Masih ingat ancaman Presiden Bosnia Alija Izetbegovic beberapa waktu yang lalu? Jika dunia internasional meninggalkannya sendirian melawan Serbia dan Kroasia, ia akan melancarkan terrorisme di Eropa bahkan di mana saja. Pengungsi Bosnia yang ditaksir sekitar 2,5 juta yang tersebar di Eropa memang sangat potensial untuk itu. Rupanya ancaman Alija ini ada juga hasilnya. Sejak itu negara-negara Eoropa yang enggan mendukung Clinton untuk bertindak keras terhadap Serbia, mulai serius. NATO sudah mau juga bertindak keras.
Namun bukan itu yang menjadi pokok pembicaraan, melainkan dari segi informasi. Tata-komunikasi barat ibarat santet yang tukang sirap berita, menyebabkan para konsumen berita terpukau olehnya, lalu melahap bulat-bulat istilah terrorisme dalam berita itu.
Arus informasi yang didominasi oleh tata-komunikasi barat yang memiliki sarana, peralatan dan jaringan organisasi yang unggul, hampir berhasil membentuk opini sebagian besar konsumen berita. Penggunaan ungkapan hampir dan sebagian besar dalam kalimat di atas menunjukkan secercah optimisme, bahwa tidak semua konsumen melahap berita itu bulat-bulat. Ada juga, walaupun sebagian kecil, yang tidak hanyut oleh arus informasi tersebut, yaitu yang mengunyah dan mencerna berita itu secara selektif dan cermat. Saya teringat sebuah film yang berjudul Le Corsaire Noir, Si Bajak Laut Hitam sebuah film asal Perancis. Sepintas lalu film itu isinya sangat sederhana, menceritakan hubungan asmara antara Si Bajak Laut dengan seorang "Lady" teras bangsawan penguasa sebuah puri di daratan Brittania. Namun ada yang menarik untuk disimak dari dialog di antara keduanya. Sang Lady menanyai mengapa kekasihnya itu menjadi bajak laut. Si Bajak Laut menjelaskan bahwa ia seorang raja dari kerajaan yang berwilayahkan kapalnya. Saling bunuh dan rampas-merampas diperbolehkan oleh tata-dunia di antara dua kerajaan yang sedang berperang. Sebagai seorang raja yang berdaulat atas wilayahnya ia berhak menentukan sendiri, kerajaan mana lawannya dan yang mana sekutunya.
Maka dalam tata-komunikasi kontemporer bajak laut tersebut adalah terroris. Akan tetapi andaikata Bosnia ditinggalkan sendirian lalu mereka itu membentuk kelompok-kelompok perlawanan dalam wilayah yang lebih luas, dapatkah mereka itu disebut terroris?
Tunggu dahulu!
Dalam S.Al Hajj 39 dan 40 Allah berfirman:
-- Udzina lilladziena yuqataluwna biannahum dzhulimuw wa inna Llaha 'ala nashrihim laqadier. Alladziena ukhrijuw min diyarihim bi qhayri haqqin illa an yaquwluwna rabbuna Llah, diizinkan berperang bagi mereka yang dizalimi dan sesungguhnya Allah berkuasa memenangkan mereka. Yaitu mereka yang diusir dari tanah airnya dengan tidak semena-mena, hanya karena mereka berkata Maha Pengatur kami adalah Allah.
Orang-orang Bosnia itu dizalimi, dzulimuw, diusir dari tanah airnya, ukhrijuw min diyarihim, karena apa? Karena mereka mengatakan rabbuna Llah, Maha Pengatur kami adalah Allah, kami adalah orang-orang Muslim yang menyembah Allah. Pantaskah orang-orang Bosnia itu apabila ditinggalkan sendirian oleh dunia internasional disebut terroris, kaum fundamentalis yang berkonotif negatif dalam tata-komunikasi barat, jika mereka membentuk kelompok-kelompok perlawanan di pelosok-pelosok Eropa?
Mereka tidak pantas disebut terroris yang berkonotasi negatif. Mareka itu adalah kelompok-kelompok pejuang, regu-regu jihad, bukan teroris yang berkonotasi negatif! Kita tidak boleh terkicuh oleh tata-komunikasi barat. Maka alangkah sumbangnya omongan Prof Dr Samuel Huntington dalam majallah Time, terbitan 28 Juni 1993. Huntington ini atas dasar prasangka terhadap dunia Islam melalui jalur tata-komunikasi barat menyalurkan sangkaan yang dibungkus dengan teori ilmiyah perihal Islam mengancam demokrasi barat. Dalam Time tersebut dapat kita lihat bagaimana kacamata guru besar ilmu politik dari Harvard University ini melihat Islam. Bahwa musuh barat dewasa ini adalah Islam, karena kehadiran Islam akan mengancam keberadaan demokrasi barat, demikian Huntington, yang konon kabarnya di Indonesia ini salah seorang tokoh narasumber yang buku-bukunya menjadi rujukan para mahasiswa dan dosen dalam ilmu sosial dan politik. Oleh karena itu, demikian Huntington, barat harus mewaspadai gerakan-gerakan kaum fundamentalis Islam.
Kalau saya tidak salah dalam sebuah acara sejenis tangkas cerdas di televisi, yang juru omongnya (MC) adalah Rano Karno, ada pertanyaan tentang sebuah negara fundamental Islam, theokrasi, dan dikatator. Remaja kita peserta tangkas cerdas itu tidak ada yang dapat menjawab. Maka dengan rasa bangga Rano Karno membacakan, bahwa itu adalah negara Iran.
Itulah prasangka yang dibungkus kemasan teori ilmiyah disalurkan melalui jalur tata-komunikasi barat. Benarkah Iran itu sebagai suatu negara, ataupun kelompok-kelompok pejuang Islam adalah kaum fundamentalis, yang berbahaya bagi demokrasi barat, menurut Huntington?
Kantor Berita Reuter, yang dimuat di Fajar 10 Agustus 1993 yang lalu, menyiarkan seperti berikut: "Rafsanjani yang dilantik Rabu lalu untuk menduduki kursi kepresidenan selama empat tahun untuk yang kedua kalinya, menunjuk tim pemerintahannya yang beranggotakan 23 orang. Dia mengajukan nama-nama tersebut melalui sepucuk surat yang dibacakan dalam majelis. Sedemikian jauh tidak segera ada indikasi dari kalangan konservatif (dalam majelis) apakah mereka akan menerima seluruh menteri yang diusulkan oleh Rafsanjani tersebut."
Ada pepatah, nilai warisan budaya moyang kita yang masih relevan hingga kini: Sepandai-pandai tupai melompat, sekali waktu gamang jua. Ini berlaku pula bagi Huntington. Huntington, sang Tupai ini akhirnya gamang juga, oleh berita yang dikutip di atas itu. Apabila kita sedikit jeli, berita tersebut mengungkapkan bahwa teori tentang ancaman fundamentalisme Islam yang membahayakan demokrasi barat, tidak membumi. Teori tersebut ditolak oleh realitas dari dunia empiris.
Selama ini saya menyangka bahwa sistem pemerintahan negara yang berbentuk republik hanya dua jenis: Kabinet persidensial dan kabinet parlementer. Itulah demokrasi barat. Lalu bagaimana dengan sistem pemerintahan Republik Islam Iran? Cobalah baca penggalan berita: Sedemikian jauh tidak segera ada indikasi dari kalangan konservatif (dalam majelis) apakah mereka akan menerima seluruh menteri yang diusulkan oleh Rafsanjani tersebut.
Rafsanjani mengusulkan menteri ke majelis. Apa artinya itu? Proses pembentukan pemerintahan dilakukan presiden bersama-sama dengan majelis. Terus terang belum pernah saya dengar sebelumnya proses pembentukan pemerintahan seperti itu dalam ilmu tatanegara. Demikian pula melalalui berita itu dapat kita lihat bagaimana Syari'at Islam "wa amruhum syura baynahum", dan urusan mereka dimusyawarakan di antara mereka, dijabarkan ke dalam Ilmu Fiqh dalam ruang lingkup ketatanegaraan oleh ummat Islam yang Syi'ah. Sebelum membaca berita itu saya belum tahu tentang penjabaran Syari'at ke dalam Fiqh di kalangan Syi'ah itu, karena saya bukan Syi'ah, namun saya sangat berterima kasih kepada Syi'ah oleh karena ilmu saya bertambah (terlepas dari perbedaan theologi antara Ahlu sSunnah dengan Syi'ah).
Semestinya pers kita merengguk keluar menjadi milik kita istilah fundamentalis Islam dari tata-komunikasi barat dengan memberikannya konotasi yang positif. Sebab bukankah fundamentalis berarti Ahlu sSunnah? Fundamentalis Islam adalah ahlu sunnah, bukan teokrasi dan bukan pula diktator, terlebih-lebih lagi bukan terroris yang berkonotasi negatif. Huntington perlu belajar dari fundamentalis Islam tentang proses yang sangat demokratis dalam pembentukan kabinet. Bagaimana tuan Huntington dan para pengagumnya yang ada di kampus-kampus Perguruan Tinggi di Indonesia? WaLlahu a'lamu bishsshawab.
*** Makassar, 22 Agustus 1993
22 Agustus 1993
[+/-] |
092. Arus Informasi Tentang Isu Demokrasi, Fundamentalisme dan Terrorisme, Antara Prasangka, Teori dan yang Empiris |
15 Agustus 1993
[+/-] |
091. Teka-teki yang Tetap Berupa Teka-teki, Matematika dan Fisika Tidak Sepenuhnya Eksak, Bagian Kedua (habis) |
Kita mulailah dahulu memperbincangkan yang tidak eksak dalam fisika yaitu yang berupa aproximasi baik yang kwantitatif, maupun yang kwalitatif. Aproximasi yang kwantitatif banyak sekali dijumpai dalam fisika, apakah itu fisika teoritik, lebih-lebih fisika eksperimental, apatah pula dalam fisika teknik, kita bergelimang dengan aproximasi yang kwantitatif. Mengapa? Ya, karena fisika itu dibangun di atas landasan pengukuran. Manalah ada pengukuran yang eksak!
Lalu bagaimana dengan aproximasi yang kwalitatif? Kita akan berikan saja satu contoh, yaitu The General Theory of Relativity dari Albert Einstein. Pendekatan Albert Einstein berbeda dengan Sir Isaac Newton dalam mengkaji alam semesta ini. Einstein memandang alam semesta menurut kacamata matematika, sedangkan Newton memandangnya secara mekanistik. Einstein memandang gravitasi sebagai geodesic line (matematik) sedangkan Newton memandang gravitasi itu sebagai gaya (mekanistik). Maka rumus Einstein tentang gravitasi lebih eksak dari rumus Newton. Seperti diketahui rumus Newton hanya berlaku antara matahari dengan Venus dan satelit matahari di luarnya, tidak berlaku antara matahari dengan Merkuri, sedangkan rumus Einstein berlaku untuk seluruh tata-surya. Jadi rumus Newton hanya berupa aproximasi. Lalu apakah rumus Einstein tentang gravitasi itu sudah eksak? Diragukan. Mengapa? Karena rumus Einstein itu bertolak dari aproximasi. Pada umumnya ada tiga bentuk geometrik, bola berdimensi empat, elipsoida berdimensi empat dan pelana kuda berdimensi empat. Kalkulasi Einstein dalam The General Theory of Relativity memakai model Geometri Riemann, yaitu geometri bola. Einstein berasumsi dalam skala kecil permukaan bola, permukaan elipsoida dan permukaan pelana kuda dapat dianggap sama. Jadi ini suatu aproximasi, tidak eksak. Rumus Einstein tentang gravitasi dalam The General Theory of Relativity hanya sebatas kecil alam semesta yang sangat luas ini. Ya sebatas permukaan bola, elipsoida dan pelana kuda dianggap sama, jadi tidak eksak. Apakah alam semesta ini berbentuk bola, ataukah elipsida ataukah pelana kuda tidak mungkin orang dapat mengetahuinya, tidak mungkin dapat diobservasi, karena menurut observasi kecepatan relatif super-galaxies atau buruj berbanding lurus dengan jaraknya, sehingga ada kecepatan buruj yang sudah mencapai kecepatan cahaya, sehingga tidak dapat dijangkau lagi oleh teleskop, bagaimanapun canggihnya.
Kita akan melangkah sekarang pada teka-teki yang masih berupa teka-teki dalam fisika hingga kini. Sebermula, dalam tahun 1690 Christian Huygens mengemukakan sebuah teori bahwa cahaya itu suatu sistem gelombang. Lalu ia memperkenalkan suatu zat yang hipotetik, yang dinamakannya aether. Suatu zat yang sangat halus, memenuhi alam semesta, dan diam secara mutlak. Dalam tahun 1881 Albert Abraham Michelson melakukan percobaan dengan alat interferemeter. Ia ingin mengetahui berapa kecepatan bumi terhadapa ether yang diam secara mutlak itu. Percobaan itu diulangi lagi bersama-sama dengan Morley dalam tahun 1887, sehingga percobaan itu lebih dikenal dengan percobaan Michelson-Morley.
Hasil percobaan Michelson-Morley menunjukkan tidak ada perbedaan waktu bagi cahaya yang menempuh lintasan tegak lurus dengan yang lintasan menurut gerak bumi. Ini menunjukkan bahwa kecepatan bumi terhadap Aether adalah nol. Jadi bumi sama sekali tidak bergerak terhadap Aether yang diam secara mutlak. Para pakar terperanjat, kecewa, bahkan ada yang demikian paniknya, sehingga ingin memutar kembali jarum jam ketiga abad yang silam, kembali ke faham geosentris, bumi sebagai pusat alam. Ilmu fisika menjelang akhir abad ke 19 menemui jalan buntu.
Einstein tidak panik, ia menunjuk kepada fenomena alam yang didapatkan oleh Fitzgrald, yaitu benda itu akan mengalami perpendekan / kontraksi dalam arah geraknya. Gejala ini disebut kontraksi FitzGerald-Lorentz. Nama Lorentz ikut dibubuhkan, karena atas dasar hasil yang didapatkan Fitzgerald ini, Hendrik Anton Lorentz membuat kalkulasi matematis. Eintein berhasil mengungkapkan sebuah TaqdiruLlah dari hasil percobaan Michelson dan kontraksi F-L tersebut, yaitu kecepatan cahaya invarian, tidak terpengaruh oleh gerak pengamat dan benda yang diamati. Artinya kecepatan cahaya tu tetap 299 792 km/detik terhadap sistem koordinat apa saja. Jadi kecepatan cahaya terhadap bumi, atau terhadap bulan, atau terhadap matahari tetap 299 792 km/detik. Tidak sama dengan benda fisik yang lain, seamsal bulan. Kecepatan bulan terhadap bumi, berbeda dengan kecepatan bulan terhadap Mars, berbeda dengan kecepatan bulan terhadap matahari dst. Dalam pernyataan matematik, dimana c adalah kecepatan cahaya adalah seperti berikut:
c + v = c, c - v = c, c + c = c, c - c = c
Syahdan, inilah teka-teki yang tidak terpecahkan hingga kini. Kecepatan cahaya itu besaran vektor, punya besar dan arah. Lalu mengapa c yang vektor itu tidak tunduk pada aturan operasi dalam sistem aljabar vektor. Atau pertanyaan yang lebih tajam lagi, mengapa c itu tidak menjadi elemen dalam sistem aljabar vektor?
Selanjutnya dalam tahun 1900 Max Planck (1858 - 1947) mengemukakan teori kuantum. Teori itu mengatakan bahwa tenaga radiasi itu dipancarkan secara putus-putus yang disebutnya quanta. Einstein meminjam teori tersebut dengan mengatakan bahwa cahaya itu merupakan kantong-kantong energi, yaitu partikel-partikel yang disebutkannya photon. Dengan cara ini tahun 1905 Einstein dapat menjelaskan fenomena alam yang selama ini belum terpecahkan yaitu efek photoelektris.
Tidaklah berarti bahwa teori gelombang Huygens dengan aethernya itu tertolak. Pembuktian-pembuktian eksperimental sesudahnya menunjukkan bahwa teori gelombang Huygens itu benar. Lebih-lebih makin diyakini orang kebenaran teori itu pada akhir abad ke 19 setelah dicocokkan dengan persamaan elektromagnet dari James Clerk Maxwell. Dalam persamaan Maxwell terdapat konstanta c yaitu kecepatan gangguan terhadap medan elektromagnet, yang secara eksperimental diidentifikasikan sebagai kecepatan gelombang cahaya menjalar. Weber dan Kohlrauch (1856) mendapatkan harga 310 000 km/detik, menghampiri kecepatan cahaya. Percobaan dengan alat yang lebih teliti oleh Curtis (1929) didapatkan c = 299 790 km/detik dan Froome (1952) memperoleh c = 299 792 km/detik. Dari hasil percobaan di atas itu terungkaplah bahwa apa yang oleh Huygens disebut dengan aether, itu adalah medan elektromagnet.
Jadi cahaya itu bermuka dua yaitu berwujud gelombang dan berwujud partikel. Bahkan dualisme ini tambah memuncak dalam tahun 1925 ketika Louis de Brolglie mendapatkan bahwa elektron yang selama ini murni dikenal sebagai partikel, sebenarnya merupakan sistem gelombang. Dua tahun kemudian C.J.Davidson membuktikannya secara eksperimental. Bahkan lebih mengagetkan lagi, bukan saja elektron akan tetapi baik atom sampai kepada molekul juga merupakan sistem gelombang. Inilah pula teka-teki yang tak terjawab hingga kini, apakah cahaya dan molekul partikel atau sistem gelombang.
Maka patutlah disadari bahwa kemampuan manusia dalam mengkaji alam semesta ini sangatlah terbatas kemampuannya. Berfirman Allah dalam S. Al Baqarah 255:
-- Wa la- yuhiethuwna bi syay.in min 'ilmihie illa bima sya-a, dan tidaklah Allah memberikan ilmuNya kepada siapapu juga kecuali atas perkenanNya jua. Allah adalah Sumber Ilmu, wa ma utietum min al'ilmu illa- qalielan, dan tidaklah Kuberikan ilmu itu kecuali cuma sedikit saja, demikian FirmanNya. WaLlahu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 15 Agustus 1993
8 Agustus 1993
[+/-] |
090. Teka-teki yang Tetap Menjadi Teka-teki, Matematika dan Fisika Tidak Sepenuhnya Eksak, Bagian Pertama |
Elok kiranya teka-teki hari Ahad yang lalu tentang 1 = 2 disajikan ulang, namun hanya semacamnya, yaitu 1 = 3.
a3 - b3 = (a - b) (a2 + ab + b2), kalau b diganti a,
a3 - a3 = (a - a) (a2 + a2 + a2)
a3 - a3 = (a - a) 3a2, pada sayap kiri dikeluarkan a2,
a2 (a - a) = 3a2 (a - a),
a2 = 3 a2, hasil akhir 1 = 3
Dimana letak salahnya? Musibah itu disebabkan oleh perlakuan 0/0 = 1, karena bukankah a - a = 0?
Maka hati-hatilah terhadap angka 0. Biasanya orang mengira 1 x 0 = 0, 2 x 0 = 0, 3 x 0 = 0, dst. Ini tidak betul, oleh karena kalau begitu 0/0 = 1, 0/0 = 2, 0/0 = 3 dst yang mendatangkan musibah 1 = 3 untuk 0/0 = 1, atau 1 = 6 untuk 0/0 = 2, atau 1 = 9 untuk 0/0 = 3 dst. 0/0 = ? (tak tentu). Lalu 0 x 0 = ? juga tidak tentu. Ataukah berlaku hukum komutatif? 1 x 0 = 0 x 1? , 2 x 0 = 0 x 2? Tidak jelas. Hanya Allah Yang Maha Tahu tentang itu.
Oleh sebab itu menurut hemat saya, melihat apa yang diperbincangkan di atas, elemen 0 tidak boleh dijodohkan dengan operasi kali dan bagi. Ini saya minta tanggapan dari guru besar pakar matematika kita Ibu Nurul Muchlisah. Bagaimana Bu?
Istilah pendekatan adalah homonim, artinya bermakna ganda: approach dan approximation. Maka untuk approach tetap dipakai istilah pendekatan, sedangkan untuk approximation dipakai istilah aproximasi. Aproximasi terdiri atas yang kwalitatif dan yang kwantitatif. Aproximasi yang kwalitatif banyak kita dapati dalam ilmu fisika. Kita akan kembali nanti mengenai aproximasi yang kwalitatif pada waktu membicarakan bagian yang tidak eksak dalam ilmu fisika, insya Allah pada hari Ahad yang akan datang. Adapun aproximasi yang kwantitatif inilah bagian yang tidak eksak pula dalam matematika. Seamsal pi yang biasanya diambil = 3,14, itu aproximasi yang kwantitatif, tidak eksak. Walau pakai komputer digital sekalipun tidak akan pernah komputer itu berhasil untuk menunjukkan yang eksak, paling-paling jumlah digit yang banyak sesuai dengan yang diprogramkan.
Marilah kita berpindah ke garis. Perlu diperjelas mengenai garis ini, karena ada dua macam garis. Yaitu garis dalam matematika dan garis dalam wujud gambar. Cobalah perhatikan sejenak pada waktu duduk di ruang tamu. Pertemuan dinding depan dengan dinding samping membentuk garis vertikal, dari lantai ke langit-langit. Garis yang terbentuk itu adalah garis dalam artian matematik, hanya satu dimensi, yaitu panjang. Demikian pula titik dalam artian matematika, yaitu perjumpaan antara tiga bidang, yaitu bidang lantai, bidang dinding depan dan bidang dinding samping. Itulah dia titik sudut ruang tamu, titik yang tidak punya dimensi.
Dari segi bahasa orang Inggeris mengatakan to draw a line, menggambar garis. Orang Indonesia dan orang Belanda jalan pikirannya sama, mungkin karena kita pernah dijajah Belanda, yaitu menarik garis, een lijn trekken. Garis dalam wujud gambar ini berdimensi tiga. Tidak percaya? Ambillah mikroskop, maka kelihatan bahwa garis ini berupa balok tinta, punya lebar, punya tinggi dan tentu saja panjang. Demikian pula titik dalam wujud gambar, punya tiga dimensi, karena berupa tumpukan kecil tinta, punya panjang, lebar dan tinggi. Maka dalam artian matematika, garis bukanlah titik yang berjalan. Namun dalam artian gambar, garis memang adalah titik yang berjalan, menarik garis, een lijn trekken, to draw a line. Ini saya teringat waktu di SMP dahulu, guru matematika pernah menjelaskan bahwa garis itu adalah titik yang berjalan. Dan ini pulalah yang masih diingat oleh Pak Mustamin Dg. Matutu dalam tulisan beliau dalam harian Fajar ini. Sebagai informasi, Pak Mustamin itu adalah teman sekolah saya di SMP jalan Maros dahulu, yang sekarang sudah menjadi SMA. Mudah-mudahan para guru kita di SMP tidak ada lagi yang mengajarkan bahwa garis itu adalah titik yang berjalan, sebab ini mengaburkan pengertian garis dalam makna matematik dengan pengertian dalam makna gambar.
Adapun garis ini masih mengandung teka-teki yang tetap menjadi teka-teki, artinya mengandung hal yang tidak eksak. Ada dua postulat yang tidak klop. Grafik hanya mendekati asymptoot, garis sejajar tidak bertemu ujungnya menurut postulat yang satu atau grafik bertemu dengan asymptootnya di tempat tak terhingga, demikian pula garis sejajar bertemu ujungnya di tempat yang tak terhingga menurut postulat yang lain. Mana yang benar di antara kedua postulat ini? Itu pertanyaan yang percuma. Sebab postulat adalah kepercayaan dalam ilmu eksakta. Inilah pula bagian yang tidak eksak dalam matematika, ada dua kepercayaan yang berbeda: tidak bertemu dan bertemu di tempat tak terhingga.
Perihal bagian yang tidak eksak dalam ilmu fisika akan disajikan insya Allah pada hari Ahad yang akan datang. WaLlahu a'lamu bishshawab
*** Makassar, 8 Agustus 1993
1 Agustus 1993
[+/-] |
089. Teka-teki dan Humor |
Teka-teki ada tiga tingkatan. Yang gampang, yang susah dan yang di atara keduanya, gampang-gampang susah. Teka-teki di kalangan anak-anak tentu termasuk dalam teka-teki yang gampang, bahkan teka-teki main-main. Seorang anak bertanya kepada temannya: "Apakah yang terletak di antara bumi dengan langit dan yang terletak ditengah sawah?" Maka dijawablah dengan spontan oleh temannya. "Oh, gampang, yang terletak di antara bumi dengan langit adalah udara dan yang terletak di tengah sawah adalah padi." "Oh, salah, yang benar adalah kata dengan dan huruf w.
Bahwa teka-teki main-main ini kadang-kadang juga terjadi di kalangan antara dosen dengan mahasiswanya. Ini sebuah penuturan seorang mahasiswa ITB: "Seorang dosen fisika, bekas kanonier (tukang meriam) pada waktu Perang Dunia II bernama Ir J.G.Boersma. Dosen ini terkenal di kalangan mahasiswanya sebagai killer, sedikit yang lulus. Saya harus menghadapinya dengan tatap muka, ujian lisan. Setelah saya duduk ia langsung bertanya: 'Wat is er gebeurd als ik dit knop ga drukken.' Apa yang tejadi jika saya menekan tombol ini. Saya tertegun, tidak segera menjawab. Akhirnya saya tidak menjawab, melainkan balik bertanya: 'Maar mijnheer, waarom uw vraag is te gemakkelijk.' Tapi tuan, mengapa pertanyaan tuan itu begitu mudah. Dosen itu mengisyaratkan agar saya menjawab. Lalu saya jawablah bahwa kalau saya menekan tombol aliran listrik masuk kumparan, besi yang dililit kumparan menjadi maknit tangkai pemukul lonceng akn bergerak memukul lonceng. Lalu apa komentar dosen itu. 'Oh jawaban tuan itu tidak lengkap. Mau lihat buktinya? Coba tekan sendiri tombol itu!' Ketika saya menekan tombol, tidak kedengaran bunyi lonceng. Namun beberapa saat kemudian seorang pelayan masuk membwa secangkir kopi susu. 'Andaikan jawaban tuan itu kena betul, tuan akan dapat juga bagian secangkir kopi. Jadi apa yang terjadi, satu kali menekan tombol itu adalah isyarat agar saya dibawakan kopi.' Dosen yang terkenal killer ini tinggi selera humornya. Dosen yang sangat ditakuti mahasiswa ini sesungguhnya tidak lepas juga dari sifat yang manusiawi. Mencoba menghilangkan kekakuan suasana ujian yang penuh formalitas. Bahkan ia mencoba menciptakan suasana agar tidak terjadi jarak antara yang menguji dengan yang diuji."
"Ada pula seorang guru besar dalam ilmu yang disebut Anallijtische Meetkunde bernama Prof. M. T. Leeman," tutur mahasiswa tersebut melanjutkan ceritanya. "Sebelum guru besar ia seorang Drs. Rupanya kebiasaan orang Belanda gelar Drs. tidak dipakai lagi kalau sudah menyandang gelar professor. Dia itu juga tinggi selera humornya. Ada seorang mahasiswa masuk diam-diam karena terlambat, namun sempat dilihat sang dosen. Prof. Leeman memanggil mahasiswa bersangkutan ke papan tulis. Pada waktu itu belum ada yang disebut dengan white board dengan spidolnya, apa lagi yang bernama OHP. Prof. Leeman menuliskan sebuah persamaan yang kemudian disuruh gambar grafiknya. Grafik itu mempunyai asymptoot yang mendatar. Setelah garis asymptootnya itu selesai ia tarik, mulailah ia menggambar grafiknya. Pada waktu grafik itu tiba di pinggir papan tulis, dosen itu mengatakan: "Door trekken (tarik terus)!" Demikianlah mahasiswa menarik garis grafik itu lanjut ke dinding hingga keluar kelas. "Tarik terus! dan jangan kembali." Demikian Prof. Leeman secara humor mengeluarkan mahasiswa itu dari dalam kelas."
Kita kembali ke teka-teki yang gampang-gampang susah. Mana yang lebih berat kapas 1 kg dengan besi 1 kg? Tanpa pikir panjang ada saja yang menjawab besi yang lebih berat. Padahal sama-sama 1 kg jadi sama berat. Akan tetapi kalau anak itu jeli ia akan bertanya dimana kapas dan besi itu ditimbang. Kalau ditimbang dalam ruang hampa, memang sama berat. Namun apabila ditimbang dalam udara terbuka, jawabannya akan lain, yaitu kapas yang lebih berat. Mengapa? Hukum Archimedes tidak hanya berlaku dalam zat cair, melainkan berlaku pula di udara. Benda itu mendapat tekanan ke atas sama berat dengan berat udara yang didesaknya. Volume 1 kg kapas jauh lebih besar dari volume 1 kg besi. Artinya gaya yang menyorong kapas itu ke atas lebih besar dari gaya yang menyorong besi itu. Jadi apa yang ditimbang sebagai 1 kg kapas maupun besi, adalah gaya-gaya resultante ke bawah dan ke atas pada titik berat kapas dan besi itu. Misalkan berat kapas = K, gaya Archimedes ke atas pada kapas = k, berat besi = B, gaya Archimedes ke atas pada besi = b, maka K - k = 1kg, begitu pula B - b = 1 kg. Jadi K - k = B - b. Karena volume kapas > volume besi, maka k>b, sehingga K>B, berat kapas lebih besar dari berat besi, yang dengan perkataan lain kapas yang ditimbang 1 kg lebih berat dari besi yang ditimbang 1 kg dalam udara terbuka.
Yang berikut ini teka-teki dalam ilmu aljabar yang membutuhkan kejelian dan pemikiran yang melebihi teka-teki kapas dan besi di atas itu.
a2 - b2 = (a + b) (a - b). Kalau a diganti b, maka persmaan itu menjadi:
a2 - a2 = (a - a) (a + a). Pada sayap kiri faktor a dapat dikeluarkan, lalu sayap kiri persamaan menjadi: a (a - a), sehingga
a (a - a) = (a - a) (a + a). Karena sayap kiri mempunyai faktor yang sama dengan sayap kanan, maka persamaan itu akhirnya menjadi:
a = (a + a),
a = 2a,
1 = 2
Tentu saja tidak mungkin 1 = 2, lalu di mana letak salahnya? Karena ruangan terbatas, maka sabarlah menunggu jawaban teka-teki 1 = 2, ini yang insya Allah akan diungkap hari Ahad yang akan datang. WaLlahu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 1 Agustus 1993