Seri ini adalah lanjutan seri 107 yang berjudul: Israil, Baniy Israil dan Israiliyat. Kata Yahudi (Huwdun, Jew, Jood) diambil dari nama kerajaan bagian selatan Palestina, yaitu Kerajaan Yahuza atau Yudah, yang penduduknya terdiri atas suku Judah dan Bunyamin. Bangsa ini berasal dari orang Ibrani yang termasuk bangsa 'Ibriyah, bangsa penyeberang. Dalam hieroglyph, orang-orang Mesir kuno menyebut orang 'Ibrani dengan Habiru (sekarang Hebrew), yakni berpola pada sebutan 'Ibri atau 'Ibriyah, yang akar katanya dibentuk oleh 'ain, ba dan ra, 'abara artinya menyeberang lembah atau sungai. Seperti yang telah dijelaskan dalam seri 152, bangsa 'Ibriyah terdiri atas 'Ibriyatu lQadiymah (Proto 'Ibriyah) dan 'Ibriyatu lJadiydah (Deutro 'Ibriyah). 'Ibriyatu lQadiymah lebih dikenal dalam sejarah dengan nama Finiqiyah (Phunicia). Bangsa 'Ibriyatu lQadiymah berasal dari Jaziyratu l'Arabiyah, menyeberang lembah ke utara ke pesisir Asia Kecil dan akhirnya menjadi pedagang dan pelaut ulung, yang menguasai L.Tengah (Mediterranean). Bangsa 'Ibriyatu lJadiydah, berasal dari Ur menyeberang lembah dan sungai dipimpin oleh Nabi Ibrahim AS.
Sekitar 1750 Sebelum Miladiyah (SM) Nabi Ibrahim AS di Palestina. Nabi Ibrahim AS membawa puaknya mengembara di Asia Kecil, ke Mesir, ke Sinai, ke Arabia. Nabi Ibrahim AS mempunyai tiga orang isteri. Sitti Sarah isteri pertama melahirkan Nabi Ishaq AS putera kedua, yang memperanakkan Nabi Ya'qub AS atau Israil, sehingga keturunannya disebut Bani Israil. Sitti Hajar isteri kedua melahirkan Nabi Isma'il AS putera sulung yang menurunkan Bani Ismail, yaitu bangsa Arab. Dan Sitti Katurah isteri ketiga melahirkan Madyan putera bungsu. Bani Madyan bermukim di Sinai hanya tercatat sampai Nabi Syu'aib AS, mertua Nabi Musa AS. Menurut Al Quran bangsa Madyan ini punah kena hukuman Allah, karena curang dalam timbangan.
Sitti Sarah adalah sepupu Nabi Ibrahim AS, jadi orang 'Ibrani juga. Sitti Hajar adalah puteri Raja Gembala (Hyksos) penguasa Mesir yang mengalahkan Firaun terakhir dari Dinasti XIV dan memutuskan rantai Dinasti Fir'aun. Sitti Katurah berasal dari Sinai.
Hyksos yang menguasai Mesir (1700 - 1550) SM berasal dari Kan'an. Karena Hyksos itu adalah bangsa 'Ibriyah, maka itulah sebabnya Nabi Ibrahim AS diambil jadi menantu. Tiga generasi kemudian Hyksos memberi izin menetap kepada orang-orang Habiru di delta s. Nil (Goschen), atas upaya Nabi Yusuf AS.
Dinasti Firaun kembali menguasai Mesir setelah mengalahkan dinasti Hyksos (1550 SM). Setelah itu dinasti Firaun mulai mendominasi bangsa-bangsa tetangganya (1500 - 1224) SM. Dinasti Firaun menekan orang Ibrani kemudian memperbudaknya. Hal ini mudah difahami, oleh karena orang Ibrani serumpun dengan bangsa Hyksos, musuh bebuyutan dinasti Firaun. Tahun 1224 SM orang Ibrani hijrah dari Mesir dipimpin oleh Nabi Musa AS. Tahun itu juga merupakan akhir dominasi Mesir, dengan ditenggelamkannya Firaun Merne Ptah oleh Allah SWT di Laut Merah.
Sekitar 1020 SM Thalut (Saul) menjadi raja yang pertama Bani Israil. Tahun 998 SM Nabi Daud AS (menantu Thalut) menjadi raja atas seluruh Palestina, setelah menaklukkan Jeruzalem dan menjadikannya ibu kota kerajaan.
Nabi Daud AS digantikan oleh puteranya yaitu Nabi Sulaiman AS menjadi raja. Setelah Nabi Sulaiman AS wafat tahun 926 SM, maka Palestina yang telah dipersatukan oleh Nabi Daud AS, pecah menjadi Kerajaan Israil di utara dan Kerajaan Yahuza di selatan, masing-masing dengan ibu kota Samaria dan Jeruzalem. Tahun 721 SM Samaria ditaklukkan oleh bangsa Asysyria dan penduduknya yang terdiri atas 10 suku dibawa pergi semuanya oleh penakluk itu. Inilah yang disebut 10 suku bangsa Israil yang hilang (Ten Lost Tribes of Israel). Dalam tahun 586 SM Kerajaan Yudah ditaklukkan oleh bangsa Babilonia. Penaklukan Jeruzalem ini dapat kita baca dalam Al Quran: Faja-suw Khila-la dDiya-ri( S.Bany Isra-iyl, 5), lalu mereka menjarah dalam negeri, (17:5). Atas perintah Raja Nebukadnezar semua penduduk Yeruzalem diboyong ke Babilonia, namun pada 538 SM mereka dimerdekakan dan dikembalikan ke Yeruzalem oleh Cyrus, raja Parsi, seorang penganut agama Zarathustra yang taat.
Dalam tahun 65 SM Pompey menaklukkan Palestina dan dijadikannya provinsi dari Kerajaan Romawi. Kemudian orang Yahudi berontak, namun ditindas oleh Titus dalam tahun 70 M. Yeruzalem dibinasakan, yang tertinggal hanyalah sebuah puing dinding dari Haikal Sulaiman. Penaklukan Jeruzalem yang kedua ini dapat kita baca dalam Al Quran: Liyasuwu Wujuwhakum waLiayadkhulu lMasjida Kama- Dakhaluwhu Awwala Marratin (S.Bany Isra-iyl, 7), sehingga mereka mencoreng mukamu dan mereka memasuki masjid sebagaimana mereka telah memasukinya pada kali yang pertama (17:7). Masjid yang dimaksud dalam ayat itu adalah BaytulMuqaddas (Rumah yang dikuduskan = Haikal Sulaiman?), kiblat ummat Islam yang mula-mula.
Sejak tahun 70 M orang-orang Yahudi berserak-serak dalam wilayah kekaisaran Romawi, bahkan ada yang ke Selatan ditampung oleh sepupunya dari Bani Ismail, yaitu orang-orang Arab Madinah, bahkan diizinkan mendirikan benteng. Dalam perang Khandaq mereka menghianati ummat Islam, yaitu secara diam-diam membantu kaum kafir Quraisy yang mengepung Madinah, padahal ada perjanjian antara ummat Islam dengan orang-orang Yahudi itu untuk bersama-sama mempertahankan Madinah dari serangan kaum kafir Quraisy. Pengkhianatan orang-orang Yahudi itu sangat membahayakan kedudukan ummat Islam, karena lini pertahanan kota Madinah itu terdiri atas khandaq (parit), pohon-pohon kurma dan benteng orang-orang Yahudi itu. Setelah para pengepung kafir Quraisy mundur dari Madinah disebabkan pertolongan langsung dari Allah SWT dengan turunnya angin ribut pada waktu malam, disertai dengan hawa yang sangat dingin, maka orang-orang Yahudi itu diusir, dan itulah akhir pemukim Yahudi di Madinah.
Dewasa ini orang Yahudi yang mendirikan negara Israel mengklaim Yeruzalem adalah miliknya. Pada hal orang Arab lebih dahulu datang ke Palestina, karena orang Arab adalah campuran 'Ibriyah Deutro (Nabi Ibrahim AS) dengan 'Ibriyah Proto (Sitti Hajar), sedangkan orang Yahudi adalah 'Ibriyah Deutro (Nabi Ibrahim AS + Siti Sarah). Jadi sesungguhnya Yeruzalem itu adalah milik bersama orang Arab dan Yahudi, sehingga seharusnya Yeruzalem Timur (Kota tua) masuk Negara Arab Palestina dan Yeruzalem Barat masuk Negara Yahudi Israel. WaLlahu A'lamu bi shShawab.
*** Makassar, 29 September 1996
29 September 1996
[+/-] |
243. Orang Arab, Yahudi dan Yeruzalem |
22 September 1996
[+/-] |
242. Antara Ibnu Khaldun dengan Silalahi dalam Konteks Berprilaku Ilmiyah |
Dalam seri 241 hari Ahad yang lalu antara lain telah dikemukakan metodologi penelitian Ibnu Khaldun yang berpangkal pada Ayat Qawliyah dan mengadakan stratifikasi daerah penelitiaannya. Yaitu Ibnu Khaldun membagi daerah penelitiannya dalam lima daerah, yaitu daerah yang jauh ke selatan yang sangat panas, yang jauh ke utara yang sangat dingin daerah selatan yang dekat yang kurang panasnya, daerah utara yang dekat yang kurang dinginnya dan daerah pertengahan yang sedang panas dan dinginnya.
Walaupun Ibnu Khaldun hidup sangat jauh dari zaman didapatkannya ilmu statistik yang merupakan ilmu bantu yang sangat penting dalam penelitian baik dalam disiplin ilmu eksakta maupun non-eksakta, ia telah melakukan kegiatan ilmiyah, mengadakan stratifikasi daerah penelitiaannya, salah satu unsur ilmu statistik dalam prihal pengambilan sampel (sample, proefstuk).
***
Selanjutnya akan dikutip sebagian kecil dari seri 150 tertanggal 23 Oktober 1994 yang berjudul: Ujicoba yang Mubadzdzir. Seorang teknisi membuat ujicoba yang mubadzdzir. Ia melihat gampangnya saja. Ia merasa sudah cukup dengan melihat data input tekanan fluida kerja dan daya output yang dikonversikan oleh sebuah turbin air. Ia kemudian membuat turbin uap dengan data input dan daya output yang sama dengan data input dan daya output pada turbin air itu. Ia mempergunakan material turbin uap yang sama dengan material turbin air itu, sebab ia pikir data input dan daya outputnya sudah sama.
Apa yang terjadi, setiap selesai membuat turbin uap kemudian mengadakan ujicoba, hasilnya selalu gagal, sudu-sudunya patah. Apabila konstruksi turbin uap yang demikian itu disodorkan kepada seorang yang mengerti, yaitu sarjana teknik mesin, ia tidak akan mau mengadakan ujicoba. Kalau sarjana teknik mesin itu tahu sedikit tentang sastera, ia akan mengatakan:
Arang habis, besi binasa.
Tukang bekerja, penat saja.
Atau dengan bahasa Al Quran: Mubadzdzir. Ini dilarang Allah: wa La- Tubadzdzir Tabdziyran (S.Isra-, 26). Janganlah kamu
menghambur-hamburkan (tenaga, pikiran dan dana) secara boros (17:26).
Mengapa ujicoba itu selalu gagal? Turbin uap itu akan mengalami tegangan termal (thermal stress), sedangkan pada turbin air tidak, oleh karena keduanya beroperasi dalam kondisi suhu yang berbeda.
Dalam hal ujicoba lima hari kerja itu tidak ubahnya dengan perumpamaan di atas: turbin air dan turbin uap. Ujicoba lima hari kerja itu ternyata tanpa perhitungan cermat lebih dahulu, ibarat ujicoba yang dikerjakan oleh sang teknisi di atas tadi. Orang-orang yang diujicoba itu tak ubahnya sebagai material pada turbin itu. Yaitu orang-orang pada negara maju ibarat material pada turbin air. Orang-orang di Indonesia ibarat material pada turbin uap. Orang-orang di sini mengalami thermal stress, karena ruang kerjanya tidak ber-AC. Maka sesungguhnya tidaklah perlu mengadakan ujicoba, seperti sikap sarjana teknik mesin yang disodorkan padanya turbin uap dengan material yang sama dengan turbin air. Sebab insya Allah akan gagal, seperti gagalnya ujicoba yang dikerjakan oleh teknisi di atas itu. Sekian kutipan bagian yang dipersingkat dari seri 150 itu.
Baru-baru ini melalui media elektronik visual yang disebut televisi Menteri Silalahi secara resmi membantah pendapat umum yang beranggapan bahwa hari kerja lima hari itu sudah merupakan suatu keputusan. Ia meluruskan pendapat umum itu dengan omongan bahwa itu bukan keputusan, melainkan baru ujicoba. Setelah dievaluasi, demikian omongannya, ternyata hanya cocok di Jakarta saja. Artinya ujicoba itu menunjukkan kegagalan teori lima hari kerja, karena ternyata kinerja dan etos kerja PNS bukan bertambah seperti yang diharapkan, melainkan dalam kenyataannya menurun.
Kalau benar itu baru merupakan ujicoba ada yang patut disesalkan. Yaitu metode pelaksanaan ujicoba itu membawa akibat biaya tinggi, terjadi pemborosan. Mengapa seluruh populasi diujicoba. Memang ada pengecualian, yaitu sekolah-sekolah tidak diujicoba. Namun maksud Silalahi semula, betul-betul seluruh populasi, tidak terkecuali sekolah-sekolah. Urungnya sekolah-sekolah menjalani ujicoba itupun karena dilarang oleh Presiden atas saran para alim-ulama.
Silalahi telah mengabaikan salah satu aspek yang penting dalam pembangunan, yaitu modernisasi dalam konteks pemanfaatan ilmu dan teknologi dalam pembangunan. Ada yang terlecehkan dalam ujicoba itu. Yaitu untuk menghemat dana dan daya tidaklah perlu untuk mengujicoba seluruh populasi. Mengapa melecehkan ilmu statistik, yaitu mengapa populasi itu tidak diperciut dengan
mangambil sampel saja secara acak dengan stratifikasi terlebih dahulu? Mengapa Silalahi sampai hati untuk tidak menggubris ilmu bantu yang dapat menghemat biaya dan tenaga itu? Ataukah ungkapan ujicoba itu hanya sekadar kilah untuk menegakkan benang basah, mencoba membungkus kenyataan banyaknya dana dan daya yang terbuang percuma akibat "uji-coba" lima hari kerja itu?
Ada sedikit catatan tambahan, yaitu penggunaan ungkapan modernisasi di atas itu dengan modernisme dalam seri 241 yang lalu. Yang dimaksudkan dengan modernisasi adalah pemanfaatan ilmu dan teknologi dalam pembangunan untuk mendapatkan kinerja (efisiensi, efektivitas, produktivitas) yang lebih tinggi, dengan mengingat dalil dari kaidah agama:
WalalAkhiratu Khayrun Laka mina lUwlay (S. Adh Dhuhay, 4). Yang akhir itu lebih baik dari yang lalu (93:4).
Sedang yang dimaksud dengan modernisme adalah suatu aliran filsafat, bahkan di dunia barat banyak yang menganggapnya sebagai pandangan hidup. Modernisme berakar pada pencerahan (Aufklarung), artinya pencerahan adalah cikal bakal modernisme yang berintikan prinsip reasoning, yaitu empirisme dan positivisme. Ajaran Islam tidak menolak, bahkan sangat menekankan reasoning, menekankan empirisme dalam bingkai tertentu. Namun menolak positivisme yang mengabaikan bahkan menafikan Yang Ghaib dan alam ghaib, yang tak dapat dideteksi oleh pancaindera secara langsung, maupun yang melalui hasil deteksi oleh instrumen. Tegasnya ajaran Islam menolak sikap agnostik dan ateis. WaLlahu A'lamu bi shShawab.
*** Makassar, 22 September 1996
15 September 1996
[+/-] |
241. Pendekatan Ibnu Khaldun dalam Bidang Sejarah dan Sosiologi |
Abdurrahman Ibnu Khaldun (732 H - 808H) atau (1332 M - 1406 M), lahir di Tunisia. Ia mencapai usia 76 tahun menurut kalender Hijriyah, atau 74 tahun menurut kalender Miladiyah. Perbedaan dua tahun itu disebabkan oleh perbedaan penanggalan sistem qamariyah (peredaran bulan mengelilingi bumi) dengan sistem syamsiyah (peredaran bumi mengelilingi matahari). Dalam satu tahun syamsiyah terdapat perbedaan 10 atau 11 hari, sehingga dalam sekitar 33 tahun syamsiyah terjadi perbedaan satu tahun.
Ibnu Khaldun terjun dalam gelanggang politik, menulis sejarah dan menyumbangkan pemikiran orisinel tentang filsafat sejarah, bahkan ia terkenal pula sebagai sesepuh peletak dasar ilmu pengetahuan modern dalam bidang sosiologi. Ia dilahirkan di Tunisia dari keluarga yang berasal dari Andalusia yang berpindah dari Sevilla ke Tunisia dalam pertengahan abad ketujuh Hijriyah. Jika asal-usulnya ditelusuri terus ke belakang, maka ia berasal dari Yaman, keturunan Ibnu Hajar.
Ibnu Khaldun membuat karya tentang pola sejarah dalam bukunya yang terkenal Muqaddimah, yang dilengkapi dengan kitab Al I'bar yang berisi hasil penelitian mengenai sejarah bangsa Berber di Afrika Utara. Dalam Muqaddimah itulah Ibnu Khaldun membahas tentang filsafat sejarah dan soal-soal prinsip mengenai timbul dan runtuhnya negara dan bangsa-bangsa.
Adalah suatu hal yang sangat disayangkan ialah para pakar ummat Islam dalam bidang sejarah dan sosiologi kurang berminat dalam menyimak pendekatan Ibnu Khaldun dalam Bidang Sejarah dan Sosiologi, seperti dalam judul di atas itu. Dalam ulasannya Ibnu Khaldun berangkat dari postulat yang sangat asasi yaitu iman. Ibnu Khaldun memberikan nilai Tawhid dalam ilmu pengetahuan filsafat sejarah dan ilmu kemasyarakatan.
Jadi sangat berbeda dengan filsafat ilmu pengetahuan yang berlandaskan filsafat positivisme yang dilahirkan oleh pandangan hidup modernisme seperti yang dianut oleh pakar baik oleh yang bukan Muslim maupun yang Muslim yang tidak menyadari akan "penjajahan" filsafat positivisme yang mempengaruhi disiplin berpikir dalam berilmu. Sehingga jika orang memakai pendekatan yang berlandaskan iman akan mendapat cap tidak ilmiyah. Demikianlah iman diperlakukan oleh para pakar kita yang Muslim. Kalau mau mengadakan pendekatan yang ilmiyah, iman disimpan dahulu di luar kawasan disiplin ilmu yang bersangkutan. Inilah dilemma bagi para pakar kita.
Kita ambil perbandingan seperti misalnya dalam bidang ilmu kedokteran mengenai definisi tentang mati. Orang mati katanya apabila otaknya sudah tidak berfungsi lagi. Iman ataupun nilai Tawhid disimpan di luar kawasan definisi ini. Apabila ilmu pengetahuan itu dimerdekakan dari pandangan hidup modernisme yang melahirkan filsafat positivisme itu, kemudian diberi nilai Tawhid maka definisi mati itu akan berbunyi: Orang mati adalah orang yang telah dicabut atau dipisahkan ruh dari jasadnya oleh malakulmaut yang mendapat perintah dari Allah SWT, dan ini dapat dideteksi dengan tidak berfungsinya lagi otak yang bersangkutan.
Berikut ini akan diberikan contoh bagaimana pendekatan Ibnu Khaldun yang berpangkal pada Ayat Qawliyah:
Sunnata Llahi fiy Lladziyna Khalaw min qablu wa Lan Tajida liSunnati Llahi Tabdiylan (S. Al Ahza-b, 62). Inilah SunnatuLlah pada orang-orang dahulu kala dan tiada engkau peroleh SunnatuLlah itu berubah-ubah (33:62).
Berdasarkan postulat dalam ayat itu bahwa SunnatuLlah yang berlaku pada orang-orang baik mengenai keadaan fisik manusia maupun dalam sejarah bangsa-bangsa yang tidak berubah-ubah itu, Ibnu Khaldun meneliti untuk dapat mengungkapkannya. Ia membagi daerah penelitiannya dalam lima daerah, yaitu daerah yang jauh ke selatan yang sangat panas, yang jauh ke utara yang sangat dingin daerah selatan yang dekat yang kurang panasnya, daerah utara yang dekat yang kurang dinginnya dan daerah pertengahan yang sedang panas dan dinginnya. Ia mendapatkan kesimpulan adanya pengaruh iklim atas keadaan fisik manusia khususnya warna kulit dan rambut. Dari warna hitam legam pada daerah yang jauh ke selatan berangsur-angsur berubah menjadi warna lebih ringan pada daerah selanjutnya hingga menjadi warna putih dan pirang pada rambut pada daerah utara yang dekat dan akhirnya menjadi bule baik pada kulit maupun rambut pada daerah yang jauh ke utara. Ia membantah pendapat yang umum pada waktu itu bahwa warna hitam itu disebabkan mereka itu adalah keturunan Ham salah seorang anak Nabi Nuh AS yang dikutuk oleh bapaknya. Hal itu dijelaskan dalam Tawrat bahwa Nabi Nuh AS melaknat puteranya yang bernama Ham itu, akan tetapi di situ tidak ada hubungannya dengan masalah warna hitam itu. Berdasarkan hasil temuannya dalam penelitian itu Ibnu Khaldun membantah teori yang berbau rasial pada waktu itu yang menghubungkan antara kutukan dengan warna kulit.
Andaikata Ibnu Khaldun dapat melihat negara Israel sekarang ini, ia akan bergembira melihat hasil ungkapannya itu. Orang-orang Yahudi yang berasal dari daerah panas berbeda warna kulitnya dengan yang berasal dari daerah yang beriklim dingin. Orang Yahudi yang berasal dari Ethopia berkulit hitam, sebaliknya orang Yahudi yang berasal dari Rusia berkulit putih, padahal mereka itu berasal dari Israil atau Nabi Ya'qub AS.
Demikian pula dari hasil penelitiaannya ia dapat mengungkapkan SunnatuLlah yang tidak berubah-ubah itu pada penduduk desa dan kota antara lain seperti berikut: orang desa lebih berani dan lebih bersemangat daripada orang kota, penduduk desa lebih dekat pada kebajikan dan lebih mudah pula menerima kebajikan daripada penduduk kota.
Demikianlah sekelumit keterangan tentang metodologi penelitian Ibnu Khaldun. Ia meneliti sejarah dan masyarakat tidak berangkat dari keadaan polos, ia juga tidak berangkat dari hipotesa, melainkan ia berangkat dari postulat yang diambil dari Ayat Qawliyah, ia berangkat dari iman, ia memberikan nilai Tawhid dalam ilmu pengetahuan. Alangkah eloknya jika para pakar Muslim dapat mengikuti jejak Ibnu Khaldun, sehingga dari segi filsafat, ilmu pengetahuan itu dapat memerdekakan diri dari filsafat positivisme, anak dari pandangan hidup modernisme yang agnostik itu. WaLlahu A'lamu bi shShawab.
*** Makassar, 15 September 1996
8 September 1996
[+/-] |
240. Adam dan Hawa di Taman |
Di kamar tamu dalam rumah saya terpampang di dinding gambar Sitti Hawa sedang berbaring berisitrahat di dalam taman, hasil sulaman isteri saya berukuran 150 x 90 cm. Baru-baru ini seorang tamu mempermasalahkan gambar itu, mengapa dalam taman itu terdapat tiga ekor menjangan. Bukankah binatang tidak mempunyai ruh, sehingga di dalam surga atau taman Firdaus tidak ada
binatang?
Hemat saya jawaban pertanyaan yang saya berikan kepadanya perlu saya tulis di kolom ini supaya tersiar lebih meluas, oleh karena memang pada umumnya orang berpendapat bahwa Adam dan Hawa mula-mula berada dalam taman Firdus atau surga di akhirat yang kelak akan ditempati oleh hamba-hamba Allah yang selamat. Artinya yang mula-mula di tempati oleh kakek dan nenek kita adalah di dalam Jannah, dan itu tidaklah di atas muka bumi ini.
Jannah, akar katanya dari tiga huruf: jim, nun, nun, yang arti dasarnya tidak dapat ditangkap mata, terlindung, terhalang. Suatu waktu tatkala saya masuk ke dalam rumah guru saya Allahu Yarham Al Ustadz DR S. Majidi, waktu itu beliau masih hidup, di papan tulis tertera tulisan jim, nun, nun dengan beberapa kata turunannya: Jinn, Jannah, Mujannah, Janin, Majnun. Jinn artinya makhluk yang tak dapat ditangkap oleh mata kasar, Jannah artinya tempat yang terlindung dari sinar matahari, yaitu taman, Mujannah alat yang melindungi diri dari tebasan pedang musuh, perisai, Janin yaitu makhluk yang akan menjadi manusia yang masih terlindung di dalam rahim, Majnun, orang yang pikirannya terhalang dari dunia nyata, orang gila.
Apa yang dimaksud Jannah dalam Al Quran?
-- WALDzYN aAMNWA W’AMLWA ALShLhT AWLaK AShhB ALJNt HUM FYHA kHLDWN (S. ALBQRt, 2:82), dibaca (tanda – dipanjangkan membacanya):
-- walladzi-na a-manu- wa ‘amilush sha-liha-ti ula-ika ashha-bul jannati hum fi-ha- kha-lidu-n (s. albaqarah) artinya: -- Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni jannah; mereka kekal di dalamnya.
-- ‘ANDHA JNt ALMAWY (S. ALNJM, 53:15), dibaca:
-- ‘indaha- jannatul ma-wa- (s. annajmu), artinya:
-- di dekatnya ada syurga tempat tinggal,
Selanjutnya marilah kita perhatikan ayat yang berikut:
-- WMTsL ALDzYN YNFQWN AMWALHM ABTGhAa MRDhAT ALLH WTTsBYTA MN ANFSHM KMTsL JNt BRBWt AShABHA WABL (S. ALBQRt 2:265), dibaca:
-- wa matsalul ldzi-na yunfiqu-na amwa-lahumub tigha-a mardha-tiLla-h wa tatsbi-tan min anfusihim kamatsali jannatin birabwatin asha-baha- wa-bilun (s. albaqarah), artinya:
-- Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah jannah yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat,
Dalam ayat di atas Jannah berarti taman atau kebun di permukaan bumi ini.
Jadi menurut Al Quran yang dipergunakan sebagai kamus, Jannah dapat berarti surga di akhirat, atau dapat pula berarti taman di permukaan bumi ini, sesuai dengan konteks ayat itu masing-masing.
Selanjutnya marilah kita perhatikan ayat yang berikut:
-- WQLNA YaA ASKN ANT WZWJK ALJNt WKLA MNHA RGhDA hYTs SyaTMA WLA TQRBA HDzH ALSyJRt FTKWNA MN ALZhLMYN (S. ALBQRt, 2:35), dibaca:
-- wa qulna- ya-a-damus kun anta wa zaujukal jannata wakla- minha- rghadan haits syi’tuma- wa la- taqraba- ha-dzihisy syajarata fataku-na- minzh zha-limi-na (s. albaqarah), artinya:
-- Dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu (dalam) jannah ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.
Selanjutnya akan dikutip ayat yang berikut:
FAZLHMA ALSyYTHN ‘ANHA FAaRJHMA MMA KANA FYH WQLNA AHBTHWA B’AdhKM LB’ADh ‘ADW WLKM FY ALARDh MSTQR WMT’A ALY hYN (S. ALBQRt, 2:36), dibaca:
-- fa azallahumasy syaitha-nu ‘anha- fa akhrajahuma- mimma- ka-na- fi-hi wa qulnah bithu- ba’dhukum liba’dhin ‘aduwwun wa lakum fil ardhi mustaqarrun wamata-‘un ila- hi-nin (s. albaqarah), artinya:
-- Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari jannah itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan."
-- QLNA AHBThWA MNHA JMY’AA FANMA YAaTYNKM MNY HDY FMN TB’A HDAY FLA KhWF ‘ALYHM WLA HM YhZNWN (S. ALBQRt, 2:38), dibaca:
-- qulnah bithu- minha- jami-‘an fa imma- ya’tiyannakum minni- hudan fa man tabi’a huda-ya fala- khaufun ‘alaihim wa la- hum yahzanu-na (s. albaqarah), artinya:
-- Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari dia (jannah) itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati".
(Sedikit catatan tambahan yang tidak berhubungan dengan pokok pembahasan kita. Yaitu bahwa Adam ditipu setan bukanlah atas pengaruh isterinya, yang bersumber dari Israiliyat, seperti yang biasa dikatakan orang. Jelas ayat itu mengatakan bahwa Fa Azallahuma sySyaythanu, Maka keduanya diperdayakan setan).
Adapun makna perintah Allah ihbithuw, turunlah, tidaklah seperti bidadari turun dari kayangan dalam dongeng. Kata turun, habatha, dalam Al Quran dipakai untuk pengertian air yang meluncur turun (S.Al Baqarah 74), Nabi Nuh AS turun dari kapalnya (S. Huwd 48) dan Banie Israil disuruh turun ke kota, go down town (S.Al Baqarah 61). Jadi perintah Allah ihbithuw, turunlah dalam pengertian topogarifs, dari tempat ketinggian di permukaan bumi ke tempat yang lebih rendah. Dengan demikian taman yang ditempati oleh Adam dan Hawa berada di sebuah dataran tinggi.
Sebelum Allah memerintahkan Adam, Hawa dan setan turun dari taman telah terjadi sebelumnya Allah mengusir iblis keluar dari alam malakut, karena sifat takbur iblis, yang tidak mau tunduk kepada Adam dengan alasan:
-- Ana Khayrun minhu Khalaqtaniy min Na-rin wa Khalaqtahu- min Thiynin (S. Al A'ra-f, 12), artinya:
-- Saya (iblis) lebih baik darinya (Adam), Engkau jadikan aku dari api dan Engkau jadikan dia dari tanah. Karena itulah iblis diusir keluar dari alam malakut:
-- FaMaa Yakuwnulaka Tatakabbara Fiyhaa Fakhruj Innaka Mina shShaaghiriyn (S. Al A'raaf, 7:13), artinya:
-- Tak pantas engkau berlaku sombong di dalamnya, maka keluarlah , sesungguhnya engkau termasuk golongan yang hina. Yakuwnalaka, Fakhruj, Innaka, itu semuanya bentuk mufrad (singular) jadi ditujukan kepada iblis seorang.
Jadi kita harus membedakan antara alam malakut tempat iblis mula-mula berada bersama para malikat dengan jannah tempat Adam, Hawa dan setan diperintahkan turun oleh Allah SWT.
Iblis tidak mau tunduk kepada Adam dengan alasan:
-- ANA KhYR MNH KhLQTNY MN NAR WKhLQTH MN ThYN (S. ALA’ARAF, 7:12), dibaca:
-- ana khairum minhu khalaqtani- min na-rin wa khalaqtahu- min thi-nin (s. al a’ra-f), artinya:
-- "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api(*) sedang dia Engkau ciptakan dari tanah".
Apakah itu tanahnya surga? bacalah ayat ini:
-- ANY AKhLQ LKM MN ALThYN KHYat ALTHYR FANFKh FYH FYKWN ThYRA BADzN ALLH (S. AL ‘AMRAN, 3:49), dibaca:
-- anni- akhluqu lakum minath thi-ni kahaiatith thairi fa anfukhu fi-hi fayaku-nu thairan bi idzniLla-hi (s. ali ‘imra-n, 3:49, arinya:
-- sesungguhnya aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung; kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah.
Manusia mulai dalam alam arwah, lalu arwah itu ditiupkan ke dalam janin dalam alam rahim ibu. Kemudian lahir ke luar ke alam syahadah. Seterusnya ruh dicabut berpindah ke alam barzakh, menunggu berbangkit dengan jasad yang baru pada hari berbangkit, lalu diadili, kemudian ke alam akhirat yang kekal. Dari hasil pengadilan itu yang selamat masuk jannah atau surga yang celaka masuk neraka.(**)
Kalau kakek dan nenek kita Adam dan Sitti Hawa mula-mula tinggal dalam jannah atau surga yang di akhirat kelak, maka ada empat keberatannya.
Keberatan pertama, Adam dan Sitti Hawa ibarat dalam cerita science fiction menerobos waktu berjalan mundur dari akhirat ke alam dunia.
Keberatan yang kedua surga di akhirat itu diharamkan setan masuk di dalamnya. Dalam ayat di atas itu setan menipu keduanya dalam jannah. (Fa Azallahuma sySyaythanu, setan menipu keduanya).
Keberatan ketiga, kalaulah jannah itu surga di akhirat, mengapa masih ada larangan bagi Adam dan Hawa untuk mendekati pohon itu (Janganlah engkau berdua dekati pohon kayu ini).
Keberatan keempat, Adam dibuat dari tanahnya bumi, bukan tanahnya surga. Artinya Adam dibuat di atas bumi ini, bukan di surga. Dalam pada itu tidak ada keterangan dalam Al Quran dan Hadits bahwa Adam dan Siti Hawa di"mi'raj"kan ke surga.
Walhasil jannah yang dimaksud tempat Adam dan Hawa bersenang-senang kemudian keduanya ditipu setan bukanlah dalam taman Firdaus, melainkan taman di tempat yang ketinggian di muka bumi ini. Ini dikuatkan oleh Nash, yaitu "habatha", kami ulang tulis sekali lagi, dalam Al Quran dipakai untuk pengertian air yang meluncur turun (S.Al Baqarah 74), Nabi Nuh AS turun dari kapalnya (S. Huwd 48) dan Banie Israil disuruh turun ke kota, go down town (S.Al Baqarah 61). Perintah Allah "Ihbithuw", kepada Adam, Sitti Hawa dan Iblis turun dalam pengertian topografis, dari dataran tinggi ke dataran rendah.
Lalu jangan terlena, ketiga ekor menjangan dalam gambar hasil sulaman isteri saya itu dapat dipertanggung-jawabkan. Perlu diketahui bahwa designer lukisan itu adalah saya sendiri. WaLlahu A'lamu bi shShawab.
*** Makassar, 8 September 1996
---------------------
(*)
Iblis dari api dan malaikat dari cahaya. Api bhs Arab-AlQuran Naar (Nun-Alif-Ra), cahaya Nuwr (Nun-Waw-Ra). Iblis dari api bersifat seperti digambarkan oleh Alif, tegak, sombong. Malaikat dari cahaya bersifat seperti digambarkan oleh Waw, tunduk, patu kepada Allah.
(**)
Firman Allah SWT:
Kayfa takfuru-na biLla-hi wa kuntum amwa-tan faahya-kum tsumma yumi-tukum tsumma yuhyi-kum tsumma ilayhi turja'u-n, kuntum amwa-tan dalam keadaan mati, belum berjasad (alam arwah) - faahya-kum
janin ditiupkan ruh dihidupkan (alam rahim), lahir ke dunia (alam syahadah) - yumi-tukum, dimatikan, ruh berpisah dari jasad, jasad hancur menjadi tanah ruh pindah ke alam barzakh, yuhyi-kum, dihidupkan, ruh menempati jasad baru yang permanen (bukan dari tanah lagi) lalu bangkit (qa-ma, qiya-mun = berdiri, berbangkit). Iniliah yang disebut yawmu lqiya-mah, hari berbangkit. Bila tibanya hari berbangkit, atau hari kiamat itu? Secara kuantitatif, 10.000 tahun lagi, 100.000 tahun lagi? Itu rahasia Allah SWT. Namun secara kualitatif ialah apabila semua ruh di alam arwah sudah semuanya dituiupkan Allah ke dalam janin manusia, artinya apabila semua arwah di alam arwah sudah pindah semuanya ke alam syahadah menjadi manusia, dan semua manusia itu sudah menjalani kehidupan di alam syahadah, semua arwah sudah masuk alam barzakh, maka itulah saatnya yawmu lqiya-mah, hari kiamat. Adapun prolog hari kiamat ialah gempa global, seperti dalam Surah al Zilzal (silakan baca surah tersebut). Menyusul hari kiamat, atau hari berbangkit ialah semuanya dikumpulkan di Padang Mahsyar untuk diadili, inilah yang disebut dengan yawmu ddi-n, hari pengadilan, ini selalu kita baca pada waktu shalat: Maliki yawmi ddi-n, Allah adalah Raja atau Pemilik Hari Pengadilan. Sesudah diadili yang selamat masuk surga, yang tidak selamat masuk neraka, itulah Hari Akhirat yang kekal.
Maka ringkas kata, manusia mulai dalam alam arwah, lalu arwah itu ditiupkan ke dalam janin dalam alam rahim ibu. Kemudian lahir ke luar ke alam syahadah. Seterusnya ruh dicabut berpindah ke alam barzakh, menunggu berbangkit dengan jasad yang baru pada hari berbangkit, lalu dikumpulkan, lalu diadili, yang selamat masuk jannah atau surga yang celaka masuk neraka. Surga dan neraka itulah yang disebut hari akhirat.
1 September 1996
[+/-] |
239. Idola |
Orang sekarang, utamanya para remaja mempunyai idola. Bahkan ada beberapa psikolog yang berpendapat bahwa orang pada umumnya dan remaja khususnya memerlukan seseorang sebagai idolanya untuk menimbulkan motivasi baginya untuk meniru idolanya itu. Generasi saya sewaktu masih remaja dahulu belum mengenal apa yang disebut idola ini. Paling-paling yang ada adalah bintang faforit, bintang kesayangan, apakah itu bintang ilmuan, bintang olah raga, bintang film dan bintang-bintang yang lain. Saya masih ingat beberapa tahun yang lalu dalam suatu diskusi di Islamic Centre (IMMIM), Husni Jamaluddin pernah pula menyatakan bahwa sewaktu remajanya tidak ada yang disebut idola-idolaan. Yang ada ialah Nabi Muhammad SAW yang dijadikan tokoh panutan.
Sesungguhnya apa yang disebut idola itu? Kata asalnya dari idol, berasal dari bahasa Inggeris, yang berarti: an image as a statue or other material object, worshiped as a deity, patung berhala atau obyek materi yang lain yang disembah sebagai tuhan, dan di dalam Bible kata idol berarti: a deity other than God, tuhan selain Allah. Idolater berarti: a worshiper of idols, hero worshiper, penyembah patung-patung berhala, penyembah pahlawan. Oleh sebab itu pendapat para psikolog yang mengatakan para remaja perlu mempunyai idola, dan trendi para remaja yang memuja orang yang di-"image"-kan sebagai idolanya perlu diluruskan, karena ini menyangkut aqidah.
Salah satu thema sentral ceramah-ceramah Mawlid atau Mawlud Nabi Muhammad SAW adalah ayat: Laqad Ka-na Lakum fiy RasuwliLlahi Uswatun Hasanatun (S. Al Ahza-b, 21), sesungguhnya pada Rasul Allah adalah ikutan yang baik bagimu (33:21).
(Catatan: di atas dituliskan Mawlid atau Mawlud, artinya kata Mawlid tidak sama betul pengertiannya dengan Mawlud. Di mana dan bilamana mawlidnya? Siapa yang mawlud?)
Jadi para remaja kita itu janganlah meng-"image"-kan orang sebagai idolanya (baca berhala dalam wujud orang), melainkan jadikanlah RasuluLlah SAW sebagai ikutan atau panutannya. Bahkan RasuluLlah SAW tidak boleh dipuja sebagai idola. Untuk menghindarkan RasuluLlah SAW diangkat menjadi idola, maka di belakang RasuluLlah SAW selalu ditambah ucapan salawat atas beliau: ShallaLlahu 'Alayhi wa Sallam (SAW), salawat dan salam atasnya. Mengucapkan salawat atas Nabi Muhammad SAW adalah perintah Allah SWT kepada orang-orang beriman. Perintah Allah SWT ini sifatnya unik, karena Allah SWT melakukan sendiri dahulu, baru memerintahkan kepada hambaNya untuk melakukannya pula: InnaLlaha wa Malaikatahu Yusalluwna 'Alay nNabi. Ya-ayyuha- Lladziyna A-manuw Shalluw 'Alayhi, sesungguhnya Allah dan para malaikatya salawat atas Nabi. Hai orang-orang beriman salawatlah atasnya. Pahala shalawat kita limpahkan atas Nabi Muhammad SAW, namun karena RasuluLlah saw ibarat "bejana" yang penuh dengan pahala, maka pahala yang kita limpahkan atas beliau, akhirnya terpantul kepada kita kembali. Jadi ada dua manfaat yang kita petik, pertama kita mendapatkan pantulan pahala yang kembali kepada kita dan kedua kita terhindar dari mengidolakan atau mengkultuskan beliau, karena kita melimpahkan pahala shalawat atas beliau.
Sesungguhnya dalam hal apa kita jadikan RasuluLlah SAW sebagai panutan seperti ayat (33:21) yang dikutip di atas itu? Yang harus kita teladani dari Nabi Muhammad SAW adalah akhlaq beliau. Pernah seorang sahabat bertanya kepada Sitti 'Aisyah RA mengenai akhlaq beliau. Maka Sitti 'Aisyah RA menjawab bahwa akhlaq Nabi Muhammad SAW adalah Al Quran. Hakikat ucapan Sitti 'Aisyah RA itu adalah akhlaq RasuluLlah SAW dibentuk oleh nama-nama Allah SAW yang terbaik, Al Asma-u lHusnay.
Berikut ini sejumlah 9 di antara 99 Al Asma-u lHusnay yang akan kita kemukakan. (Nomor yang dituliskan di belakang ism di bawah ini adalah nomor urutnya dalam tata-susunan asma-asma Allah yang 99 itu).
- Ar Rahman, ism (no.1) ini membentuk akhlaq Nabi Muhammad SAW mengasihani hamba-hamba Allah yang lalai dengan memalingkan mereka dari jalan kelalaian kepada jalan Allah serta membantu kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi.
- Ar Rahiym, ism (no.2) ini membentuk akhlaq Nabi Muhammad SAW suka menolong orang-orang miskin dan bersikap belas kasihan terhadap hamba-hamba Allah semuanya, baik yang taat maupun yang tidak taat.
- Al Ghaffa-r, ism (no.15) ini membentuk akhlaq Nabi Muhammad SAW merahasiakan aib orang.
- Al 'Adl, ism (no.30) ini membentuk akhlaq Nabi Muhammad SAW senantiasa adil dalam menghukum, berprilaku dan bersikap.
- Al Lathiyf, ism (no.31) ini membentuk akhlaq Nabi Muhammad SAW senantiasa bersikap lemah lembut kepada hamba-hamba Allah SWT, bersikap ramah dalam menyeru kepada jalan Allah, memberi petunjuk tanpa merendahkan, tanpa bersikap kasar dan tanpa bertengkar.
- Al Haliym, ism (no.33) ini membentuk akhlaq Nabi Muhammad SAW bersikap sabar dan suka memaafkan kesalahan orang lain dan membalas kejahatan orang dengan kebaikan.
- Al 'Azhiym, ism (no.34) ini membentuk akhlaq Nabi Muhammad SAW bersikap rendah hati dan merasa selalu butuh kepada Allah SWT.
- Al Syakuwr, ism (no.36) ini membentuk akhlaq Nabi Muhammad SAW senantiasa bersyukur atas ni'mat yang telah dianugerahkan Allah SWT.
- Al Mujiyb, ism no.(45) ini membentuk akhlaq Nabi Muhammad SAW menyambut segala yang diperintahkan Allah SWT, menyambut hamba-hamba Allah SWT dengan memenuhi semua permintaan orang-orang yang meminta sesuai dengan kemampuan beliau dari semua yang telah dianugerahkan Allah SWT kepada beliau. Dan menolak permintaan orang dengan kata-kata halus apabila tidak mampu memenuhi permintaan orang yang minta tolong kepada beliau.
Hendaknya pendidikan agama atas anak-anak kita oleh guru-guru dan dosen-dosen agama difokuskan pada menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai teladan dari segi akhlaq. Mengarahkan terhapusnya dalam benak mereka model trendi beridola kepada sesama manusia. Sehingga diharapkan anak-anak remaja kita terhindar dari perbuatan negatif, seperti menyiksa Maba, tawuran, mengekstasi, menarkotik, serta tingkah-laku negatif lainnya. WaLlahu A'lamu bi shShawab.
*** Makassar, 1 September 1996