7 Oktober 2001

494. Freedom of Speech dan Jihad

Demi keotentikan, sebagai pertanggung-jawaban kepada Allah SWT, dalam kolom ini setiap ayat Al Quran ditransliterasikan huruf demi huruf. Bila pembaca merasa "terusik" dengan transliterasi ini, tolong dilampaui, langsung ke cara membacanya saja.

Voice of America (VOA) adalah sebuah layanan siaran radio internasional yang didanai oleh pemerintah AS. Tapi pemerintah dilarang mendikte isi laporan yang akan disiarkan. VOA menyiarkan sejumlah program lebih dari 900 jam setiap pekan dengan mencakup lebih dari 91 juta pendengar di seluruh dunia VOA pekan lalu membuat kontroversi dengan mengesampingkan keberatan Deplu AS dan tetap menyiarkan yang juga memasukkan wawancara dengan pemimpin Thaliban, Mullah Muhammad 'Umar. Laporan VOA itu diudarakan dalam berbagai macam bahasa, termasuk dua bahasa di Afghanistan. Padahal jubir Deplu AS, Richard Boucher, menyatakan wawancara dengan Omar itu tidak seharusnya dilakukan oleh stasiun radio milik pemerintah AS itu.

Arkian, dengan demikian apa yang digembar-gemborkan Amerika tentang kebebasan berbicara, ternyata itu slogan saja, omong kosong belaka. Atau paling tidak, harus sesuai dengan keinginan Yang Dipertuan Agong Amerika. Karena begitu VOA menyiarkan wawancara dengan Mullah Muhammad 'Umar seperti diuatarakan di atas, serta-merta George W. Bush menunjuk Robert Reilly, seorang tokoh di pemerintahan Ronald Reagan, sebagai direktur yang baru dari VOA. Reilly dikenal sebagai pemandu acara talk show mingguan soal kebijakan luar negeri di VOA dan Worldnet TV sejak 1990.

Syahdan, Bush sudah berhasil dengan "gemilang" memperlihatkan kemunafikan tingkat tinggi di dunia internasional. Freedom of speech, freedom of the press? Dream On !
Tentu saja pemimpin-pemimpin kita tidak akan meniru jejak langkah Bush, karena memang ia bukan orang Islam, tidak pernah membaca ayat berikut:
-- KBR MQTA 'AND ALLH AN TQWLWA MA LA TF'ALWN (S. ALSHF, 4), dibaca: kabura maqtan 'indaLla-hi an taqu-lu- ma- la- taf'alu-n (s. ashshaf), artinya: Besar kutukan Allah atas (orang) yang tidak melakukan apa yang dikatakannya (61:4).

***

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Umar Syihab mengatakan, "sebaiknya seruan jihad MUI untuk ummat Islam Indonesia dalam rangka mendukung perjuangan muslim Afghanistan sekaligus menentang rencana agresi Amerika Serikat (AS) janganlah dinilai sebagai langkah politik praktis MUI." Ini tentu saja merupakan reaksi MUI terhadap Menteri Agama yang mengatakan "seruan jihad MUI itu sudah merupakan politik praktis" Umar Syihab menambahkan: "Karena bagaimanapun, MUI sebagai lembaga keagamaan tidak terlepas dari politik. 'Politik juga bagian dari agama,' ujar Umar Syihab disela-sela acara peluncuran Pusat Spiritual Islam di Bidakara, Sabtu 29/9." Umar Syihab, yang juga pakar tafsir itu menegaskan, jika AS benar-benar menyerang salah satu negeri Islam, maka tentu ada menjadi kewajiban jihad bagi ummat Islam lainnya dimanapun karena Ummat Islam itu bersaudara. "Kewajiban jihad muncul bila hak asasi muslim dilanggar," tegasnya.

Menurut arti bahasa (lughawi), jihad adalah bersungguh-sungguh. Jahada filamri, artinya berusaha dengan sungguh-sungguh. Dengan mendasarkan pada pengertian bahasa tersebut, oleh sebagian tokoh agama dan intelektual, kata jihad diimplementasikan dalam banyak aspek. Maka, menurut mereka, semua kegiatan kebaikan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh adalah jihad. Menuntut ilmu, bekerja, atau berbagai kegiatan lain, bila dilakukan secara sungguh-sungguh dan bertujuan baik semua adalah jihad. Tetapi, jihad tidak boleh dibatasi pengertiannya hanya menurut arti bahasa saja. Karena, di samping arti bahasa, jihad juga memiliki makna istilah yang digali dari nash-nash syar'i yang menjelaskan tentang perintah jihad. Berdasarkan pengertian menurut Syari'ah (syar'i) jihad memiliki arti spesifik, yaitu : "qitaalu lkuffaari fiy sabiyliLlahi li i'lai kalimatiLlahi", yaitu memerangi orang-orang kafir di jalan Allah dalam rangka meninggikan kalimat Allah (Islam). Jadi, jihad adalah mengangkat senjata untuk melawan atau memerangi orang-orang kafir, dalam rangka membela kehormatan Islam dan kaum muslimin.

Karena sekarang ma'na lughawi dari kalimah jihad lebih dominan dimasyarakatkan ketimbang ma'na syar'inya, maka menurut hemat saya lebih elok jika sekarang kita pakai saja istilah "qitaal" untuk ma'na syar'i dari kalimah jihad dalam konteks AS memerangi Afghanistan. Maka dalam konteks elok kiranya diintensifkanlah mengemukakan ayat:
-- ADZN LLDZYN YQATLWN BANHM ZHLMWA AN ALLH 'ALY NSHRHM LQDYR (S.ALHJ, 39), dibaca: Udzina lilladziyna "yuqa-talu-na" biannahum zhulimu- wainnaLla-ha 'ala- nashrihim laqadi-r (s. alHjj, 22:39), artinya: Diizinkan "berperang" karena mereka dizalimi, dan Allah berkuasa untuk memenangkan mereka. Untuk menggalang persatuan ummat dalam menghadapi musuh-musuh kaum muslimin, maka hendaklah diintensifkan dibacakan sebagai "pangumpu'" di dalam shalat ayat yang berikut:
-- AN ALLH YHB ALDZYN YQATLWN FY SBYLH SHFA KANHM BNYAN MRSHWSH (S. ALSHF, 4), dibaca: InnaLla-ha yuhibbu lladzi-na "yuqa-tiluwna" fi- sabi-lihi shaffang kaannahum bunya-num marshu-sh (s.ashShaff), artinya: Sesungguhnya Allah mencintai mereka yang "berperang" pada jalannya dengan cara bershaf-shaf laksana bangunan yang kokoh (61:4). WaLlahu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 7 Oktober 2001