13 Februari 2005

663. Hai Para Koruptor Tidak Malukah Kalian?

Firman Allah:
-- FADZA WJBT JNWBHA FKLWA MNHA WATH'AMWA ALQAN'A WALM'ATR (S. ALHJ, 22:36), dibaca: Faidza- wajabat junu-buha- fakulu- minha- wa ath'imul qa-ni'a walmu'tar, artinya: artinya: Apabila rebah tubuhnya (binatang-bintang qurban itu), maka makanlah daripadanya dan beri makanlah orang-orang miskin yang tidak mau meminta dan peminta-meminta.
Ayat [22:36] di atas telah dikemukakan dalam Seri 660 yang baru lalu.

Yang akan dibahas dalam Seri 663 ini difokuskan pada al Qa-ni'a, orang-orang miskin yang tidak mau meminta. Mereka itu adalah orang-orang miskin yang mempunyai "harga diri", yang memegang teguh Sabda RasuluLlah SAW, bahwa "tangan di atas lebih mulia dari tangan di bawah", aw qamaa qaala.

Adapun qissah di bawah ini ditimba dari cyber space, orang miskin yang tidak mau meminta.

Selesai mengudik berlibur di kampung, seorang Hamba Allah menghilir kembali ke kota. Hamba Allah menghilir sendirian, karena isteri dan anak-anaknya masih kangen dengan kerabat dan handai tolan di udik. Mengingat jalan tol yang juga padat, Hamba Allah menyusuri jalan lama. Terasa mengantuk, Hamba Allah singgah sebentar di sebuah restoran. Begitu memesan makanan, seorang anak lelaki berusia lebih kurang 12 tahun muncul di depan Hamba Allah.

"Bapak mau beli kue?" Katanya sambil tersenyum. Tangannya segera menyelak daun pisang yang menjadi penutup bakul kue jajanannya.

"Tidak nak....Bapak sudah pesan makanan," jawab Hamba Allah ringkas. Dia berlalu. Begitu pesanan tiba, Hamba Allah terus menikmatinya. Lebih kurang 20 menit kemudian Hamba Allah melihat anak tadi menghampiri pelanggan lain, sepasang suami istri sepertinya. Mereka juga menolak, dia berlalu begitu saja.

"Bapak sudah makan , tak mau beli kue saya?" katanya tenang ketika menghampiri meja Hamba Allah.

"Bapak baru selesai makan, masih kenyang nak," kata Hamba Allah sambil menepuk-nepuk perut. Dia pergi, tapi cuma disekitar restoran. Sampai di situ dia meletakkan bakulnya yang masih penuh. Setiap yang lalu ditanya....

"Tak mau beli kue saya bang, pak, kakak atau ibu." Molek budi bahasanya.

Pemilik restoran itu pun tak melarang dia keluar masuk ke restorannya menemui pelanggan. Sambil memperhatikan, terbetik rasa kagum dan kasihan di hati Hamba Allah melihat betapa gigihnya dia berusaha. Tidak nampak keluh kesah atau tanda-tanda putus asa dalam dirinya, sekalipun orang yang ditemuinya enggan membeli kuenya.

Setelah membayar harga makanan dan minuman, Hamba Allah terus pergi ke mobil. Anak itu berada agak jauh dari Hamba Allah, dia di deretan kedai yang sama. Hamba Allah membuka pintu, membetulkan duduknya dan menutup pintu mobil. Belum sempat Hamba Allah menghidupkan mesin, anak tadi berdiri di tepi mobil. Dia menghadiahkan sebuah senyuman. Hamba Allah menurunkan kaca jendela pintu mobil, membalas senyumannya.

"Bapak sudah kenyang, tetapi mungkin bapak memerlukan kue saya untuk keluarga Bapak di rumah, " katanya sopan sekali sambil tersenyum. Sekali lagi dia memamerkan kue dalam bakul dengan menyelak daun pisang penutupnya. Hamba Allah menatap wajahnya, bersih dan bersahaja. Terpantul perasaan kasihan di hati Hamba Allah, yang segera membuka dompet, dan mngulurkan selembar uang Rp 20.000,- diulurkannya kepadanya.

"Ambil ini nak Bapak sedekahkan ....tak usah Bapak beli kue itu." Hamba Allah berkata ikhlas karena perasaan kasihan meningkat mendadak. Anak itu menerima uang tersebut, lantas mengucapkan terima kasih terus berjalan kembali ke kaki lima deretan kedai. Hamba Allah gembira dapat membantunya.

Setelah mesin mobil dihidupkan oleh Hamba Allah, dia memundurkan mobilnya. Alangkah terperanjatnya melihat anak itu mengulurkan Rp20.000,- pemberiannya itu kepada seorang pengemis yang buta kedua-dua matanya. Hamba Allah terkejut, dihentikannya mobilnya, dan segera memanggil anak itu.

"Kenapa, Bapak mau beli kue kah?" tanyanya.

"Kenapa anak berikan duit Bapak tadi pada pengemis itu? Duit itu Bapak berikan kepada anak!" kata Hamba Allah tanpa menjawab pertanyaannya.

"Pak, saya tak bisa ambil duit itu. Emak marah kalau dia tahu saya mengemis. Kata Emak kita mesti bekerja mencari nafkah karena Allah. Kalau dia tahu saya bawa duit sebanyak itu pulang, sedangkan jualan masih banyak, Emak pasti marah. Kata Emak mengemis kerja orang yang tak berupaya, saya masih kuat Pak!" katanya begitu lancar. Hamba Allah heran sekaligus kagum dengan pegangan hidup anak itu. Tanpa banyak soal Hamba Allah terus bertanya berapa harga semua kue dalam bakul itu.

"Bapak mau beli semua kah?" dia bertanya dan Hamba Allah cuma mengangguk. Lidah Hamba Allah kelu untuk mampu berkata. "Rp 25.000,- saja Pak....." Selepas dia memasukkan satu persatu kuenya ke dalam plastik, Hamba Allah mengulurkan Rp 25.000,-. Anak itu penjual kue itu mengucapkan terima kasih dan terus pergi. Hamba Allah memperhatikannya hingga hilang dari pandangan.

Dalam perjalanan, baru Hamba Allah terfikir untuk bertanya statusnya. "Anak yatim kah? Patut diduga anak yatim tanpa ayah lagi yang ditanggung oleh ibunya yang sudah janda. Siapakah janda itu yang berhati mulia yang melahirkan dan mendidiknya?", berdialog Hamba Allah dalam hatinya. Hamba Allah membeli kuenya bukan lagi atas dasar kasihan, tetapi rasa kagum dengan sikapnya yang dapat menjadikan kerjanya suatu penghormatan. Sesungguhnya Hamba Allah kagum dengan sikap anak itu.

***

Itu adalah kejadian yang sebenarnya, hai para koruptor di antara para Legislator, Birokrat, dan konglomerat tidak malukah kalian?, engkamupaga siriqmu maneng, niyaq injaka siriqnu ngaseng?, rekko deqgaga siriqmu melliko siriq, punna tena siriqnu ammaliko siriq. Lihatlah itu seorang anak tanpa berayah lagi, anak yatim yang taat kepada nasihat ibunya yang janda, yang menanamkan nilai kehormatan, tentang SIRIQ, HARGA DIRI, seperti yang disabdakan RasuluLlah SAW: "Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah," aw qamaa qaala. Anak itu menolak tangan di bawah dengan halus, mejadikan tangannya di atas dari tangan orang buta itu yang lebih berhak mendapatkan sadaqah. SubhanaLlah. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 13 Februari 2005