapun harus jantan pula. RasuluLlah SAW mencontohkan hewan sembelihan untuk kurban itu adalah jantan. Anna Rasu-luLlahi Shalla Lla-hu 'Alayhi waSallama Dzahaba Qiba-syan Aqrana bilMushallay. Sesungguhnya RasuluLlah SAW menyembelih seekor biri-biri bertanduk di mushalla (Hadits Riwayat Al Hakim).
Dalam hal ibadah yang ritual ('ubudiyyah) berlaku qaidah: semua tidak boleh kecuali yang diperintahkan atau dicontohkan oleh RasuluLlah SAW. Walaupun ada pendapat yang mengatakan bahwa hewan betina dapat pula dijadikan hewan sembelihan untuk kurban, akan tetapi oleh karena RasuluLlah mencontohkan hewan sembelihan untuk kurban itu adalah jantan, maka mengingat qaidah tersebut, selain jenis kelamin jantan, yaitu betina dan banci (kalau ada) tidaklah termasuk hewan kurban, melainkan hanya suguhan biasa atau sedekah saja.
Hewan kurban harus disembelih, tidak boleh dijual. Man Ba-'a Jilda Udhhiyatihi Fala- Udhhiyata Lahu. Barang siapa menjual kulit binatang kurbannya, maka tidak ada kurban baginya (Hadits Riwayat Al Hakim). Sedangkan kulitnya saja tidak boleh dijual apalagi binatang seutuhnya.
Jadi hewan kurban tidak boleh menjadi sumber dana karena tidak boleh dijual, tidak berguna diternakkan karena jantan, tidak beranak, tidak dapat diternakkan karena harus disembelih pada 10,11,12 dan 13 Dzulhijjah.
***
Produksi tidak dapat berlangsung jika tidak laku, tidak ada konsumen, karena pengusaha akan rugi lalu bangkrut. Produksi dengan demikian tidak dapat berdiri sendiri. Produksi sangat membutuhkan konsumen, pasar.
Hewan kurban sembelihan dikonsumsi oleh mereka yang berkurban bersama-sama dengan fakir miskin yang tidak meminta (Al Qa-ni'u) dan yang meminta (Al Mu'tarru). Akan tetapi karena dikonsumsi itu janganlah lalu secara impulsif digiring pada pengertian konsumtif, dikhotomi produktif. Mereka yang berkurban dan fakir miskin yang mengkonsumsi daging kurban sembelihan itu adalah konsumen, yaitu pasar yang menyerap produksi peternak. Ibarat kita mengkonsumsi buah mangga misalnya sekali setahun secara musiman.
Lembaga-lembaga ke-Islaman, seperti Lembaga Da'wah, Lembaga Sosial Islam, dan pesantren dapat berternak khusus yang berkualitas hewan kurban. Modal usaha boleh didapatkan dari zakat tijarah (dagang dan industri) dan zakat mal (harta benda), bukan dari zakat fithri, sebab ini mesti dimakan sesuai dengan petunjuk RasuluLlah SAW.
Zakat fithri berupa zat hidrat arang dan daging hewan kurban berupa protein diperuntukkan bagi fakir miskin untuk berpesta. Adapun berpesta adalah merupakan suatu kebutuhan manusiawi, karena manusia perlu berpesta untuk bergembira, asal jangan berpesta berlebih-lebihan, berhura-hura, dan mabuk-mabukan.
Jika ada suatu negara Islam yang penduduknya sudah makmur, apa susahnya bagi negara itu mengirim daging binatang kurban ke negara lain yang masih banyak penduduknya yang miskin. Caranya dengan memakai kontainer pendingin seperti kontainer untuk mengirim udang dan Liquified Natural Gas (LNG). Mengirim daging tentu jauh lebih praktis ketimbang mengangkut ternak!
Demikianlah ada sekurang-kurangnya tiga hikmah hewan kurban itu disembelih: pertama, orang miskinpun mendapat kesempatan berpesta, bergembira, karena itu merupakan kebutuhan manusiawi, kedua, terciptanya pasar tahunan bagi peternak dan ketiga, praktis untuk dikirim ke negeri lain. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 14 Mei 1995
7 Mei 1995
[+/-] |
175. Penduduk Sodom dan Gomorrah yang Homosex |
Dalam Al Quran, S.Qa-f,13, penduduk Sodom dan Gomorrah yang homosex disebut Ikhwan Luth. Dalam ayat-ayat 12, 13 dan 14 disebutkan para pendusta Rasul, yaitu Kaum Nuh, bangsa Pemilik Telaga, Kaum Tsamud, Kaum 'Ad, Kaum Fir'aun, Ikhwan Luth, bangsa Pemilik Kebun dan Kaum Tubba'.
Kadzdzabat Qabluhum Qawmu Nuwhin wa Ashha-bu rRassi wa Tsamuwd. Wa 'A-dun wa Fir'awnu wa Ikhwa-nu Luwth. Wa Ashha-bu lAykati wa Qawmu Tubba'in Kullun Kadzdzaba rRusula faHaqqa wa 'Iydi.
Yang dimaksud bangsa Pemilik Kebun adalah bangsa Midyan yang kepada mereka Allah mengutus Nabi Syu'aib AS. Bangsa ini adalah keturunan Midyan, putera Nabi Ibrahim AS dari isterinya yang ketiga, Sitti Katurah. Nabi Syu'aib AS adalah mertua Nabi Musa AS. Tubba' adalah nama seorang Raja Yaman. Adapun bangsa Pemilik Telaga masih memerlukan kajian sejarah siapa mereka gerangan.
Tiga malaikat yang menjelma sebagai manusia yang ditugaskan oleh Allah SWT untuk membinasakan negeri Sodom dan Gomorrah menemui dahulu Nabi Ibrahim AS untuk memberikan dua informasi. Pertama, bahwa Sitti Sarah isteri Nabi Ibrahim AS yang pertama, yang sudah lanjut umur (terputus haid), akan mempunyai anak. Informasi kedua ialah mereka akan membinasakan Sodom dan Gomorrah karena dosa anak negeri itu terlalu jahat.
And the LORD said, Because the cry for Sodom and Gomorrah is great, and because their sin is very grievous (Genesis 18:20; King James Authorized Version).
Tatkala para malaikat yang mengemban tugas dari Allah SWT untuk membinasakan kedua negeri itu telah raib dari pandangan, maka Nabi Ibrahim AS bermohon kepada Allah agar penduduk kedua negeri itu tidak jadi dibinasakan demi sejumlah orang baik yang ada di dalamnya.
Peradventure there be fifty righteous within the city: wilt thou also destroy and not spare the place for the fifty righteous that are therein? * And the LORD said, if I find in Sodom fifty righteous within the city then I will spare all the place for their sakes * Peradventure there shall lack five of the fifty righteous: wilt then destroy all the city for lack of five? And he said, if I find there forty and five, I will not destroy it (Genesis 18:24,26,28). Sekiranya ada lima puluh orang yang benar dalam kota itu: Akankah Engkau juga binasakan dan tidak memelihara tempat itu demi lima puluh orang baik yang ada di dalamnya? * Dan Tuhan berfirman, jika Aku mendapatkan dalam Sodom lima puluh orang yang benar di dalamnya, maka Aku akan memelihara seluruh tempat itu demi untuk mereka * Sekiranya kekurangan lima orang dari yang lima puluh yang benar itu: Akan dibinasakankah seluruh kota itu hanya karena kekurangan lima orang? Dan Dia berfirman, jika Aku mendapatkan di sana empat puluh lima orang, Aku tidak akan membinasakannya.
Demikianlah Nabi Ibrahim AS selanjutnya bermohon lagi dengan mengurangi jumlah lima orang yang baik. Lalu seterusnya setiap permohonan dikuranginya menjadi sepuluh orang, hingga akhirnya menyusut menjadi hanya sepuluh orang saja lagi.
Peradventure ten shall be found there. And he said, I will not destroy it for ten's sake (Genesis 18:32). Sekiranya ada sepuluh orang yang didapatkan di sana. Dan Dia berfirman, Aku tidak akan membinasakannya demi untuk yang sepuluh orang itu.
Yang dimaksud dalam Genesis 18:20 their sin is very grievous, dosa mereka itu terlalu jahat, dipertegas dalam Al Quran, yaitu homosex.
Wa Luwthan idz Qa-la liQawmihi Ata'tuwna lFa-hisyata ma- Sabaqakum biha min Ahadin mina l'Alamiyn * Innakum Lata'tuwna rRija-la Syahwatan min Duwni nNisa-i Bal Antum Qawmun Musrifuwna * Wa ma- Ka-na Jawa-ba Qawmihi illa- an Qa-luw Akhrijuwhum min Qaryatikum Innhum Una-sun YataThahha ruwna (S.alA'ra-f,80,81,82). Dan ingatlah tatkala Luth berkata kepada kaumnya: Apakah (kamu tidak menyadari) bahwa kamu berbuat kejahatan yang belum pernah diperbuat oleh seseorang di antara penduduk di bumi ini? * Sesungguhnya kamu ingin kepada laki-laki, bukan kepada perempuan, demikianlah kamu kaum yang melebihi batas * Maka tak lain jawaban kaumnya, selain kata mereka: Usirlah mereka (Luth dan keluarganya) keluar dari negeri kamu, karena mereka itu manusia yang suci bersih (7:80,81,82).
Al Quran dan Bibel melukiskan bagaimana negeri Sodom dan Gomorrah dibinasakan oleh malaikat.
FaAkhadzathumu shShayhatu Musyriqiyna * FaJa'alna- 'Alayha- Sa-filaha- wa Amtharna- 'Alayhim Hija-ratan min Sijjiylin * Wa Innaha- LabiSabiylin mMuqiymin (S.alHijr,73,74,76). Maka ledakan keras menyambar mereka itu waktu matahari terbit * Lalu Kami jadikan negeri mereka yang di atas jadi di bawah (terbongkar) dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras * Dan sesungguhnya menjadilah kota itu berupa jalan yang tetap (15:73,74,76).
And Abraham got up early in the morning to the place where he stood before the LORD * And he looked toward Sodom and Gomorrah, and toward all the land of the plain, and beheld, and lo, the smoke of the country went up as the smoke of the furnace (Genesis 19:27,28). Dan Ibrahim bangun pagi-pagi sekali menuju ke tempat ia telah berdiri menghadap hadirat Tuhan * Dan ia melihat ke arah Sodom dan Gomorrah, dan ke arah segenap tanah padang datar itu, dan amboi, asap membubung naik dari negeri itu laksana asap dari tungku.
Demikianlah qissah yang diangkat dari Bibel dan Al Quran tentang hancurnya Sodom dan Gomorrah yang penduduknya berdosa besar karena kejahatan homosexual.
Inna fiy dzalika laayatin lilMutawassimiyna (S.alHijr,75). Sesungguhnya pada yang demikian itu menjadi pelajaran bagi yang memperhatikannya (15:75).
*** Makassar, 7 Mei 1995