22 Juni 2003

580. Evolusi dan Loncatan

Hari ini tgl. 22 Juni, adalah hari lahir Piagam Jakarta. Akan tetapi materi tentang Piagam Jakarta telah diserap oleh judul RUU Sisdiknas, sehingga dipersilakan membaca Seri 579 yang baru lalu.

***

Iqra, bacalah. Apa yang dibaca? Yaitu informasi dari ayat Qawliyah (Al Quran) dan ayat Kawniyah (alam syahadah, universum). Informasi itu diolah melalui proses dengan metode tertentu, dan hasilnya itulah ilmu, seperti ditunjukkan dalam diagram:

informasi ⇒ proses ⇒ ilmu

Proses dengan metode tertentu adalah seperti berikut:
  1. iqra, mengobservasi informasi (ayat Qawliyah dan Kawniyah)
  2. tafsir / interpretasi yang menghasilkan teori
  3. ujicoba teori dengan merujukkannya pada ayat Qawliyah dan Kawniyah
Maka dalam konteks judul di atas, tulang-belulang diobservasi kemudian diadakan interpretasi atas tulang belulang itu, hasilnya teori evolusi.

Diujicoba dengan ayat Qawliyah.
-- ALDZY KHLQ FSWY (S. ALA'ALY, 87:2), dibaca: Alladzi- khalaqa fasawwa-, artinya: (Allah Yang Maha Pencipta dan Pengatur) mencipta lalu menyempurnakan. Teori evolusi tidak tertolak, namun perubahan makhluq dari mulai dicipta ke sempurna, tidak mesti evolusi saja.

Diujicoba kepada ayat Kawniyah. Ternyata ada loncatan dari manusia purba ke manusia berakal. Manusia masa kini tidak memiliki hubungan genetik dengan manusia Neanderthal, manusia purba yang hidup di daratan Eropa dan Asia barat dan tengah, demikian hasil temuan para peneliti di Italia yang dipublikasikan Selasa, 13 Mei 2003. Giorgio Bertorelle dan timnya dari universitas Florence, Italia, telah meneliti dengan mengambil DNA dari beberapa tulang nenek moyang manusia modern Cro-Magnon yang hidup di Perancis selatan 25 ribu hingga 23 ribu sebelum masehi, lalu dibandingkan dengan DNA Neanderthal yang hidup antara 42 ribu hingga 29 ribu tahun sebelum Masehi. Hasil temuan tersebut menunjukkan manusia Cro-Magnon nenek moyang manusia modern itu tidak mempunyai hubungan genetik sama sekali dengan manusia purba tersebut.

Jadi perubahan itu berwujud evolusi dan loncatan. Maka ada dua masalah, yaitu mekanisme evolusi dan mekanisme loncatan.

***

Mengenai mekanisme evolusi, Darwin berteori dengan paradigma filsafat positivisme, yaitu "blind evolution by chance", perubahan perlahan-lahan secara untung-untungan, yaitu cecara lempar dadu. Darwin melihat evolusi sebagai analogi dari "motion" dalam kinematika, karena itu dia mencari "mechanism of evolution" dan menemukan "principle of natural selection", asas seleksi alam sebagai hukum dasar mekanika evolusi. Tetapi "mechanical laws" dari teori Darwin tidak kuantitatif, jadi tidak mampu memprediksi apa yang akan terjadi. Teori Darwin itu hanya dapat menjelaskan apa yang sudah terjadi. Di sinilah kelemahan yang pertama teori Darwin. Maka lahirlah neo-darwinisme di abad 20 dengan dimasukkannya teori statistik, teori permainan lempar dadu (probabilitas) dalam teori evolusi modern.

Namun ada kelemahan mendasar lain yang tidak mampu ditanggulangi oleh neo-darwinisme yaitu Paradoks Entropi Evolusi dan Paradoks Revolusi-Evolusi.

Paradoks Entropi Evolusi ialah kenyataan adanya peningkatan kompleksitas, yaitu munculnya spesies yang lebih kompleks secara struktural ataupun secara behavioral, misalnya munculnya organisme multiselular (lompatan kompleksitas struktural) dan munculnya manusia dengan kesadarannya (lompatan kompleksitas behavioral/fungsional). Di sini pulalah kelemahan yang kedua teori Darwin, tidak dapat menjelaskan mekanisme loncatan ini.

Paradoks Revolusi-Evolusi ialah kenyataan adanya titik-titik diskontinuitas dalam keseluruhan proses evolusi yang perdefinisi adalah gradual, yaitu adanya gap dalam rangkaian khronologis fosil. Orang filsafat menyebutnya paradoks, tapi di bidang sains disebut sebagai anomali yaitu ketidak-sesuaian antara fakta pengamatan dengan predisksi berdasar atas teori yang ada. Inilah kelemahan yang ketiga teori Darwin.

***

Kalau memakai paradigma petunjuk Al Quran, maka mekanisme evolusi ialah:
-- QDR FHDY (S. ALA'ALY, 87:3), dibaca: qaddara fahada- (S. Al A'la-), (Allah) mentaqdirkan (membuat hukum) lalu mengarahkan. Jadi mekanisme evolusi ialah TaqdiruLlah. (Di makrokosmos Taqdirullah berwujud medan gravitasi yang mengarahkan gerak benda-benda langit).

Perkara mekanisme loncatan, berdasarkan paradigma filsafat positivisme ternyata buntu. Rujukan informasi dari ayat Kawniyah habis sampai loncatan ini. Jadi jangan pakai filsafat positivisme sebagai paradigma dalam berteori, karena menghasilkan yang tidak logis dalam mekanisme evolusi, yaitu lempar dadu, dan buntu dalam berteori dalam hal mekanisme loncatan.

Mekanisme perubahan loncatan adalah 'Ain, Jim, Ba, 'ajaba, dan 'Ain, Jim, Zai, 'ajaza, yaitu TaqdirLlah yang tidak ditanam di universum oleh Maha Pengatur (lihat Seri 578, Mu'jizat). TaqdiruLlah yang tidak ditanam di universum hanya berlaku seperlunya, tidak sinambung. Itu dijelaskan dalam ayat Qawliyah, yaitu antara lain penciptaan Adam dan Hawa (loncatan dari manusia purba ke manusia).

Karena manusia itu hasil "loncatan", tidaklah ia berasal dari ujung evolusi manusia purba. Adam dan Hawa dicipta Allah secara spesifik dengan revolusi menjadi sempurna (fa sawwa-), melalui proses 'ajaba, yaitu TaqdiruLlah yang tidak ditanam di universum.(*) Manusia hasil proses revolusi menjadi sempurna itu terdiri atas tataran jasmani, nafsani dan ruhani. Jasmani manusia modern turunan Adam dan Hawa memiliki DNA yang hampir identik, sehingga perbedaan genetis pada sekelompok simpanse jauh lebih besar dari perbedaan genetis pada 6 miliar manusia yang hidup saat ini. Dengan ruh yang ditiupkan ke dalam diri (nafs) Adam dan Hawa menyebabkan manusia modern mempunyai tenaga batin dan menjadi makhluk berakal, yang sadar akan eksistensi dirinya. Adam dan Hawa serta keturunannya apabila mati ruhnya berpindah ke alam barzakh seterusnya ke alam akhirat. Manusia purba tidak berkebudayaan. Kecakapannya membuat alat pembantu hanya secara instinktif. Manusia purba, anthropoid (manusia kera) dan binatang yang mengalami proses evolusi menurut TaqdiruLlah yang ditanam di universum tidak mempunyai ruh, hanya mempunyai semangat saja, sehingga tidak mempunyai hari kemudian. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 22 Juni 2003

----------------------------
(*) Perbedaan pandangan antara ilmu sekuler dengan Ilmu Islami.

Kita mulai dahulu dengan ilmu sekuler.
Langkah 1. Hasil observasi melalui penelitian DNA menunjukkan bahwa perbedaan genetis antara hanya sekelompok simpanse lebih besar dari perbedaan genetis 6 milyar manusia modern yang hidup dewasa ini.

Langkah 2. Lahirlah teori seperti berikut: manusia berpisah dari simpanse dalam satu garis keturunan sekitar 5 hingga 6 juta tahun lalu. Itu berarti bahwa manusia seharusnya dalam waktu yang panjang itu dapat mengembangkan gen-gen yang berbeda seperti halnya dengan simpanse. Artinya manusia modern pernah populasinya menyusut demikian kecilnya, nyaris punah sekitar 70 000 tahun lalu, menyusut hingga sekitar 2000 orang, sehingga tidaklah sempat gen-gen itu berkembang seperti simpanse. Artinya yang 2000 orang itu "Out of Africa" kemudia menyebar keseluruh pelosok dunia. Demikian kesimpulan yang dipublikasikan oleh The American Journal of Human Genetics.

Langkah 3. Belum ada publikasi yang menguji-coba teori itu dengan data dari alam, bahwa sekitar 70 000 tahun lalu jumlah manusia susut menjadi 2000 orang. Karena uji-coba itu tidak terpenuhi, maka teori tentang penyusutan populasi manusia yang 2000 orang yang "Out of Africa" 70 000 tahun lalu adalah teori yang SPEKULATIF. Kemudian apabila teori garis keturunan manusia itu yang dianggap sinambung itu mulai 5 hingga 6 juta tahun yang lalu "ditabrakkan" dengan temuan Giorgio Bertorelle perihal nenek moyang manusia modern itu tidak mempunyai hubungan genetik sama sekali dengan manusia purba, maka teori yang SPEKULATIF itu tertolaklah sudah.

Sekarang bagaimana Ilmu Islami
Langkah 1. Hasil observasi melalui penelitian DNA menunjukkan bahwa perbedaan genetis antara hanya sekelompok simpanse lebih besar dari perbedaan genetis 6 milayr manusia modern yang hidup dewasa ini.

Langkah 2. Manusia tidak pernah hampir punah menyusut menjadi 2000 orang, melainkan yang 2000 itu ditarik ke atas (maksudnya di atas 70 000 tahun) secara konvergen hingga 2 orang saja yaitu sepasang "suami isteri", Adam dan Hawa.

Langkah 3. "Teori" pada butir (2) itu kita uji-coba dahulu terhadap ayat alam. Ada dua kenyataan yang mendukung "teori" tersebut: pertama, Paradoks Entropi Evolusi, yaitu kenyataan loncatan kompleksitas behavioral/fungsional. Karena "loncatan", maka sepasang suami isteri itu tidaklah ia berasal dari ujung evolusi manusia purba. Kedua, hasil temuan Giorgio Bertorelle perihal nenek moyang manusia modern itu tidak mempunyai hubungan genetik sama sekali dengan manusia purba.
Kemudian diuji-coba kepada ayat Qawliyah. Adam dan Hawa dicipta Allah secara spesifik dengan revolusi menjadi sempurna (fa sawwa-), melalui proses 'ajaba, yaitu TaqdiruLlah yang tidak ditanam di universum. WaLlahu a'lamu bisshawab.