Beberapa hari yang lalu dalam acara "Indonesia Menangis" di Metro TV kita dapat saksikan Sherina Munaf menyanyikan lagu:
Tuhan marahkah kau padaku?
Sungguh deras curah murkaMu
Kau hempaskan jarimu di ujung Banda
Tercenganglah seluruh dunia
Tuhan mungkin Kau kuabaikan
Tak kudengarkan peringatan
Kusakiti engkau sampai perut bumi
Maafkan kami oh rabbi
Engkau yang perkasa jangan marah lagi
Biarkanlah kami songsong matahari
Engkau yang pengasih ampunilah dosa
Memang semua ini kesalahan kami
Oh Tuhan ampuni kami
Oh Tuhan tolonglah kami
Tuhan ampuni kami
Tuhan tolonglah kami
Karena menuai protes, maka baris kedua diganti dengan: "Inikah akhir duniaku", kata seru "oh" dalam baris ke-8 diganti dengan "ya" dan baris ke-9 diganti dengan "Engkau yang perkasa pemilik semesta". Walaupun sudah dimansukh (diamandemen), namun baris ke-12 "Memang semua ini kesalahan kami" masih problematis. Siapakah itu yang dimaksud oleh pencipta lagu (kalau tak salah Chosy Pratama?) dengan "kami"? Siapa lagi, tentu orang Aceh bukan? Kalau bendungan Biliq-Biliq diserang "tsunami" lumpur dari longsoran G. Bawa KaraEng, sehingga PDAM bagian selatan kota "mati kutu", maka itu benar memang semua itu kesalahan kami. "Kami" di sini maksudnya perambah hutan tradisional penduduk setempat yang pakai kapak dan terutama sekali perambah hutan modern yang punya lisensi yang pakai mesin gergaji.
Suatu kesalahan besar Chosy Pratama, karena orang Aceh sama sekali tidak terlibat dalam hal terjadinya gempa yang membuahkan tsunami pada 26 Desember 2004. Ataukah Chosy Pratama dengan adanya kata "dosa" dalam baris ke-11, mempunyai persepsi karena dosa orang Acehlah maka Allah murka sehingga menggetarkan lempeng di dasar laut 150 kilometer sebelah Barat Daya Aceh itu. Patut diduga demikianlah persepsi Chosy Pratama, jika dikaitkan dengan baris kedua "Sungguh deras curah murkaMu", yang telah dimansukh menjadi "Inikah akhir duniaku". Jadi walaupun baris-baris itu telah dimansukh, namun dengan tidak dimansukhnya baris ke-11 dan 12, maka tidaklah terhapus persepsi Chosy Pratama yang absurd itu: karena dosa orang Acehlah maka Allah murka.
***
Dalam Seri 657 termaktub: Tak ayal lagi gempa tektonik 150 kilometer sebelah Barat Daya Aceh yang menyebabkan timbulnya tsunami yang menyapu Aceh sebagai front terdepan adalah isyarat Allah SWT yang perlu kita tepekur merenungkan makna isyarat itu.
Khalifah 'Umar ibn Khattab RA turun langsung mengadakan penelitian sampai di mana keimanan rakyatnya. Dipilihnya sampel seorang gembala di bukit yang sedang menggembalakan ternak. "Ya, walad, saya ingin membeli seekor biri-birimu", kata Khalifah. "Ya, syaikh, biri-biri itu kepunyaan majikan saya. Pergilah tuan ke balik bukit itu menjumpainya," jawab gembala itu. "Wah saya terburu-buru, tidak punya waktu untuk ke sana. Juallah seekor, dan engkau katakan pada majikanmu, biri-biri itu diterkam serigala", Khalifah melanjutkan tawarannya. Maka dengan mata terbelalak, gembala yang tidak mengenal Khalifah 'Umar membentak: "Fa aynaLlah!"
Seorang perempuan mendapatkan sekaleng minuman dibawah timbunan rongsokan, mendatangi seorang Ustadz, bertanyakan apakah halal ia meminum isi kaleng itu. Bayangkan dalam keadaan berhari-hari tidak makan dan tidak minum, seorang penduduk biasa dari "grass root" di Aceh masih teguh istiqamah (konsisten) tentang halal/haram, seperti grass root gembala pada zaman Khalifah 'Umar. Perempuan itu mencerminkan keimanan rakyat kebanyakan di Aceh.
Rakyat Aceh telah puluhan tahun menderita akibat pertikain bersenjata. Isyarat Allah berupa tsunami yang dahsyat itu adalah untuk mengakhiri penderitaan penduduk Aceh yang akhlaqnya dicerminkan oleh perempuan yang diceritakan di atas itu. Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang menyelamatkan hambaNya di Aceh, yaitu mati syahid. Mati tenggelam dalam keadaan tidak sedang berbuat maksiyat adalah mati syahid. Maka pesepsi kita harus diubah, yaitu yang selamat dalam tsunami itu adalah mereka yang meninggal dunia. Inilah isyarat Allah yang terpenting yang dapat dipetik dari tsunami itu, yakni Allah menunjukkan sifat Rahman dan RahimNya kepada hambaNya.
Masih ada makna yang lain dari isyarat Allah. Di daerah Krueng Raya yang berada di pantai barat berdiri meunasah (mushalla), An Nur, di mana Taufiq bin Ahmad setiap malam sampai subuh mendirikan Shalat al Layl dengan sujud-sujud panjangnya. Mengajar anak-anak kecil mengaji dari perkampungan pantai dan juga berdakwah. Meunasah sederhana yang terbangun dari papan itu beserta Taufiq bin Ahmad anak-beranak dibawa arus sampai beratus-ratus meter jauhnya. Dari dalam meunasah mereka itu merasakan hantaman ombak tsunami, pusaran air yang menggulung-gulung. Namun meunasah itu tetap tegar berdiri seratus meter jauhnya dari tempat berdirinya semula.
Masih di Kreung Raya, sebuah dayeuh (pesantren) yang berdiri di tepi pantai, Darul Hijrah namanya, masih tetap seperti semula. Dayeuh dengan enam bangunan yang terbuat dari rumah panggung papan itu bahkan tak bergeser sedikit pun. Para santrinya tak kurang suatu apa. Menurut keterangan para santri gelombang tsunami memang menerpa. Namun, tepat di sekitar dayeuh, arus gelombang seakan melemah. Bahkan gelombang seolah terbelah dan membiarkan dayeuh terhindar dari terjangan tsunami. Padahal, tak jauh dari sana, tangki-tangki Pertamina yang berukuran besar, dari besi dengan bobot berton-ton telah porak-poranda.
Meunasah dan dayeuh itu adalah isyarat Allah tentang adanya malaikat yang diutus Allah untuk melindungi meunasah An Nur dan dayeuh Darul Hijrah dari terpaan tsunami. Isyarat Allah itu untuk lebih mempertebal keimanan kita tentang adanya makhluq malaikat, seperti FirmanNya:
-- AMN BALLH WMLaKTH WKTBH WRSLH (S. ALBQRt, 2:285), dibaca: a-mana biLla-hi wamala-ikatihi- wakutubihi- warusulihi- (s. albaqarah), artinya: beriman kepada Allah, Malaikat-MalaikatNya, Kitab-KitabNya dan Rasul-RasuNya. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 30 Januari 2005
30 Januari 2005
[+/-] |
661. Tuhan, Marahkah Kau Padaku? |
23 Januari 2005
[+/-] |
660. Korban, Kurban dan Qurban |
Korban, yaitu manusia yang ditimpa musibah, bahasa Inggrisnya disebut victim. Penjelasan yang paling efektif adalah memberikan contoh. Dalam peperangan tentara yang mati dan cedera di kedua belah pihak tidak biasa, bahkan tidak pernah disebut korban. Yang tidak dibidik tetapi kena, artinya kena pelor kesasar, itulah yang disebut korban. Walaupun tidak mati, tidak cedera, tetapi mereka yang rumahnya hancur di Palestina, Afghanistan dan Iraq kena rudal para imperialis Israel, Amerika dan Inggris, juga disebut korban. Yang syahid, cedera dan rusak rumahnya oleh tsunami di Aceh, pun disebut korban. Perlu dicatat dalam perjuangan kemerdekaan yang proaktif menyongsong maut, yang dalam ungkapan etnik Makassar "kayu pappallu", kayu bakar, seperti Korban 40.000, yang diperingati baru-baru ini, 11 Desember 2004, sesungguhnya nilainya lebih tinggi dari sekadar sebagai korban, melainkan masuk kategori pahlawan. Alhasil kata korban hanya diperuntukkan bagi manusia.
Selanjutnya giliran kata kurban. Pada waktu mulai dibangun Kampus Unhas Tamalanrea diadakan upacara ritual "accera'" (mengucurkan darah). Yaitu darah yang mengalir dari leher kerbau dan kepalanya yang telah dipenggal dimasukkan ke dalam sebuah lubang kemudian ditimbun, yang seiring dengan itu mulut sanro (dukun klenik, medicine man) komat-kamit mengucapkan mantera sayup-sayup sampai. Menurut mandor yang tidak setuju dengan upacara khurafat itu rumus-rumus sihir (istilah yang dipakai mandur itu untuk mantera) boleh jadi sastra kuno dalam bahasa bissu. Membuka hutan, membangun jalan, bangunan dan jembatan berarti mengusik patanna butta (yang empunya wilayah), jadi harus minta izin kepada hantu-hantu penguasa itu dengan melakukan upacara ritual "persembahan", berupa binatang sembelihan, yang daging dan darahnya untuk disantap dan diminum oleh para hantu penguasa itu.
Huitzilpochtli adalah seorang dewa yang menjelmakan dirinya dalam wujud matahari. Dewa ini adalah dewa bangsa Aztec, penduduk asli Mexico (diucapkan mek-khiko). Pekerjaan Huitzilpochtli adalah bertempur terus menerus dengan dewa Malam, dewa Bintang-Bintang dan dewi Bulan. Hasil pertempuran itu selalu seri yang berwujud dalam fenomena alam yaitu siang dan malam. Pada waktu Huitzilpochtli menang terjadilah siang, dan waktu lawan-lawannya menang terjadilah malam. Karena Huitzilpochtli dikeroyok, kekuatannya lama-kelamaan akan tidak seimbang, dan akhirnya akan kalah. Dan itu berarti terjadinya malam terus-menerus. Untuk itu bangsa Aztec harus membantunya, agar tetap tegar bertempur melawan musuh-musuhnya. Caranya membantu Huitzilpochtli ialah dengan menyuguhkan jantung manusia.
Kepala kerbau, jantung manusia itu disebut kurban, suguhan, offering (Ing.).
Perhatikan puisi berikut:
I know that I hung
on the windy tree
For nine whole nights
Wounded with the spear
dedicated to Odin
Myself to myself
Kutahu aku digantung
pada pohon bermandi angin
Dilukai tikaman lembing
Selama sembilan malam suntuk
dipersembahkan kepada Odin
Diriku untuk diriku
Bangsa Viking dahulu kala mendiami jazirah Skandinavia, bangsa pelaut dan perompak yang telah menemukan benua Amerika berabad-abad sebelum Columbus dilahirkan. Orang Inggris menyebut mereka dengan orang-orang utara (Northmen). Bangsa Viking menyembah Odin, dewa perang. Sambil memegang pedang dalam keadaan sekarat prajurit Viking menyebut nama Odin, supaya dapat masuk ke dalam Valhalla yang disediakan Odin, demikian keyakinan mereka. Bangsa ini mengadakan upacara ritual mencucui dosa berupa persembahan yang sakral dengan mengucurkan darah manusia, yaitu seorang pendeta yang dianggap penjelmaan Odin. Upacara ritual mencuci dosa ini digambarkan oleh puisi di atas itu. Persembahan yang sakral dengan mengucurkan darah manusia itu juga disebut kurban, sesajen yang sakral, sacrifice (Ing.).
Alhasil kata kurban berarti suguhan (offering) dan sesajen yang sakral (sacrifice), dan itu dapat saja terdiri dari manusia, binatang dan makanan.
***
Kata qurban adalah bahasa Al Quran yang dibentuk oleh akar kata yang terdiri dari huruf-huruf: Qaf-Ra-Ba [QRB], dengan pola Fa-'Ain-Lam-Alif-Nun [F'ALAN], fu'laan, menjadi [QRBAN] qurbaan, artinya dekat. Jika ditasrifkan menjadi Taqarrub berarti mendekatkan diri. Qurban ini telah diserap ke dalam bahasa Indonesia dalam bentuk korban dan kurban. Akan tetapi kata-kata korban dan kurban dalam cita-rasa bahasa Indonesia sudah menyimpang dari makna "dekat" menjadi korban = victim, sedangkan kurban = suguhan (offering) dan sesajen yang sakral (sacrifice). Namun dalam pada itu apabila [QRB] dalam bentuk qarib, yang diserap ke dalam bahasa Indonesia dalam ungkapan sahabat karib, serta bentuk tafdhil (superlatif) qarib yaitu aqrab dalam ungkapan pergaulan yang akrab, masih terasa maknanya yang asli. Kedua kata karib dan akrab tersebut masih kental cita-rasa makna bahasa asalnya, "dekat".
Firman Allah:
-- FADZA WJBT JNWBHA FKLWA MNHA WATH'AMWA ALQAN'A WALM'ATR , LN YNAL ALLH LHWHMA WLA DMA^WHA WLKN YNALH ALTQWY MNKM (S. ALHJ, 22:36-37), dibaca: Faidza- wajabat junu-buha- fakulu- minha- wa ath'imul qa-ni'a walmu'tar , Lay yana-lal la-ha luhu-muha wala- dima-uha- wala-kiy yana-lut taqwa- minkum (alhaj), artinya: Apabila rebah tubuhnya, maka makanlah daripadanya dan beri makanlah orang-orang miskin yang tidak mau meminta dan peminta-meminta. Tidak sampai kepada Allah daging-dagingnya dan tidak darah-darahnya, melainkan yang sampai kepada-Nya ketaqwaan kamu.
Alhasil, binatang-qurban disembelih, dagingnya untuk dimakan sendiri dan untuk diberikan kepada orang miskin sebagai fungsi sosial, sedangkan darahnya dibuang, karena haram hukumnya untuk dimakan, sama sekali tidak sakral. Secara tekstual binatang-qurban itu betul-betul disembelih, dan secara kontekstual, yaitu dalam konteks 'Ilm al Nafs (psikologi), bermakna metaforis menyembelih nafsun ammarah, binatang dalam Nafs (diri) manusia, sehingga dapat taqarrub, mendekatkan diri kepada Allah SWT. Allahu Akbar, Allahu Akbar, la ilaha illaLlahu, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa liLlahi lHamd. WaLlahu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 23 Januari 2005
16 Januari 2005
[+/-] |
659. Buruk Muka Cermin Dibelah |
Sebermula terasa perlu dikemukakan tentang "Early Warning System" (EWS), Sistem Peringatan Dini. Sistem ini hanya mulai berfungsi melacak SESUDAH gempa dipicu malaikat. Jadi misalnya jika sepanjang pesisir pantai barat Meulaboh dipasangi EWS, maka gempa yang 150 kilometer sebelah Barat Daya Aceh yang menyebabkan timbulnya tsunami, yang merambat sekitar 750 km perjam, maka waktu yang dibutuhkan untuk mengkomunikasikan kepada masyarakat tentang bahaya tsunami ditambah waktu untuk menghindar hanya 150/750 x 60 menit = 12 menit.
***
Seorang bernama Radityo Djadjoeri (RD) memberikan tanggapan terhadap Seri 657 seperti berikut:
Artikel yang Bapak tulis bukannya mencerdaskan pembaca, tapi malah membingungkan. Bapak itu seperti 'tukang jahit', cuma merangkai kejadian bencana di Aceh, cuplikan dari bahasan ilmiah tentang gempa tektonik, penyangkalan kemajuan teknologi yang diciptakan manusia, tragedi Sodom dan Qamran (Gomorah?), plus tulisan Emha Ainun Nadjib (EAN) di Kompas. Namun satu sama lain bertentangan, jatuhnya seperti 'baju yang dibuat dari kain perca warna-warni' - sungguh tak nyaman dipakai kan? Ayat dari kitab suci Al-Quran yang Bapak kutip dan tulisan Emha juga saling tabrakan. Amat kontradiktif. Tsunami itu tak ada hubungannya dengan perseteruan TNI dan GAM. Ratusan tahun lalu wilayah, Sumatra (termasuk Aceh) dan Jawa pernah terlanda bencana yang sama, jauh sebelum TNI dan GAM ada.
***
Kalau yang RD maksud pembaca = RD, silakan bingung sendiri, tetapi jangan bawa-bawa pembaca lainnya. RD tidak faham membaca kolom. Kolom yang saya asuh bertemakan Wahyu dan Akal - Iman dan Ilmu. Dari thema ini diturunkan judul yang aktual, yaitu gempa tektonik, ini porsi akal dan ilmu, sedangkan porsi wahyu dan iman, yaitu Isyarat Allah. Bahasan ilmiyah tentang gempa tektonik adalah keniscayaan, karena itu bagian dari judul: "Gempa Diikuti Tsunami, Isyarat Allah". Karena RD tidak faham membaca kolom, lalu ia bingung, lalu menulis: Seri 657 ibarat 'baju yang dibuat dari kain perca warna-warni' yang tak nyaman dipakai. RD kena sindiran Bidal Melayu: "Buruk muka cermin dibelah."
Di samping RD tidak bisa membaca, RD juga memberhalakan teknologi dengan sikap kesal ia menyatakan saya menyangkal kemajuan teknologi yang diciptakan manusia, padahal yang saya tulis itu adalah fakta. Dalam Seri 657 saya tulis: "Manusia dengan ilmunya tidak mampu "menciptakan" teknologi yang dapat melacak kapan terjadinya dan apa yang menjadi "pelatuk" gempa tektonik itu." Di mana dalam pernyataan saya tentang fakta tersebut mengandung penyangkalan kemajuan teknologi?
Kasihan sekali RD tidak tahu Qamran itu Gomorra. Dan katanya itu bertentangan satu sama lain dengan tulisan EAN. Saya tidak ambil tulisan EAN dari Kompas, melainkan dari cyber space. Tulisan EAN yang saya sisipkan tidak bertentangan dengan tragedi Sodom dan Qamran serta tidak tabrakan dan tidak kontradiktif dengan ayat (33:9). Tulisan EAN saya sisipkan dalam pesan-pesan Seri 657, yaitu pada paragraf terakhir. Itu Sodom dan Qamran saya tulis dalam hubungannya Allah campur tangan secara langsung dengan memerintahkan malaikat memicu gempa tektonik, seperti Allah campur tangan secara langsung pada perang Khandaq seperti Firman Allah:
-- FARSLNA 'ALYHM RYhA WJNWDA LM TRWHA (S. ALAhZAB, 33:9), dibaca: fa arsalna- 'alayhim ri-haw wajunu-dal lam tarauha- (s. al ahzab), artinya: maka Kami kirim kepada mereka angin badai dan pasukan yang kamu tidak melihatnya.
Ayat (33:9) menjelaskan campur tangan "secara langsung" dari Allah SWT dengan mengirim malaikat yang menghembuskan angin topan yang sangat dingin pada malam Sabtu dalam perang Khandaq. Dengan ayat (33:9) saya jelaskan campur tangan "secara langsung" dari Allah SWT dalam hubungannya dengan bagian dari judul: Isyarat Allah. Yaitu seperti saya tulis dalam Seri 657: "Tak ayal lagi gempa tektonik 150 kilometer sebelah Barat Daya Aceh yang menyebabkan timbulnya tsunami yang menyapu Aceh sebagai front terdepan adalah Isyarat Allah SWT yang perlu kita tepekur merenungkan makna isyarat itu.
RD betul-betul tidak tahu membaca, sehingga ia tidak mampu melihat makna Isyarat tsunami itu dalam kaitannya dengan konflik di Aceh. Padahal sangat mudah untuk menyimak kaitan itu. Ini saya tulis ulang paragraf terakhir dari Seri 657:
"Benarlah yang dikatakan EAN itu. Air mata dan duka menyatukan dan melapangkan dada kedua pihak yang bertikai(*) yaitu Jakarta vs GAM. Aceh perlu dibangun dari reruntuhan. Sejarah pertikaian politik dan senjata perlu dilupakan. Blok-blok psikologis(**) ditepis, semuanya memfokuskan perhatian pada kerja berat, dan dana yang tidak sedikit sekitar Rp.10 triliun, serta makan waktu yang panjang untuk membangun Aceh kembali. Ya, semuanya, bukan orang Aceh saja tetapi seluruh rakyat Indonesia, rakyat sipil, birokrat, Polri, ABRI dan GAM. Darurat sipil dicabut disertai amnesti umum dan GAM mundur selangkah, menerima kenyataan Otonomi Khusus "Syari'at Islam" di Nanggroe Aceh Darussalam dalam pangkuan Republik Indonesia. Semoga isyarat Allah berupa tsunami itu dapat dihayati dengan baik, sehingga terciptalah damai di Aceh."
Itulah dia RD yang disindir Bidal Melayu: Buruk muka cermin di belah. Awak tak pandai menari dikatakan lantai yang terjungkat(***). WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 16 Januari 2005
-----------------------------
(*)Potongan kalimat ini diambil dari tulisan EAN
(**)ungkapan blok-blok psikologis juga diambil dari tulisan EAN
(***)jungkat = miring, tilt dalam bahasa Inggris; jungkat-jungkit = up and down
9 Januari 2005
[+/-] |
658. Dialog tentang Pusar |
M.Qasim Mathar dalam kolom asuhannya "Jendela Langit" edisi 4 Januari 2005 yang berjudul 'Mari Kita Bertanya pada Rumput, Mengapa Aceh Bergoyang'; menutup bahasannya dengan: "Mungkin kita tidak bosan melihat tingkah kita, yang selalu bangga memamerkan pusar perempuan. Atau mediapun enggan bersahabat dengan keluhuran." Saya sambung perkara pusar tersebut dalam Seri 658 ini.
Syahdan, dialog di bawah ini dipungut dari cyber space berupa tanggapan dari seorang yang menamakan dirinya "Muslim Voice" atas kritikan Gadis Arivia dari Board Of Director Yayasan Jurnal Perempuan terhadap perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menghentikan tayangan yang lebih menonjolkan pusar perempuan beberapa waktu yang lalu.
Gadis Arivia [GA}:
Perintah SBY untuk menghentikan tayangan yang lebih menonjolkan pusar perempuan beberapa waktu yang lalu tidak memiliki perspektif perempuan dan melakukan proses dehumanisasi perempuan.
Muslim Voice [MV]:
Si Gadis Arivia ini, apakah ia punya otak? Sayang sekali si Gadis Arivia ini menaruh otaknya di bawah pusar. Perempuan manakah yg dibela oleh si Gadis Arivia ini, wanita baik-baikkah atau perempuan jalang moral rendah?
GA:
Sebelum SBY berkomentar soal pornografi dan tali pusar, maka sebaiknya SBY membaca terlebih dahulu Jurnal Perempuan edisi 38, karena didalam edisi ini dihalaman 22 disebutkan pendapat Catharine MacKinnon yang menyatakan bahwa pornografi adalah sebuah grafis yang secara eksplisit memiliki tujuan mensubordinasikan perempuan melalui gambar, atau kata-kata dan termasuk dehumanisasi perempuan sebagai objek seksual, benda-benda, komoditi, penikmat penderitaan, sasaran penghinaan atau perkosaan; dengan jalan diikat, disayat, dimutilasi atau bentuk-bentuk penyiksaan fisik. Atau juga menempatkannya atau menggambarkannya sebagai sasaran pemuas seksual atau perbudakan. Demikian juga dengan grafis yang menunjukkan perempuan dipenetrasi dengan menggunakan benda atau hewan, direpresentasikan secara biadab dalam skenario, cedera, penyiksaan, dipertunjukkan secara seronok atau tak berdaya, berdarah-darah, tersiksa atau disakiti dalam konteks yang membuat kondisi-kondisi seksual (tertentu).
MV:
O ... jadi pornografi menurut si Gadis Arivia itu adalah pemuasan nafsu seksual dengan menggunakan perempuan sebagai obyek dan disertai penggunaan alat-alat penyiksaan. Jadi definisinya sama dengan serdadu Amrik yang menyiksa dan memperkosa para tahanan bangsa Iraq di penjara Abu Ghrayb. Tetapi kenapa serdadu Amerik tidak dituduh melakukan aksi pornografi ya, malahan tuduhannya penjahat perang dan pelanggaran hak-hak asasi manusia. Kalau definisi pornografi begitu picik seperti di atas; kasus-kasus mempertontonkan adegan-adegan yang merangsang syahwat, mempertontonkan percabulan homoseks dan lesbian, mempertontonkan sodomi dan paedofili; apakah itu semua tidak termasuk pornografi? Dimanakah letak akalnya?
GA:
Pusar perempuan bukanlah hal yang penting untuk dipermasalahkan. Saya juga mempunyai anak perempuan dan saya disini sebagai ibu. Nah itu juga suatu latihan bagi saya untuk menghormati anak saya untuk memilih pakaian yang dia senangi. Kita harus menyikapinya dengan tidak berlaku otoriter atau represif seperti yang dilakukan SBY.
MV:
Orang tua mempunyai kewajiban untuk mendidik dan mempersiapkan anak-anaknya untuk bekal dewasa kelak. Setiap orang tua pasti akan mendidik atas dasar moralitas agama yg dianut masing-masing, tidak ada orang tua yg tega membiarkan anak-anaknya berjuang sendiri di dunia ini tanpa bekal sama sekali. Si Gadis Arivia ini membebaskan anak-anaknya untuk mencari jalannya sendiri, binatang saja masih punya naluri orang tua terhadap anak-anak yg dilahirkan. Jadi anak-anak si Gadis Arivia akan menjalani kehidupan dunia ini dengan berbekal pengalaman. Contohnya, tidak tahu kalau narkoba itu berbahaya, maka dia akan mendapat pengalaman mencoba narkoba sampai akhirnya tahu bahwa ia rusak karena narkoba. Seks bebas itu tidak baik untuk kesehatan dan mentalnya, tapi ia harus tertular siphilis dan AIDS, baru menyadari bahwa itu tidak baik untuk dirinya.
GA:
Kalau kita bicara pornografi, saya justru cenderung bicara perempuan yang memerankan aksi-aksi porno itu karena kebanyakan tidak dilindungi hukum. Saya lebih setuju berbicara tentang hak-hak perempuan itu. Sama seperti kalau kita bicara prostitusi, saya tidak setuju melarang mereka, memojokkan mereka, atau menilai moralitas mereka, tetapi saya lebih setuju bahwa mereka ini adalah sosok pekerja yang sangat rentan yang tidak dilindungi hukum, yang ujung-ujungnya selalu akan ditraficking. Dengan memfokuskan pembahasan seperti itu, kita lebih produktif dalam menyikapi masalah pornografi.
MV:
Kalau sudah tahu resikonya dan secara hukum tak ada perlindungan, kenapa musti ngotot bertahan di situ; apakah tidak ada profesi lain yg lebih terhormat, lebih sehat lingkungannya tidak bergaul dengan para bajingan maniak moral rendah, apakah tidak ada lagi lingkungan kerja yg dipenuhi oleh orang-baik baik???
(TVRI-Makassar tgl 27-12-2004 menayangkan relung kehidupan St Rahmah dari Jeqneqponto yang tidak pernah meninggalkan shalat wajib, yang profesinya penarik becak di Makassar. Menarik becak itu katanya: "bukan pekerjaan hina, karena itu adalah perkerjaan halal, ketimbang pekerjaan hina pergi melacur" -HMNA-).
***
Kalau dalam seri-seri sebelumnya dibicarakan para penyembah berhala modern, penyembah akal manusia, maka ocehan GA di atas itu menunjukkan sebaliknya, yaitu GA yang tidak mempergunakan akal sehatnya, karena menyembah berhala "kebebasan", sehingga martabat kemanusiaannya jatuh tersungkur, St Fatimah jauh, jauh lebih mulia dari GA ini. St Fatimah telah mempraktekkan secara PD persamaan gender dengan perbuatan, tanpa bicara omong-kosong. Firman Allah:
-- LQD KHLQNA ALANSN FY AhSN TQWYM . TSM RDDNH ASHFL SHAFLYN (S. ALTYN, 95:4,5), dibaca: laqad khalaqnal insa-na fi- ahsani taqwi-m . tsumma radadna-hu ashfala sha-fili-n (s. atti-n), artinya: Sesungghnya Kami ciptakan manusia dalam keadaan yang terbaik . Kemudian kami campakkan dia serendah-rendahnya (di antara) orang-orang yang rendah.
GA dicampakkan serendah-rendahnya di antara orang-orang yang rendah, karena GA menyembah berhala "kebebasan". WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 9 Januari 2005
2 Januari 2005
[+/-] |
657. Gempa Diikuti Tsunami, Isyarat Allah |
Ta'ziah untuk semua penduduk di Aceh sebagai front terdepan khususnya dan daerah bumi yang lain umumnya, yang mengalami musibah gempa bumi dan tsunami, semoga Allah memberikan rahmat kesabaran atas segala ujianNya.
Dihimbau kepada DPP IMMIM untuk mengumumkan kepada masjid-masjid agar setelah shalat Jum'at, supaya melaksanakan Shalat Ghaib untuk Korban Tsunami di Aceh.
***
Wilayah Indonesia menyimpan daerah potensial gempa tektonik, dengan adanya patahan dari tiga buah lempengan kerak bumi yang besar, yaitu lempeng Indo-Australia (di selatan), lempeng Pasifik (di timur laut), dan lempeng Eurasia (di sebelah barat daya).
Sebagian besar tsunami yang terjadi di dunia disebabkan oleh pergeseran vertikal lempengan kerak bumi (subduksi) di bawah dasar laut dalam yang berwujud gempa bumi tektonik. Adapun gempa bumi tektonik ini tidak dapat dideteksi sebelumnya, tidak seperti gempa vulkanik. Manusia dengan ilmunya tidak mampu "menciptakan" teknologi yang dapat melacak kapan terjadinya dan apa yang menjadi "pelatuk" subduksi yang berwujud gempa tektonik itu. Akal manusia tidak mampu untuk hal itu. Yang manusia mampu, hanya mengobservasi daerah potensial terjadinya sumber gempa tektonik yang berupa patahan lempengan kerak bumi itu.
Ada baiknya saya cuplik dari Seri 610, bertanggal 18 Januari 2004, lihat di antara tanda [ ]:
[Dalam ayat Qawliyah disebutkan tiga malaikat yang menjelma sebagai manusia yang ditugaskan oleh Allah SWT untuk membinasakan negeri Sodom dan Qamran. Sebelum ketiga malaikat itu "bekerja", terlebih dahulu mendatangi Nabi Luth AS menyuruh beliau dan pengikutnya (Ali Luth) untuk meniggalkan pemukimannya itu. Bagaimana caranya malaikat itu "bekerja", maka perlu dipelajari ayat Kawniyah.
Hasil penelitian ilmiah kontemporer menjelaskan, bahwa Lembah Siddim(*), yang di dalamnya terdapat kota Sodom dan Qamran merupakan daerah patahan yang itu berawal dari tepi Gunung Taurus, memanjang ke pantai selatan Laut Mati dan berlanjut melewati Gurun Arabia ke Teluk Aqaba dan terus melintasi Laut Merah, hingga berakhir di Afrika. Bila patahan lempengan kerak bumi ini sekonyong-konyong bergeser vertikal dengan mendadak maka akan menimbulkan gempa bumi tektonik dahsyat yang diikuti dengan tsunami, yaitu gelombang laut yang sangat besar yang menyapu kawasan pesisir pantai. Juga biasa diikuti dengan letusan lava/lahar panas dari perut bumi. Dari apa yang dipelajari dari ayat Kawniyah tersebut, rupanya dapat diambil kesimpulan
bahwa ketiga malaikat itu menggeser lempengan kerak bumi di daerah patahan tersebut, maka timbullah gempa bumi dahsyat. Sebagaimana diungkap peneliti Jerman, Werner Keller, "Bersama dengan dasar dari retakan yang sangat lebar ini, yang tepat melewatai daerah ini, Lembah Siddim, kedua kota Sodom dan Qamran dalam satu hari terjerumus ke kedalaman Laut Mati. Boleh jadi disertai pula dengan letusan petir, yang menyambut keluarnya gas alam yang mengakibatkan berkobarnya lautan api."
Rupanya tatkala ketiga malaikat yang menggeser patahan yang menyebabkan terjadinya gempa dahsyat tersebut, bangkitlah tenaga vulkanik yang telah lama tertidur sepanjang patahan. Serangkaian percobaan ilmiah dilakukan di Universitas Cambridge. Para ilmuwan membangun simulasi (tiruan) lembah Siddim tempat berdiamnya kaum Luth di laboratorium, lalu mengguncangnya dengan gempa buatan. Simulasi lembah tersebut terbenam dan miniatur rumah tergelincir masuk lalu terbenam ke dalam miniatur Laut Mati [http://www.harunyahya.com/indo/artikel/052.htm].
Itulah campur tangan "secara langsung" dari Allah SWT dengan mengirim malaikat menjadi pemicu (baca: pelatuk) gempa tektonik itu. Dalam Al Quran diinformasikan tentang beberapa "kerja-kerja" malaikat itu. Secara zhahir Nabi Musa AS memukulkan tongkatnya di atas Laut Merah, namun yang tak dapat dilihat dengan mata kasar, adalah malaikat yang berkerja membuat "jalan tol" dengan menghembus menguakkan air laut kanan-kiri, sehingga terbentuklah jalan tol itu. Pada perang Khandaq "kerja" malaikat itu menghembuskan angin badai yang sangat dingin yang memporak-perandakan perkemahan pasukan Al Ahzab (konfederasi Quraisy, Ghatafan, Yahudi) yang mengepung kota Madinah. Firman Allah:
-- FARSLNA 'ALYHM RYhA WJNWDA LM TRWHA (S. ALAhZAB, 33:9), dibaca: fa arsalna- 'alayhim ri-haw wajunu-dal lam tarauha- (s. al ahzab), artinya: maka Kami kirim kepada mereka angin badai dan pasukan yang kamu tidak melihatnya.
***
Seperti dikatakan di atas, manusia hanya mampu mengobervasi patahan lempeng kerak bumi sebagai daerah potensial gempa tektonik. Akal manusia tidak mampu menciptakan teknologi yang dapat melacak kapan terjadinya dan apa yang menjadi "pelatuk" gempa tektonik itu. Dan juga seperti yang termaktub dalam Seri 610 dengan informasi dari ayat Qawliyah tentang tiga malaikat yang diutus Allah kepada Nabi Luth AS beserta informasi dari ayat Kawniyah bahwa Lembah Siddim terletak pada patahan dua lempengan, menjadi petunjuk bahwa ketiga malaikat itulah yang memicu pelatuk menggeser vertikal daerah patahan pada lembah Siddim, sehingga timbul gempa tektonik. Allah SWT Yang campur tangan secara langsung yang mengutus malaikat memicu pelatuk gempa tektonik itu, merupakan isyarat dari Allah untuk kita pikirkan maknanya.
Tak ayal lagi gempa tektonik 150 kilometer sebelah Barat Daya Aceh yang menyebabkan timbulnya tsunami yang menyapu Aceh sebagai front terdepan adalah isyarat Allah SWT yang perlu kita tepekur merenungkan makna isyarat itu. Maha Rahman menjilat Aceh dari lautan, Maha Rahim mengisap Aceh dari bawah bumi. Manusia yang mulia dan paling beruntung adalah yang segera dipisahkan oleh Tuhan dari dunia. Demikian gaya budayawan Emha Ainun Nadjib (EAN) mengekspresikan "mati syahid" bagi mereka yang meninggal dalam musibah gempa bumi dan tsunami di Aceh itu. Dan bagi mereka yang hidup EAN berkata: Rakyat Aceh dan Indonesia kini terbebas dari blok-blok psikologis yang memenjarakan mereka selama ini, karena air mata dan duka mereka menyatu, sehingga akan lahir keputusan dan perubahan sejarah yang melapangkan kedua pihak".
Benarlah yang dikatakan EAN itu. Air mata dan duka menyatukan dan melapangkan dada kedua pihak yang bertikai yaitu Jakarta vs GAM. Aceh perlu dibangun dari reruntuhan. Sejarah pertikaian politik dan senjata perlu dilupakan. Blok-blok psikologis ditepis, semuanya memfokuskan perhatian pada kerja berat, dan dana yang tidak sedikit sekitar Rp.10 triliun, serta makan waktu yang panjang untuk membangun Aceh kembali. Ya, semuanya, bukan orang Aceh saja tetapi seluruh rakyat Indonesia, rakyat sipil, birokrat, Polri, ABRI dan GAM. Darurat sipil dicabut disertai amnesti umum dan GAM mundur selangkah, menerima kenyataan Otonomi Khusus "Syari'at Islam" di Nanggroe Aceh Darussalam dalam pangkuan Republik Indonesia. Semoga isyarat Allah berupa tsunami itu dapat dihayati dengan baik, sehingga terciptalah damai di Aceh. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar 2 Januari 2005