16 Januari 2005

659. Buruk Muka Cermin Dibelah

Sebermula terasa perlu dikemukakan tentang "Early Warning System" (EWS), Sistem Peringatan Dini. Sistem ini hanya mulai berfungsi melacak SESUDAH gempa dipicu malaikat. Jadi misalnya jika sepanjang pesisir pantai barat Meulaboh dipasangi EWS, maka gempa yang 150 kilometer sebelah Barat Daya Aceh yang menyebabkan timbulnya tsunami, yang merambat sekitar 750 km perjam, maka waktu yang dibutuhkan untuk mengkomunikasikan kepada masyarakat tentang bahaya tsunami ditambah waktu untuk menghindar hanya 150/750 x 60 menit = 12 menit.

***

Seorang bernama Radityo Djadjoeri (RD) memberikan tanggapan terhadap Seri 657 seperti berikut:
Artikel yang Bapak tulis bukannya mencerdaskan pembaca, tapi malah membingungkan. Bapak itu seperti 'tukang jahit', cuma merangkai kejadian bencana di Aceh, cuplikan dari bahasan ilmiah tentang gempa tektonik, penyangkalan kemajuan teknologi yang diciptakan manusia, tragedi Sodom dan Qamran (Gomorah?), plus tulisan Emha Ainun Nadjib (EAN) di Kompas. Namun satu sama lain bertentangan, jatuhnya seperti 'baju yang dibuat dari kain perca warna-warni' - sungguh tak nyaman dipakai kan? Ayat dari kitab suci Al-Quran yang Bapak kutip dan tulisan Emha juga saling tabrakan. Amat kontradiktif. Tsunami itu tak ada hubungannya dengan perseteruan TNI dan GAM. Ratusan tahun lalu wilayah, Sumatra (termasuk Aceh) dan Jawa pernah terlanda bencana yang sama, jauh sebelum TNI dan GAM ada.

***

Kalau yang RD maksud pembaca = RD, silakan bingung sendiri, tetapi jangan bawa-bawa pembaca lainnya. RD tidak faham membaca kolom. Kolom yang saya asuh bertemakan Wahyu dan Akal - Iman dan Ilmu. Dari thema ini diturunkan judul yang aktual, yaitu gempa tektonik, ini porsi akal dan ilmu, sedangkan porsi wahyu dan iman, yaitu Isyarat Allah. Bahasan ilmiyah tentang gempa tektonik adalah keniscayaan, karena itu bagian dari judul: "Gempa Diikuti Tsunami, Isyarat Allah". Karena RD tidak faham membaca kolom, lalu ia bingung, lalu menulis: Seri 657 ibarat 'baju yang dibuat dari kain perca warna-warni' yang tak nyaman dipakai. RD kena sindiran Bidal Melayu: "Buruk muka cermin dibelah."

Di samping RD tidak bisa membaca, RD juga memberhalakan teknologi dengan sikap kesal ia menyatakan saya menyangkal kemajuan teknologi yang diciptakan manusia, padahal yang saya tulis itu adalah fakta. Dalam Seri 657 saya tulis: "Manusia dengan ilmunya tidak mampu "menciptakan" teknologi yang dapat melacak kapan terjadinya dan apa yang menjadi "pelatuk" gempa tektonik itu." Di mana dalam pernyataan saya tentang fakta tersebut mengandung penyangkalan kemajuan teknologi?

Kasihan sekali RD tidak tahu Qamran itu Gomorra. Dan katanya itu bertentangan satu sama lain dengan tulisan EAN. Saya tidak ambil tulisan EAN dari Kompas, melainkan dari cyber space. Tulisan EAN yang saya sisipkan tidak bertentangan dengan tragedi Sodom dan Qamran serta tidak tabrakan dan tidak kontradiktif dengan ayat (33:9). Tulisan EAN saya sisipkan dalam pesan-pesan Seri 657, yaitu pada paragraf terakhir. Itu Sodom dan Qamran saya tulis dalam hubungannya Allah campur tangan secara langsung dengan memerintahkan malaikat memicu gempa tektonik, seperti Allah campur tangan secara langsung pada perang Khandaq seperti Firman Allah:
-- FARSLNA 'ALYHM RYhA WJNWDA LM TRWHA (S. ALAhZAB, 33:9), dibaca: fa arsalna- 'alayhim ri-haw wajunu-dal lam tarauha- (s. al ahzab), artinya: maka Kami kirim kepada mereka angin badai dan pasukan yang kamu tidak melihatnya.
Ayat (33:9) menjelaskan campur tangan "secara langsung" dari Allah SWT dengan mengirim malaikat yang menghembuskan angin topan yang sangat dingin pada malam Sabtu dalam perang Khandaq. Dengan ayat (33:9) saya jelaskan campur tangan "secara langsung" dari Allah SWT dalam hubungannya dengan bagian dari judul: Isyarat Allah. Yaitu seperti saya tulis dalam Seri 657: "Tak ayal lagi gempa tektonik 150 kilometer sebelah Barat Daya Aceh yang menyebabkan timbulnya tsunami yang menyapu Aceh sebagai front terdepan adalah Isyarat Allah SWT yang perlu kita tepekur merenungkan makna isyarat itu.

RD betul-betul tidak tahu membaca, sehingga ia tidak mampu melihat makna Isyarat tsunami itu dalam kaitannya dengan konflik di Aceh. Padahal sangat mudah untuk menyimak kaitan itu. Ini saya tulis ulang paragraf terakhir dari Seri 657:
"Benarlah yang dikatakan EAN itu. Air mata dan duka menyatukan dan melapangkan dada kedua pihak yang bertikai(*) yaitu Jakarta vs GAM. Aceh perlu dibangun dari reruntuhan. Sejarah pertikaian politik dan senjata perlu dilupakan. Blok-blok psikologis(**) ditepis, semuanya memfokuskan perhatian pada kerja berat, dan dana yang tidak sedikit sekitar Rp.10 triliun, serta makan waktu yang panjang untuk membangun Aceh kembali. Ya, semuanya, bukan orang Aceh saja tetapi seluruh rakyat Indonesia, rakyat sipil, birokrat, Polri, ABRI dan GAM. Darurat sipil dicabut disertai amnesti umum dan GAM mundur selangkah, menerima kenyataan Otonomi Khusus "Syari'at Islam" di Nanggroe Aceh Darussalam dalam pangkuan Republik Indonesia. Semoga isyarat Allah berupa tsunami itu dapat dihayati dengan baik, sehingga terciptalah damai di Aceh."

Itulah dia RD yang disindir Bidal Melayu: Buruk muka cermin di belah. Awak tak pandai menari dikatakan lantai yang terjungkat(***). WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 16 Januari 2005
-----------------------------
(*)Potongan kalimat ini diambil dari tulisan EAN
(**)ungkapan blok-blok psikologis juga diambil dari tulisan EAN
(***)jungkat = miring, tilt dalam bahasa Inggris; jungkat-jungkit = up and down