30 Januari 2011

959 Fatwa MUI dan Syariat Islam dari Hongkong

Skor 2-1 untuk "Islam" Liberal. Sudah 2x Hadisaputra mempromosikan "Islam" Liberal pada Rubrik Opini dan baru satu kali mendapat imbangan. Seri ini menjadikan skor seimbang 2-2.
 
Kilas Balik
"MUI wajib bersih dari unsur aliran sesat dan pendangkal akidah!" Gemuruh tepuk tangan spontan meriuhkan Istana Ballroom Hotel Sari Pan Pacific Jakarta. Kalimat itu adalah penggalan salah satu item draf rekomendasi Musyawarah Nasional (Munas) VII Majelis Ulama Indonesia (MUI), pada 19-22 Jumadil Akhir 1426 H / 26-29 Juli 2005 M yang dibacakan dalam sidang pleno. Aliran sesat dimaksudkan yaitu Ahmadiyah Qadiyan dan LDII, sedangkan pendangkalan akidah dinisbatkan pada Jaringan "Islam" Liberal (JIL). Pimpinan sidang pleno, Prof. Dr. Din Syamsuddin, tanpa proses berbelit lantas mengesahkan rekomendasi itu, yang mengawal implementasi fatwa rumusan Komisi Fatwa yang sudah disahkan lebih dahulu.
 
Fatwa MUI itu adalah klimaks akomodasi atas rangkaian gerakan anti-JIL yang mengemuka di berbagai forum terutama dalam dua organisasi besar Islam. Yaitu terpentalnya Prof. Dr. Amin Abdullah dan Prof. Abdul Munir Mulkhan yang banyak memayungi arus JIL di Muhammadiyah pada Muktamar Muhammadiyah di Malang, dan dalam sidang Komisi D tentang rekomendasi, muncul tuntutan untuk membubarkan Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah, yang telah terpengaruh arus JIL. Nuansa serupa mengemuka dalam Muktamar NU di Boyolali, Desember 2004.
 
Fallacy, Kesesatan Berpikir
Syariat Islam dari Hongkong. Inilah gaya sinisme Hadisaputra dalam tulisannya yang kedua pada Rubrik Opini. Gaya sinisme yang menunjukkan fallacy, kesesatan berpikir penganut "Islam" Liberal. Alasan Hadisaputra yaitu di Hongkong orang kerja keras sesuai Syariat Islam. Hadisaputra tidak tahu tentang persyaratan perlu dan cukup (necessary and sufficient). Kerja keras itu perlu dalam Syari'at Islam, tetapi belum cukup. It is necessary but not yet sufficient. Jadi tidak ada itu Syari'at Islam dari Hongkong. Ini contoh kecil kesesatan berpikir penganut "Islam" Liberal.
 
Ciri khas "Islam" Liberal yaitu memakai postulat sekularisme, liberalisme, pluralisme (jangan disamakan dengan pluralitas/keberagaman), HAM (baca: humanisme agnostik) dan genderisme (persamaan gender secara mutlak). Postulat produk akal manusia inilah yang dianggap benar secara mutlak. Di atas postulat tersebut istinbath dilakukan dengan disiplin ilmu hermeneutika, menundukkan Syari'ah pada tuntutan zaman dengan apa yang disebut dengan kontekstual. Tidak jarang tuntutan seseorang yang dikultuskan sebagai "ikon" disimpulkan sebagai kebutuhan-zaman, lalu terperangkap dalam "the fallacy of dramatic instance" akibat rampatan yang keliwat batas (over generalisasi). Dengan demikian penganut "Islam" Liberal merelatifkan ayat Al-Quran yang sudah qath'i. Inilah fallacy, kesesatan berpikir, yaitu sikap berpikir: "akal diposisikan mengatasi wahyu".
 
Ilustrasi
Di bawah sebuah ilustrasi kesesatan berpikir melakukan istinbath memakai postulat humanisme agnostik dengan hasil menghalalkan lesbian dan homoseks.
<
http://hidayatullah.com/index2.php?option=com_content&task=emailform&id=6605&itemid=1>
Senin, 31 Maret 2008 aktivis bahkan dianggap ikon "Islam" liberal Siti Musdah Mulia mengatakan, lesbian dan homoseksual diakui dalam Islam. Homoseks dan homoseksualitas bersifat alami (wajar) yang diciptakan oleh Allah, seperti itu diizinkan dalam Islam, dan bahwa pelarangan homoseks dan homoseksualitas hanya merupakan tendensi para ulama. Demikian salah satu ucapan Musdah Mulia dalam sebuah diskusi di Jakarta pada hari Kamis, 27 Maret 2008. Diskusi itu diorganisir oleh LSM Arus Pelangi. Perlu diketahui, bahwa Arus Pelangi dibentuk pada tanggal 15 Januari 2006 di Jakarta dengan kantor secretariat di Jalan Tebet Dalam 4 no 3 Jakarta Selatan. Arus Pelangi, adalah LSM tempat mangkalnya kaum lesbian dan homoseks.
 
Apa yang dikatakan aktivis "Islam" liberal Siti Musdah Mulia di atas itu, bahwa pelarangan homoseks dan homoseksualitas hanya merupakan tendensi para ulama, itu bohong besar. Berani dan lancang benar aktivis "Islam" liberal Siti Musdah Mulia melakukan kebohongan publik. Padahal Allah telah menghukum kaum Sodom dan Qamran yang homoseks dan lesbian itu seperti diungkap oleh Al-Quran:
-- FAKhDzTHM ALShYht MSyRFYN. (S. AlhJR, 15:73), dibaca: fa akhadzathumush shaihatu musyrifiin, artinya:
-- Maka ledakan keras menyambar mereka itu (kaum Luth) waktu matahari terbit.
 
Dalam sebuah hadits yang shahih, Nabi SAW mengulanginya tiga kali bersabda: "Allah telah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth (lesbian dan homoseks), (HR.Ahmad dan Abu Ya'la). Tidak ada hadits yang memuat ancaman dengan laknat sedemikian tegas hingga Rasulullah SAW sampai mengulanginya tiga kali. Dalam kasus zina, beliau hanya menyebut laknat sekali saja, demikian juga dengan laknat yang diarahkan kepada sejumlah pelaku dosa-dosa besar; tidaklah lebih dari sekali. Hal itu, ditambah lagi dengan sikap para shahabat yang sepakat memberikan sanksi hukuman mati bagi lesbian dan homoseks.
 
***
Alhasil, exegesis kontekual ayat Al-Quran memakai postulat produk akal berupa sekularisme, liberalisme, pluralisme, humanisme agnostik dan persamaan gender secara mutlak, itu memposisikan akal mengatasi wahyu. Inilah yang diharamkan oleh Fatwa MUI no.7..Karena di situlah letak kesesatan berpikir "Islam" Liberal, pakai label "Islam", mengapa memposisikan akal mengatasi wahyu. Dan itulah sebabnya "Islam" ditaruh di antara dua tanda kutip sebagai identitas "Islam" Liberal dalam tulisan ini, yang bermakna pseudo Islam. Jadi seharusnya posisi akal di bawahnya wahyu. Pernyataan ini terukur, ketimbang pernyataan akal itu terbatas yang tidak terukur, sehingga masih diusik oleh JIL dengan sanggahan: orang tidak tahu di mana batasnya. WaLlahu a'lamu bisshawab.
 
*** Makassar, 30 Januari 2011