Perwira menengah Angkatan Laut, Juanda, yang sering dikenal sebagai salah seorang "pembisik" Presiden, sudah dijauhkan dari lingkaran Presiden (Fajar, 27/7-2000). Bisikian-bisikan Letkol Juanda dinilai sering tidak tepat. Dokumen Yusuf Kalla yang dinilai oleh Akbar Tanjung sebagai dokumen yang tidak dapat dijadikan sebagai dasar untuk menuduh Yusuf Kalla ber-KKN, kemungkinan besar bersumber dari bisikan-bisikan Juanda. Boleh jadi karena itulah maka Juanda sekarang telah dienyahkan dari lingkaran pembisik Presiden Abdurrahman Wahid.
Permintaan maaf Presiden Abdurrahman Wahid belum memuaskan para penginterpelasi berhubung tidak substansial karena permintaan maaf itu hanya untuk "gugatan" Presien Abdurrahman Wahid tentang hak interpelasi itu saja. Ada pepatah yang mengatakan: Melihat kilat di air sudah tahu pendayungnya. Artinya dalam konteks kontemporer bermakna melihat yang tersurat telah maklum yang tersirat. Permintaan maaf Presiden Abdurrahman Wahid dalam hubungannnya dengan hak interpelasi adalah yang tersurat, sedangkan yang tersirat adalah permintaan maaf yang substansial. Dienyahkannya Juanda adalah kilat di air, sedangkan pendayung adalah permintaan maaf yang substansial. Oleh sebab itu menurut hemat saya tidaklah perlu menagih Presiden Abdurrahman Wahid secara gamblang untuk minta maaf yang substansial, karena seperti ulasan tadi permintaan maaf substansial itu telah tersirat. Alangkah eloknya kalau proses tabayyun ini tidak perlu ditingkatkan ke taraf mengeluarkan pendapat oleh DPR sesudah SU MPR, sehingga dalam konteks ini terjadilah islah politik yang akan membawa kesejukan iklim kehidupan ekonomi dan reaksi positif dari pasar.
Dalam pada itu dari pihak lain, K.H.Abdurrahman Wahid dapat menimba hikmah dari "mengusik" hak interpelasi itu. Yakni K.H. Abdurrahman Wahid dapat pula secara tegas membedakan antara Presiden Abdurrahman Wahid dengan Gus Dur. Gus Dur adalah masa lalu, masa berkecimpung di LSM, bebas berpikir, bebas mengeluarkan pendapat. Presiden Abdurrahman Wahid adalah masa kini, masih bebas berpikir, tetapi sudah terbatas mengeluarkan pendapat. Yaitu dibatasi oleh kedudukannya sebagai Presiden Republik Indonesia, yang memegang amanah melaksanakan segala peraturan perundang-undangan, bertangga turun: mulai dari UUD, ke Tap MPR, hingga Undang-Undang. Kita semuanya juga (termasuk penulis sendiri) selama ini telah mencampur-adukkan Presiden Aburrahman Wahid dengan Gus Dur. Mulai dari sekarang saya akan berhati-hati menulis, tidak lagi mencampur-adukkan antara Presiden Abdurrahman Wahid dengan Gus Dur.
Hanya Gus Dur yang berkecimpung dalam LSM yang bebas mengeluarkan pendapat: cabut Tap MPRS No.XXV/MPRS/1966, jangan pemerintah diperalat untuk melarang komunisme. Namun setelah Gus Dur berubah menjadi Presiden Abdurrahman Wahid, ia tidak boleh mengeluarkan pendapat yang demikian itu lagi, oleh karena sebagai Presiden ia malahan justru memperoleh amanah untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan.
***
Dari tabayyun yang berskala nasional kita pindah kepada tabayyun yang berskala lokal. Pada 25/7-2000 di ruang data kantor Bupati Maros berlangsung tabayyun yang melibatkan hampir seluruh unsur yang terkait dalam proyek perluasan Bandara Hasanuddin dengan warga pemilik tanah yang didampingi Macassar Intelectual Law. Kalau Presiden Abdurrahman Wahid bersedia secara tatap muka melakukan tabayun dengan DPR, namun ketua Panitia Sembilan, Moh.Alwy Rum tidak bersedia hadir untuk tabayyun. Boleh jadi ini dijiwai oleh semangat yang kebablasan dari Otoda, bahwa daerah itu buat apa tiru-tiru pusat segala. Ataukah ada sebab lain yang mengecutkan hati hingga tidak hadir? Ada empat hal pokok yang perlu tabayyun.
Pertama, kalau memang telah ditetapkan oleh Panitia Sembilan untuk daerah Maros hanya Rp.4000/meter persegi, lalu buat apa repot-repot dianggarkan dalam DIP Rp.7000/meter persegi, ada apa gerangan? ("Analisis" tentang perbedaan yang Rp.3000/meter persegi ini yang menyebabkan M.Arif Wangsa dijatuhi hukuman 6 bulan penjara dengan masa percobaan 1 tahun).
Kedua, adanya pelanggaran HAM, seperti: Mansyur diancam akan dibenturkan kepalanya bila tidak mau menerima ganti rugi. H.Dudang menunjuk kepalanya: "Ini bekas luka di kepala saya akibat dipukuli, karena menolak menerima ganti rugi yang ditawarkan."
Ketiga, mengapa Panitia Sembilan menetapkan harga tanpa ada kesepakatam dengan warga pemilik tanah.
Keempat, ada beberapa warga pemilik tanah yang belum menerima ganti rugi, antara lain Muh.Saleh dan H.Amir Solong yang datang juga menghadiri pertemuan tabayyun itu. Kalau pada tabayyun nasional di atas dihimbau agar sampai di situ saja, maka tabayyun dalam skala lokal ini perlu ditingkatkan kepada penyelesaian hukum secara tuntas, oleh pertimbangan seperti berikut:
Pertama, pernyataan tertulis dari Menteri Perhubungan lewat Dirjennya yang berbunyi: "Direktorat Jenderal Perhubungan Udara tidak akan melaksanakan pembangunan di atas tanah yang bermasalah di daerah Rencana Pengembangan Bandara Hasanuddin, sebelum masalah tersebut (ganti rugi, penulis) diselesaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku", ditanda-tangani oleh Dirjen Perhubungan Udara, Soenaryo Y., tanggal 15 Mei 2000.
Kedua, Pemerintah Perancis mengancam akan menarik modalnya kalau proses pembebasan tanah di Mandai itu masih bermasalah.
Ketiga, kemungkinan embarkasi haji akan dialihkan ke wilayah lain, karena Pemerintah Arab Saudi mengisyaratkan mulai tahun depan memerlukan landasan pacu yang lebih panjang dari landasan pacu Bandara Hasanuddin (TVRI lintas timur). Seekor kerbau berkubang, semua kena lumpurnya. Panitia Sembilan meninggalkan bengkalai pembebasan tanah, seluruh jama'ah haji kawasan timur Indonesia kena batunya. Firman Allah:
-- WATQWA FTNT LA TSHYBN ALDZYN ZHLMWA MNKM KHASHT (S. ALANFAL, 25), dibaca: wattaqu- fitnatal la- tushi-bannal ladzi-na zhalamu- mingkum kha-shshah (s. al anfa-l), artinya: Hindarkanlah fitnah yang tidak hanya menimpa orang zalim saja di antara kamu (8:25). Fitnah dalam bahasa Al Quran lebih luas pengertiannya dari fitnah menurut bahasa Indonesia. Melanggar HAM, tidak membayarkan hak orang adalah fitnah menurut bahasa Al Quran. WaLla-hu a'lamu bishshawa-b.
*** Makassar, 30 Juli 2000
30 Juli 2000
[+/-] |
434. Sekali Lagi Tabayyun |
23 Juli 2000
[+/-] |
433. Tabayyun |
Tabayyun adalah bahasa Al Quran yang dibentuk oleh akar kata yang terdiri dari 3 huruf: BA, YA, NUN, artinya "jelas". Tabayyun bermakna mengusut, mencari kejelasan tentang suatu ALNBA (dibaca: annaba'). Dalam bahasa komunikasi politik kontemporer annaba' disebut "bisikan-provokasi" dan tabayyun disebut "klarifikasi". Anggota DPR menurut undang-undang mempunyai hak tabayyun yang disebut hak interpelasi (bukan interpolasi = sisipan), yang diuraikan panjang lebar dalam jawaban tertulis Presiden Abdurrahman Wahid pada sidang DPR tgl 20 Juli 2000 yang baru lalu, yang dinilai oleh beberapa anggota DPR sebagai bahasan akademik, namun suasana gayung bersambut dalam sidang tersebut ibarat suasana ceramah dan tanya-jawab bidang UUD-45 dalam Penataran P4.
Diriwayatkan, Al Walid bin 'Uqbah bin Abu Mu'ith mendapat amanah, yaitu diutus oleh RasuluLlah SAW untuk mengambil zakat dari Bani Musthaliq. Tatkala tim Al Walid hampir tiba di pemukiman Bani Musthaliq, maka sayup-sayup dari jauh tim Al Walid menyaksikan "pengerahan massa" di pemukiman Bani Musthaliq tersebut. Tampaklah pula dengan tergopoh-gopoh seseorang (kemudian ternyata orang itu fasiq) menemui tim Al Walid, kemudian menyampaikan annaba', bahwa Bani Musthaliq telah murtad, mereka tidak mau membayar zakat, bahkan mereka telah berhimpun berdemonstrasi untuk "menyambut" kedatangan tim Al Walid. Serta-merta Al Walid memerintahkan kepada timnya untuk pulang kembali ke Madinah, tanpa mengutus salah seorang anggota tim ke pemukiman Bani Musthaliq tersebut untuk melakukan tabayyun. Tiba di Madinah dengan segera Al Walid melapor kepada RasululLah SAW annaba' yang diterimanya dari orang fasiq itu, bahwa Bani Musthaliq telah murtad, mereka tidak mau membayar zakat,. Maka turunlah ayat yang berikut ini:
--
YAYHA ALDZYN AMNWA AN JA^KM FASQ BNBA FTBYNWA AN TSHYBWA QWMA BJHALT FTSHBHWA 'ALY MA F'ALTM NADMYN (S. ALHJRAT, 6), dibaca: ya-ayyuhal ladzi-na a-manu- in ja-kum fa-siqum binabain fatabayyanu- an tushi-bu qawman bijaha-latin fatushbihu- 'ala- ma- fa'altum na-dimi-n (s. al hujura-t), artinya: Hai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang-orang fasiq dengan annaba', maka lakukanlah tabayyun, jangan sampai kamu tanpa pengetahuan menimpakan musibah kepada suatu kaum, lalu kamu menyesal atas perbuatanmu (49:6).
Maka Nabi Muhammad SAW segera menugaskan Khalid ibn Walid membawa pasukan kecil kepemukiman Bani Musthaliq itu dengan perintah: "Jangan terburu-buru mengambil tindakan represif, kedatangan pasukan harus secara diam-diam sehingga tidak menghebohkan, lakukan penyelidikan saksama." Khalid mengatur laju pasukannya untuk dapat tiba di pemukiman Bani Musthaliq di malam hari, dan segera mengirim masuk pengintai secara diam-diam. Hasil pengintaian dilaporkan kepada Khalid, azan subuh berkumandang, penduduk shalat berjama'ah subuh di masjid. Bani Musthaliq tidaklah murtad. Annaba' yang diterima oleh tim pengumpul zakat Al Walid berasal dari orang fasiq.
Sementara itu tiba pula di Madinah tim utusan dari Bani Musthaliq, yang rupanya berselisih jalan sehingga tidak bertemu dengan pasukan kecil Khalid di tengah perjalanan. Utusan itu menyatakan sikap bernuansa protes: "Ya RasulaLlah, kedatangan kami ke mari untuk bertanya mengapa utusan RasuluLlah tidak sampai kepada kami untuk memungut zakat, mengapa mereka kembali sebelum sampai kepada kami, padahal kami dengan gembira telah bersiap-siap menyambut tim itu beramai-ramai."
***
Bahwa penggunaan hak interpelasi untuk mendapatkan klarifikasi tentang alasan pencopotan kedua menteri, mana yang benar: tidak dapat bekerja sama, ataukah KKN, yang secara substansial tidak dijawab oleh jawaban tertulis Presiden Abdurahman Wahid, yang menyebabkan kurs rupiah terpuruk lagi, sesungguhnya berasal-muasal dari annaba' yang sampai ke telinga Presiden Abdurrahman Wahid. Apabila annaba' tentang KKN itu benar, maka konsekwensinya harus diproses secara hukum. Akan tetapi jika annaba' KKN itu tidak benar, maka itu berarti penasihat-penasihat pribadi Presiden yang juga sekali-gus menyapaikan bisikan annaba' (karena Presiden tidak mampu membaca), tidak profesional seperti ketidak-profesionalan ketua tim pemungut zakat Al Walid bin 'Uqbah bin Abu Mu'ith itu. Al Walid tidak profesional sebagai pembantu RasuluLah, lekas percaya annaba' dari orang fasiq. Bisikan orang fasiq itu dilulur bulat-bulat oleh Al Walid, bahwa Bani Musthaliq telah murtad, tidak mau membayar zakat, faktanya didukung oleh pengerahan massa yang berdemonstarsi yang disaksikan oleh Al Walid sayup-sayup sampai dari jauh. Padahal orang-orang yang dilihat Al Walid sayup-sayup sampai itu sebenarnya ingin menyambut dengan gembira tim Al Walid.
Hendaknya Presiden Abdurrahman Wahid dalam sehari dua hari ini (tulisan ini ditulis hari Sabtu) dapat memberikan jawaban secara tertulis apa adanya sejujur-jujurnya, serta minta maaf jika ternyata alasan pemecatan karena KKN itu tidak benar (ibarat pengerahan massa yang berdemonstrasi yang disaksikan oleh Al Walid sayup-sayup sampai dari jauh, penulis). Janganlah pula himbauan Eky Syachruddin agar Gus Dur minta maaf disambut oleh Gus Dur dengan mengatakan bahwa dalam Al Quran tidak ada perintah untuk meminta maaf, karena yang ada hanya perintah untuk memberi maaf. Andaikan Gus Dur sampai hati tidak minta maaf karena tidak adanya perintah minta maaf itu, maka tidak ada salahnya Gus Dur meminta maaf, karena dalam Al Quran tidak ada pula larangan untuk meminta maaf. Dengan minta maaf suhu politik menurun, iklim politik menjelang Sidang Umum MPR menjadi sejuk alias "comfortable", SU MPR dapat berjalan santai tetapi serius.
Kalau memang annaba' KKN itu ternyata tidak benar, patutlah Presiden Abdurrahman Wahid membersihkan lingkungannya dari penasihat-penasihat yang tidak profesional, yang bermental beo, kuning kata Gus Dur kuning kata dia, yang beri'tikad tidak baik, mulai dari lapisan lingkaran pertama, kedua dan seterusnya. Patutlah pula Presiden Abdurrahman Wahid tidak hanya mau mendengar dengan telinga kirinya, tetapi juga dengan telinga kanannya. Dengan demikian mudah-mudahan Gus Dur dapat bertahan hingga tahun 2004, karena di samping Gus Dur itu aset ummat Islam, juga tak kurang pentingnya ialah suatu preseden buruk menurunkan Presiden di tengah jalan, lagi pula akan terjadi ketidak-stabilan politik yang akan berdampak pada iklim perekonomian dan keamanan. WaLla-hu a'lamu bishshawa-b.
*** Makassar, 23 Juli 2000
16 Juli 2000
[+/-] |
432. Kebenaran Lawan Kebenaran |
Husni Jamaluddin telah mengemukakan contoh-contoh di Indonesia tentang pertikaian kebenaran lawan kebenaran (KLK). KLK ini kita dapat jumpai pula dalam cerita-cerita lama, yang beberapa di antaranya telah difilmkan. Pernah lihat film Taras Bulba? Kalau belum, ini ceritanya, kalau sudah, ya refreshing. Pasukan Kazak di bawah pimpinan panglimanya, Taras Bulba (dimainkan Yull Bryner, mungkin salah menulisnya karena hanya dikorek dari ingatan), mengepung sebuah benteng Polandia. Mereka berkemah sedikit di luar batas jangkauan peluru meriam dari benteng. Setelah puluhan hari pengepungan, Taras Bulba (TB) ingin tahu bagaimana situasi dalam benteng, sehingga suatu malam menugaskan puteranya (dimainkan Tony Curtis-TC) masuk menyusup ke dalam benteng. Apa yang disaksikan TC, penduduk-biasa berburu, tetapi tidak seperti orang Kazak berburu di steppe, melainkan penduduk-biasa itu, yang mukanya sudah kurus-kurus, matanya membelalak, berburu memperebutkan tikus-tikus. Keadaan itu dilaporkannya kepada panglima dan ayahnya itu. Pasukan Kazak bersorak kegirangan, tetapi TC tidak. Bahkan beberapa malam kemudian TC menggiring beberapa ekor sapi dari perbekalan pasukan Kazak ke pintu benteng. Penghuni benteng memperoleh makanan, tetapi TC tertangkap dan diesekusi sendiri oleh panglima dan ayahnya, karena berkhianat. Inilah KLK, kebenaran kehormatan bangsa Kazak yang diusik di steppe-steppe mau dijajah oleh orang Polandia, melawan rasa kemanusiaan, penduduk-biasa yang bukan tentara menderita kelaparan. Singkatnya kalau memakai terminologi kontemporer: kebenaran nasionalisme melawan kebenaran HAM.
Pernah lihat film berseri Zato Ichi? Kalau belum, ini ceritanya, kalau sudah, ya refreshing. Zato Ichi (ZI), si Buta yang sang pendekar pedang (bukan si Buta dari Gua Hantu!), yang memegang pedang tidak seperti pendekar yang lain memegang pedang, melainkan seperti memegang pisau. Dalam pengembaraannya ZI bertemu dengan seorang ibu yang sakit-sakitan, beserta seorang anaknya perempuan yang balita. Pada waktu sekarat sang ibu berpesan memberikan amanah kepada ZI yang disanggupi ZI, yaitu supaya anak balitanya itu dipertemukan dengan ayahnya, seorang pelukis (P).
Juga dalam pengembaraannya ZI bertemu dengan seorang Samurai (S). Sebagaimana lazimnya, tak terkecuali di Indonesia, hampir mayoritas profesi tuna-netra berupa tukang pija(i)t dan urut, profesi ZI juga adalah tukang pijat. Dikatakan hampir mayoritas, karena ada yang minoritas yang tidak buta seperti tukang pijat Gus Dur, yaitu Soewondo yang sedang buron (atau disembunyikan?). ZI yang tukang pijat memijit S. Dan seperti lazimnya ZI dengan Samurai terlibat percakapan dengan suara kecil, ya berbisik, barangkali seperti bisikan Soewondo tatkala sedang memijit orang-orang yang dipijitnya. Dari bisik-bisik itu ZI mendapatkan informasi bahwa S ternyata seorang petugas kerajaan yang sementara dalam tugas mencari buronan (Br), karena melanggar aturan raja (istilah kontemporernya: peraturan perundang-undangan).
Setelah ZI selesai memijat, S membayar di atas upah kelaziman profesi pijat, tidak seperti sekarang Panitia Pembebasan Tanah yang menaksir harga tanah yang akan dibebaskan ataupun dicabut hak kepemilikannya demi kepentingan "umum" di bawah harga kelaziman (baca: harga pasar), maka itu disebut juga ganti rugi. Kata umum ditaruh di antara tanda petik, oleh karena menurut Kepres no.55 thn 1993, sarana olah raga juga termasuk kepentingan umum. Maka demi kepentingan "umum" dicabutlah hak kepemilikan atas tanah para petani sayur di Puncak Jabar untuk sarana olah raga golf.
Kembali kepada upah pijit di atas kelaziman itu. ZI merasa tersinggung mendapatkan upah di atas kelaziman. ZI mengembalikan sebagian uang S sambil mengatakan bahwa kebiasaannya tidak mau menerima hadiah. Singkat cerita beberapa waktu setelah pijit dan bisik serta upah di atas kelaziman itu, S mendapati ZI secara single fighter bertempur melawan gerombolan pengacau. S ikut ambil bagian, karena memang sudah profesinya menjaga keamanan kerajaan. Akhir pertempuran dimenangkan oleh ZI dan S, gerombolan banyak yang mati dan banyak yang tertawan. Salah seorang di antara tawanan itu ternyata P yang dicari oleh ZI dan S. Dan ternyata pula P yang dicari oleh ZI tidak lain dari Br yang dicari-cari S. Semua tawanan akan digiring ke ibu kota oleh S untuk diadili dan menerima hukuman.
Br memprotes bahwa ia terlibat dalam aktivitas sindikat karena dipaksa. Br dipaksa untuk melukis lukisan-lukisan porno yang diedarkan untuk dijual oleh jaringan sindikat itu. S mengatakan keberatan Br itu dapat dikemukakan nanti dalam pengadilan. Yang jelas Br telah melanggar aturan kerajaan dalam kejahatan melukis lukisan poron. ZI minta kepada S agar P alias Br dibebaskan, karena pada dasarnya P bukan orang jahat. ZI yakin betul, seorang seniman yang betul-betul seniman bukanlah orang jahat. Apa lagi ZI mendapat amanah untuk mempertemukan anak balita itu dengan ayahnya. Kasihanlah balita itu, ikut digiring ke Kotaraja. ZI berbicara menurut bisikan hati nurani kemanusiaan. Di sini terjadi pula KLK. Dalam terminologi kontemporernya kebenaran supremasi hukum melawan HAM.
Perbedaan pendapat ZI dengan S akhirnya diselesaikan dengan ayunan pedang S dengan tangkisan "pisau panjang" ZI. Kalau dalam film Taras Bulba dengan eksekusi, pengarang cerita itu mempunyai visi kebenaran nasionalisme dimenangkan di atas kebenaran HAM. Dalam film berseri ZI pengarang menyelesaikan ceritanya dengan S mengalah, tetapi bukan karena permainan pedangnya yang kalah. Artinya pengarang film berseri ZI mempunyai visi kebenaran supremasi hukum dikalahkan di bawah kebenaran HAM.
Lalu bagaimana KLK ini menurut Al Quran? Firaman Allah SWT:
-- WQALT ALYHWD LYST ALNSHRY 'ALY SYY^ WQALT ALNSHRY LYST ALYHWD 'ALY SYY^ WHM YTLWN ALKTB KDZLK QAL ALDZYN LA Y'ALMWN MTSL QWLHM FALLH BYNHM YWM ALQYMT FYMA KANWA FYH YKHTLFWN (S. ALBQRT, 113), dibaca: waqa-latil yahu-du laysatin nasha-ra- 'ala- syayin waqa-latin nasha-ra- laysatil yahu-du 'ala- syayin kadza-lika qa-lal ladziyna la- ya'lamu-na mitsla qawlihim faLla-hu yahkumu baynahum yawmal qiya-mati fi-ma- ka-nu- fi-hi yakhtalifu-n (s. al baqarah), artinya: Berkata orang-orang Yahudi tidaklah orang-orang Nasrani di atas suatu (kebenaran), dan berkata orang-orang Nasrani tidaklah orang-orang Yahudi di atas suatu (kebenaran), padahal mereka itu sama-sama membaca Kitab. Demikian pula berkata orang-orang yang tak berpengetahuan seperti perkataan mereka, maka Allah akan menghukum di antara mereka pada hari kiamat, tentang apa-apa yang mereka perselisihkan (2:113). WaLla-hu a'lamu bishshawa-b.
*** Makassar, 16 Juli 2000
9 Juli 2000
[+/-] |
431. Bergaya dan Bervisi pada Posisi Masing-Masing |
Pada hari Kamis yang lalu saya menerima telepon menyangkut Seri 430 ybl. Yang bertelepon (saya sebut saja si Fulan sebab ia tidak menyebutkan namanya) itu mengatakan bahwa ia lebih setuju dengan pendapat Mathori Abd Jalil yang diwawancarai Tampubolon dil TPI baru-baru ini tentang gaya kepemimpinan Gus Dur ketimbang tulisan dalam Seri 430 yang menyarankan supaya Gus Dur mengubah gaya kepemimpinannya.. Saya sendiri tidak mengikuti wawancara tersebut, namun saya percaya betul bahwa si Fulan tidak berbohong tentang pendapat Mathori yang memuji gaya kepemimpinan Gus Dur melempar isu untuk memancing reaksi orang-orang yang merasa dirinya kena tuding, melempar isu dengan kata-kata bersayap untuk dapat dibantah kemudian. Si Fulan juga bertanya apakah ada ayat yang mengharuskan orang mengubah gayanya jika posisinya sudah lain. Saya hanya menjawab pendek bahwa gaya lempar isu boleh jadi efektif untuk memancing yang dituding, namun pendapat Mathori yang memuji gaya itu adalah seperti pandangan kuda bendi, tidak melihat ke kanan-kiri. Sebab gaya Gus Dur itu sangat kontra-produktif, lihat saja kurs rupiah yang menukik ke bawah menembus ambang batas psikologis Rp.9000 per $ pada hari Rabu 5 Juli 2000.. Kemudian pertanyaannya tentang ayat, saya suruh cara mencari Surah 39 ayat 39. Kira-kira waktu sepeminum rokok kemudian si Fulan bertelepon lagi bahwa ayat itu mengatakan: Katakanlah, hai kaumku beramallah kamu menurut keadaanmu, sesungguhnya aku beramal pula menurut keadaanku. Kata si Fulan tidak ada sana sekali hubungannya dengan posisi. Lalu saya jawab itu mengambil waktu untuk menjelaskannya di telepon, walaupun pulsanya saudara yang bayar, namun menghalangi telepon yang akan masuk. Maka lahirlah judul di atas itu dalam seri ini.
Sebelum membahas ingin saya mengutip sedikit dari Seri 430:
Kinerja sistem mekanisme organisasi sangat ditentukan oleh gaya kepemimpinan. Kinerja para menteri sangat ditentukan oleh gaya kepemimpinan Gus Dur sebagai Presiden. Gaya kepemimpinan masa lalu Gus Dur dalam dunia informal yang berakar dari pesantren, kemudian bertumbuh dalam iklim LSM dibawa masuk ke dalam dunia formal pemerintahan. Alangkah baiknya jika Gus Dur introspeksi diri mengubah gaya kepemimpinan pesantren “one man show”. Mengubah sikapnya yang dibentuk oleh iklim LSM, bersikap lempar “ucap” ke sana ke mari. yang “kontroversial-kontraproduktif”. Kita berharap semoga Gus Dur dapat memimpin Republik Indonesia ini hingga akhir masa jabatannya tahun 2004. Sebab nanti akan menjadi preseden buruk menurunkan Presiden di tengah jalan.
***
-- QL YQWM A'AMLWA 'ALY MKANTKM ANY ‘AAML FSWF T’ALMWN (S. ALZMR, 39), dibaca: Qul ya- qawmi'malu- 'ala- maka-natikum inni- ‘a-milun fasawfa ta’lamu-n, (s. azzumar), artinya: Hai kaumku berkerjalah pada posisi kamu, sesungguhnya aku bekerja (pada posisi saya pula), maka nanti kamu ketahui (39:39). Akan diperbincangkan dahulu terjemahan MKAN (maka-n). Dalam tafsir-tafsir berbahasa Indonesia maka-n umumnya diterjemahkan dengan keadaan, ke dalam bahasa Belanda dengan vermogen ke dalam bahasa Inggris dengan ability, power. Kita mulai dahulu dengan terjemahan Indonesia. Keadaan dalam bahasa 'Arabnya ialah HALT (ha-lah, dari sini berasal kata hal). Terjemahan ini bersifat umum tidak spesifik, jadi vermogen, ability dan power termasuk di dalamnya. Selanjutnya akan ditinjau terjemahan Belanda vermogen (= kemampuan) dalam bahasa 'Arabnya ialah QART (qadrah), MQDRT (maqdarah) MHART (maha-rah, adapun kata mahar dalam bahasa Indonesia berasal dari kata ini). Seterusnya akan disorot terjemahan Inggris ability dan power. Ability sama betul artinya dengan vermogen dalam bahasa Belanda, jadi kita langsung tinjau saja power (=kekuasaan). Dalam bahasa 'Arabnya power ini adalah SLTHH (sulthah), DWLT (daulah), QWT (quwwah), QWY (qawiyy).
Dari hasil survei di atas itu tidak kita dapatkan kata MKAN (maka-n). Sinonim dari kata MKAN adalah MRKZ (markaz), MWQF (mauquf, inti ibadah haji adalah wuquf di 'Arafah, mauquf, wuquf dari akar kata WQF) dan MWDH'A (maudhi'). Wadha'a fi- maka-n, = menempati posisi, wadha'a fi- markaz, = menempati markas. Demikianlah maka kita terjemahkan maka-n dalam ayat (39:39) dengan kata “posisi”. Terjemahan dengan kata “spesifik posisi ini” sungguh terjemahan yang kontekstual dengan gaya kepemipinan dan visi seorang pemimpin. Pada waktu Nabi Muhammad SAW masih di Makkah, posisi beliau dan ummat Islam dalam keadaan maf’u-lun bih, objek, maka gaya Nabi Muhammad SAW adalah persuasif, namun setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah menjadi fa-‘il, subyek, gaya Nabi Muhammad SAW menjadi “tegas atas orang kafir, ramah di antara mereka. Di bawah ini disajikan pula dua contoh tentang berubahnya gaya kepemimpinan berhubung berubahnya pula posisinya.
***
Prof DR Ahmad Amiruddin pada waktu masih menjadi Rektor Universitas Hasanuddin berubah visinya tatkala menjadi Gubernur Sulawesi Selatan. Pada waktu Amiruddin wadha'a fi- maka-n, menempati posisi Rektor visinya mengenai Kuliah Kerja Nyata (saya tidak singkatkan dengan KKN) ialah bahwa Kuliah Kerja Nyata itu harus bernuansa pendidikan. Akan tetapi tatkala Amiruddin wadha'a fi- maka-n, menempati posisi Gubernur, visinya berubah mengenai Kuliah Kerja Nyata, yaitu bahwa nuansa Kuliah Kerja Nyata itu adalah pengabdian masyarakat.
Abu Bakar AshShiddiq RA pembawaannya bergaya lemah lembut pada waktu masih menempati posisi sebagai tokoh masyarakat. Akan tetapi pada waktu beliau sudah menempati posisi sebagai Khalifah yang Pertama, gaya beliau menjadi tegas dan keras. Tatkala ada beberapa Qabilah tidak mau membayar zakat, beliau mengambil keputusan untuk memerangi mereka. Walaupun 'Umar bnu Khattab RA (yang kemudian menjadi Khalifah yang Kedua) memberikan nasihat supaya diadakan pendekatan yang persuasif, namun beliau tetap dalam visinya, bahwa ketidak sediaan Qabilah itu membayar zakat, bukan karena ketidak sediaan membayar zakat itu an sich, melainkan mempunyai latar belakang poltik, yaitu pembangkangan terhadap pusat pemerintahan Madinah. Demikian pula Abu Bakar AshShiddiq RA sebagai khalifah mengambil keputusan tegas sekali-gus berperang menghadapi dua raksasa di barat yaitu Kerajaan Rum (Romawi) dan di timur yaitu Kerajaan Sassan (Parsi). Qabilah-qabilah perbatasan yang selama ini di bawah kontrol kerajaan Rum dan Sassan, tidak lagi mentaati kewajibannya sebagai qabilah jajahan, oleh karena telah masuk dalam wilayah administrasi Dawlah Islamiyah Madinah. Itulah sebabnya Abu Bakar AshShiddiq RA yang mempunyai visi harus menegakkan wibawa Dawlah Islamiyah Madinah harus pula bergaya kepemimpian bersikap keras dan tegas dengan membuat keputusan berani berperang melawan kedua raksasa itu. Dan seperti kita lihat dalam sejarah, peperangan melawan kedua raksasa itu kemudian diteruskan oleh Khalifah yang Kedua Umar bnu Khattab RA yang akhirnya dimenangkan oleh Dawlah Islamiyah Madinah. WaLlahu A'lamu bi Al Shawa-b.
*** Makassar, 9 Juli 2000
2 Juli 2000
[+/-] |
430. Resep Menghapus Kolusi |
Abu Nuwas, nama aslinya Al Hasan ibn Hani (756 - 810), seorang penyair berasal dari Khuzistan, hidup di Basra dan Baghdad, sahabat Khalifah Harun Al Rasyid (764 - 809). Di Indonesia, yang riwayat hidupnya bercampur cerita-cerita dongeng, ia dikenal dengan nama Abu Nawas. Sebenarnya ia berasal dari masyarakat bawah, tetapi dalam cerita-cerita di Indonesia disebutkan sebagai anak dari Qadi Yamani (QY). Dalam cerita dikatakan tatkala QY akan menghembuskan nafasnya yang terakhir, masih sempat berpesan kepada Abu Nawas, bahwa apabila ia telah meninggal ciumlah telinganya. Jika baunya harum, bolehlah Abu Nawas menjadi qadi (hakim agung), namun jika baunya busuk, janganlah ia meniru jejak ayahnya menjadi qadi. Tatkala QY telah meninggal, ternyata telinga kanannya berbau harum, namun telinga kirinya busuk baunya, padahal QY terkenal dengan keadilannya, terutama dalam hal memutuskan perkara tentang kolusi. Di bawah ini dituturkan dua kasus perkara kolusi yang diputuskan dengan adil dan benar oleh QY.
Pada hari Senin, sebuah kereta dikendalikan dengan cepat dan liar oleh sais (kusir) menuju ke gedung pengadilan. Kereta kuda itu bermuatan dua orang, seorang berpakaian saudagar dan seorang berpakaian biasa saja serta barang dagangan berupa kain-kain yang mahal harganya. Setelah melompat turun sais itu dengan tergopoh-gopoh menemui QY di ruang kerjanya. Ia mengadukan halnya, bahwa sebenarnya ia seorang saudagar, tetapi di tengah jalan sais yang berkolusi dengan seorang penumpang yang baru naik memaksanya bertukar pakaian, sehingga menjadilah ia berpakaian sais dan sais itu berpakaian saudagar. Dengan segera saudagar dan pembantunya itu dimintai keterangan. Keduanya menyangkal tuduhan itu dan mengatakannya fitnah. QY memerintahkan kepada petugas untuk menahan ketiga orang itu beserta kereta kuda dan barang dagangan di atasnya selama tiga hari. Pada hari Kamis ketiga orang itu dibawa lagi menghadap. Ketiganya disuruh duduk di atas bangku di luar ruang kerja. Dengan tiba-tiba terdengar suara berwibawa dan sedikit membentak QY berseru memanggil: "Sais!". Orang yang berpakaian saudagar itu tersentak berdiri. Maka QY memutuskan laporan orang berpakaian sais itu benar dengan dua bukti: Pertama karena sais itu biasa dipanggil dengan profesinya, maka tatkala dikejutkan tampaklah aslinya, ia lupa bahwa pada waktu itu ia berpakaian saudagar dan mengaku sebagai saudagar. Bukti kedua, kuda penarik kereta itu tiga hari lamanya tidak diberi makan, dan ditambatkan di tempat antara ruang tahanan dengan ruang kerja QY. Setelah tiga hari tatkala yang berpakaian sais itu dibawa menghadap oleh petugas melalui tempat kuda itu ditambatkan, kuda yang kelaparan itu tidak bereaksi apa-apa, namun kuda itu menarik-narik tali penambatnya, pada waktu yang berpakaian saudagar itu datang mendekat dibawa oleh petugas. Sais yang asli dijatuhi sanksi potong tangan kanan, sedangkan teman kolusinya tangan kiri. Eksekusi dijalankan setelah shalat Jum'at keesokan harinya.
Seorang tua dari desa yang jauh datang menghadap QY bahwa isterinya dengan membawa perhiasan emas, intan, permata dibawa lari seorang pemuda ke desa lain. Dengan segera QY menugaskan petugasnya pergi ke desa yang disebutkan orang tua itu untuk membawa menghadap pasangan tertuduh itu. Rupanya yang diakui isteri oleh orang tua itu masih muda dan cantik. Pada hari Kamis perkara itu disidangkan. "Perempuan ini disayembarakan. Pemenangnya akan dinyatakan suaminya yang sah," demikian kata QY begitu sidang pengadilan dibuka olehnya. Sayembara itu berupa memikul beduk yang besar berkeliling lapangan, siapa yang lebih cepat waktunya ialah yang dinyatakan pemenangnya. Yang mula-mula memikul beduk si pemuda. Ia berhasil berkeliling lapangan dalam waktu 15 menit. Tatkala giliran orang tua itu memikul beduk yang besar itu baru separuh perjalanan ia sudah jatuh kepayahan. Tiba-tiba dari dalam beduk itu keluar seorang katek. Ia berlari-lari menghadap QY untuk melaporkan apa yang telah didengarnya dari kedua orang yang bersayembara itu. Si pemuda berkata: "Wah, berat juga rupanya bedug ini, tetapi tidak apa, asal saya dapatkan bini orang tua itu. Si tua itu tidak akan mampu berjalan secepat saya ini". Si tua berkata: "Masya-Allah, beratnya bedug ini. Saya kira tadinya QY itu adil. Lunturlah sudah kepercayaan saya kepadanya, karena cara bersayembara ini sunguh-sungguh tidak adil, orang tua diadu dengan anak muda memikul barang berat. Ya Allah, saya sudah tidak mampu lagi." Pasangan yang berkolusi berselingkuh dan mencuri ini dijatuhi sanksi potong tangan, dan dirajam sampai mati. Eksekusi potong tangan dilaksanakan keesokan harinya setelah shalat Jum'at, sedangkan eksekusi rajam dilaksanakan setelah tangan keduanya sembuh, juga pada hari Jum’at setelah shalat.
***
Dewasa ini di Indonesia kolusi itu mengalami kemajuan, tidak seperti pada zamannya QY yang tidak melibatkan pejabat. Mafia peradilan yang dibangun di atas landasan kolusi, sangat sulit diberantas. Sudah hal yang biasa karena kolusi seorang tersangka dalam hal pidana umum, tidak sampai diserahkan ke kejaksaan karena dihadang oleh Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), begitu pula dalam hal pidana khusus, si tersangka tidak lanjut ke pengadilan karena dipalang oleh SP3. Dikatakan di atas sudah biasa, oleh karena jika terbitnya SP3 itu murni tanpa kolusi antara tersangka melalui kuasa hukumnya dengan pejabat sistem peradilan, maka itu adalah hal yang luar biasa. Demikian pula putusan hakim dalam sidang pengadilan tanpa kolusi, maka itu juga termasuk luar biasa. Dalam perkara perdata demikian pula, siapa di antara penggugat dengan tergugat yang lebih memilik Dg Gassing dan Dg Kulle (bhs Makassar, gassing = kuat, kulle = mampu, maksudnya kekuatan dan kemampuan uang), maka ialah yang dimenangkan. Juga dalam perkara perdata ini, jika ada keputusan hakim tanpa sodoran Dg Kulle dan Dg Gassing, maka itu luar biasa.
Lalu apa resepnya supaya penasihat hukum dan para pejabat sistem bersih dari kolusi? Bagi yang beragama Islam, inilah resepnya: bacalah Surah Yasin setiap malam Jum'at, dan simak maknanya, terutama ayat ini: ALYWM NKHTM 'ALY AFWAHHM WTKLMNA AYDYHM WTSYHD ARJLHM BMA KANWA YKSBWN (S.YS, 65), dibaca: alyawma nakhtimu- 'ala- afwa-hihim watukallimuna- aydihim, watasyhadu arjuluhum bima- ka-nu- yaksibu-n (s. ya-sin), artinya: Pada hari (pengadilan di akhirat) Kami tutup mulut mereka, dan tangan mereka yang berbicara kepada Kami, serta bersaksi kaki mereka tentang apa-apa yang mereka telah perbuat (di dunia) (36:65). WaLla-hu a'lamu bishshawa-b.
*** Makassar, 2 Juli 2000