9 Januari 2005

658. Dialog tentang Pusar

M.Qasim Mathar dalam kolom asuhannya "Jendela Langit" edisi 4 Januari 2005 yang berjudul 'Mari Kita Bertanya pada Rumput, Mengapa Aceh Bergoyang'; menutup bahasannya dengan: "Mungkin kita tidak bosan melihat tingkah kita, yang selalu bangga memamerkan pusar perempuan. Atau mediapun enggan bersahabat dengan keluhuran." Saya sambung perkara pusar tersebut dalam Seri 658 ini.

Syahdan, dialog di bawah ini dipungut dari cyber space berupa tanggapan dari seorang yang menamakan dirinya "Muslim Voice" atas kritikan Gadis Arivia dari Board Of Director Yayasan Jurnal Perempuan terhadap perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menghentikan tayangan yang lebih menonjolkan pusar perempuan beberapa waktu yang lalu.

Gadis Arivia [GA}:
Perintah SBY untuk menghentikan tayangan yang lebih menonjolkan pusar perempuan beberapa waktu yang lalu tidak memiliki perspektif perempuan dan melakukan proses dehumanisasi perempuan.

Muslim Voice [MV]:
Si Gadis Arivia ini, apakah ia punya otak? Sayang sekali si Gadis Arivia ini menaruh otaknya di bawah pusar. Perempuan manakah yg dibela oleh si Gadis Arivia ini, wanita baik-baikkah atau perempuan jalang moral rendah?

GA:
Sebelum SBY berkomentar soal pornografi dan tali pusar, maka sebaiknya SBY membaca terlebih dahulu Jurnal Perempuan edisi 38, karena didalam edisi ini dihalaman 22 disebutkan pendapat Catharine MacKinnon yang menyatakan bahwa pornografi adalah sebuah grafis yang secara eksplisit memiliki tujuan mensubordinasikan perempuan melalui gambar, atau kata-kata dan termasuk dehumanisasi perempuan sebagai objek seksual, benda-benda, komoditi, penikmat penderitaan, sasaran penghinaan atau perkosaan; dengan jalan diikat, disayat, dimutilasi atau bentuk-bentuk penyiksaan fisik. Atau juga menempatkannya atau menggambarkannya sebagai sasaran pemuas seksual atau perbudakan. Demikian juga dengan grafis yang menunjukkan perempuan dipenetrasi dengan menggunakan benda atau hewan, direpresentasikan secara biadab dalam skenario, cedera, penyiksaan, dipertunjukkan secara seronok atau tak berdaya, berdarah-darah, tersiksa atau disakiti dalam konteks yang membuat kondisi-kondisi seksual (tertentu).

MV:
O ... jadi pornografi menurut si Gadis Arivia itu adalah pemuasan nafsu seksual dengan menggunakan perempuan sebagai obyek dan disertai penggunaan alat-alat penyiksaan. Jadi definisinya sama dengan serdadu Amrik yang menyiksa dan memperkosa para tahanan bangsa Iraq di penjara Abu Ghrayb. Tetapi kenapa serdadu Amerik tidak dituduh melakukan aksi pornografi ya, malahan tuduhannya penjahat perang dan pelanggaran hak-hak asasi manusia. Kalau definisi pornografi begitu picik seperti di atas; kasus-kasus mempertontonkan adegan-adegan yang merangsang syahwat, mempertontonkan percabulan homoseks dan lesbian, mempertontonkan sodomi dan paedofili; apakah itu semua tidak termasuk pornografi? Dimanakah letak akalnya?

GA:
Pusar perempuan bukanlah hal yang penting untuk dipermasalahkan. Saya juga mempunyai anak perempuan dan saya disini sebagai ibu. Nah itu juga suatu latihan bagi saya untuk menghormati anak saya untuk memilih pakaian yang dia senangi. Kita harus menyikapinya dengan tidak berlaku otoriter atau represif seperti yang dilakukan SBY.

MV:
Orang tua mempunyai kewajiban untuk mendidik dan mempersiapkan anak-anaknya untuk bekal dewasa kelak. Setiap orang tua pasti akan mendidik atas dasar moralitas agama yg dianut masing-masing, tidak ada orang tua yg tega membiarkan anak-anaknya berjuang sendiri di dunia ini tanpa bekal sama sekali. Si Gadis Arivia ini membebaskan anak-anaknya untuk mencari jalannya sendiri, binatang saja masih punya naluri orang tua terhadap anak-anak yg dilahirkan. Jadi anak-anak si Gadis Arivia akan menjalani kehidupan dunia ini dengan berbekal pengalaman. Contohnya, tidak tahu kalau narkoba itu berbahaya, maka dia akan mendapat pengalaman mencoba narkoba sampai akhirnya tahu bahwa ia rusak karena narkoba. Seks bebas itu tidak baik untuk kesehatan dan mentalnya, tapi ia harus tertular siphilis dan AIDS, baru menyadari bahwa itu tidak baik untuk dirinya.

GA:
Kalau kita bicara pornografi, saya justru cenderung bicara perempuan yang memerankan aksi-aksi porno itu karena kebanyakan tidak dilindungi hukum. Saya lebih setuju berbicara tentang hak-hak perempuan itu. Sama seperti kalau kita bicara prostitusi, saya tidak setuju melarang mereka, memojokkan mereka, atau menilai moralitas mereka, tetapi saya lebih setuju bahwa mereka ini adalah sosok pekerja yang sangat rentan yang tidak dilindungi hukum, yang ujung-ujungnya selalu akan ditraficking. Dengan memfokuskan pembahasan seperti itu, kita lebih produktif dalam menyikapi masalah pornografi.

MV:
Kalau sudah tahu resikonya dan secara hukum tak ada perlindungan, kenapa musti ngotot bertahan di situ; apakah tidak ada profesi lain yg lebih terhormat, lebih sehat lingkungannya tidak bergaul dengan para bajingan maniak moral rendah, apakah tidak ada lagi lingkungan kerja yg dipenuhi oleh orang-baik baik???
(TVRI-Makassar tgl 27-12-2004 menayangkan relung kehidupan St Rahmah dari Jeqneqponto yang tidak pernah meninggalkan shalat wajib, yang profesinya penarik becak di Makassar. Menarik becak itu katanya: "bukan pekerjaan hina, karena itu adalah perkerjaan halal, ketimbang pekerjaan hina pergi melacur" -HMNA-).

***

Kalau dalam seri-seri sebelumnya dibicarakan para penyembah berhala modern, penyembah akal manusia, maka ocehan GA di atas itu menunjukkan sebaliknya, yaitu GA yang tidak mempergunakan akal sehatnya, karena menyembah berhala "kebebasan", sehingga martabat kemanusiaannya jatuh tersungkur, St Fatimah jauh, jauh lebih mulia dari GA ini. St Fatimah telah mempraktekkan secara PD persamaan gender dengan perbuatan, tanpa bicara omong-kosong. Firman Allah:
-- LQD KHLQNA ALANSN FY AhSN TQWYM . TSM RDDNH ASHFL SHAFLYN (S. ALTYN, 95:4,5), dibaca: laqad khalaqnal insa-na fi- ahsani taqwi-m . tsumma radadna-hu ashfala sha-fili-n (s. atti-n), artinya: Sesungghnya Kami ciptakan manusia dalam keadaan yang terbaik . Kemudian kami campakkan dia serendah-rendahnya (di antara) orang-orang yang rendah.

GA dicampakkan serendah-rendahnya di antara orang-orang yang rendah, karena GA menyembah berhala "kebebasan". WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 9 Januari 2005