Air bah berhubungan dengan bagian daur hidrologik, yaitu bagian daur yang menyangkut perjalanan air di atas permukaan bumi. Pembagian kwantitas air yang masuk ke dalam tanah dengan air yang di atas pemukaan tanah, tergantung dari keadaan permukaan bumi. Jika lapisan tanah tebal dan banyak akar-akar pepohonan serta bunga-tanah di dalamnya, lebih banyak air yang masuk meresap ketimbang air yang tertinggal di atas permukaan tanah. Apabila air di atas tanah sedikit yang tertinggal, air yang mengumpul di sungai-sungai mengalir dengan jinak. Tetapi sebaliknya apabila lapisan tanah tipis, lagi pula di dalamnya tidak terdapat akar pepohonan serta bunga-tanah yang mampu meresapkan dan menahan air, maka air yang tertinggal di atas permukaan bumi menjadi banyak. Jika terjadi hal yang demikian itu, air tidak hanya menempati lekuk dan alur sungai, melainkan melimpah dan menyapu secara menyeluruh. Itulah yang disebut banjir. Pada dataran rendah di hilir, banjir itu berwujud genangan air dan di udik di tempat yang miring utamanya di lereng-lereng gunung, air itu mengalir menjadi menjadi ganas, dan itulah yang disebut air bah.
Gunung-gunung hampir gundul, karena hutannya ditebas para pemilik HPH yang main kayu. Bunga-tanah berkurang, akar-akar berkurang, akibatnya lereng gunung dikikis secara terus-menerus dengan ganas oleh air. Pengikisan tanah oleh air yang mengalir dengan ganas itu disebut erosi.
Di dalam Al Quran pengikisan air yang menggundulkan permukaan bumi dan yang tertinggal hanyalah batu karang yang licin, dinformasikan sebagai bahan kiasan. Firman Allah SWT menyangkut erosi pada permukaan bumi itu berupa penjelasan bandingan dari erosi amal sedekah seseorang. Berfirman Allah SWT:
YAYHA ALDZYN AMNWA LA TBTHLWA SHDQTKM BALMN W ALDZY KALDZYN YNFQ MALHH R"A" ALNAS W LA YW"MN BALLH W ALYWM ALAKHR FMTSLH KMTSL SHFWAN 'ALYH TRAB FASHABH WABL FTRKH SHLDA LA YQDRWN 'ALY
SYY" MMA KSBWA W ALLH LA YHDY ALQWM ALKAFRYN (S. ALBQRT, 2:264), dibaca: Ya-ayyuhal ladzi-na a-manu- la- tubthilu- shadaqa-tikum bil manni wal adza- kalladzi- yumfiqu ma-lahu ria-an na-si wa la- yu'minu biLla-hi wal yauwmil a-khiri, famatsaluhu kamatsali shafwa-nin 'alayhi tura-bun fa asha-bahu wa-bilun fa tarakahu- shaldan la- yuqdiru-na 'ala- syay.in mimma- kasabu- waLla-hu la- yahdil qaumal ka-firi-n (S. Albaqarah) , atinya: Hai orang-orang beriman, janganlah kamu batalkan amal sedekahmu, dengan cara menyiarkan (kepada umum) dan melukai perasaan (yang diberi sedekah), seperti cara menyumbang dengan penampilan (riya) dari orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhirat. Adapun cara yang demikian itu ibarat batu karang licin yang di atasnya terdapat lapisan tanah diguyur oleh curahan hujan yang lebat yang memberikan bekas tanah hanyut dan tinggallah batu karang licin yang gundul, maka demikian pulalah keadaan amal sedekahnya hilang tidak ada yang tinggal, dan Allah tidak menunjuki orang-orang kafir (2:264).
Metode Al Quran dengan mengambil peristiwa di alam ini sebagai bahan kiasan untuk penjelasan bandingan, akan dipakai untuk membahas pemboman masjid Istiqlal baik pelaksana maupun otak pelaku intelektual yang ada di belakangnya.
Kurosyiwo adalah suatu tempat pertemuan arus laut panas dengan arus dingin di Pasific dekat Jepang. Oleh karena itu di Kurosyiwo banyak ikan. Nelayan-nelayan Jepang banyak menangkap ikan di tempat itu. Apabila Kurosyiwo tempat berkumpulnya ikan-ikan dijadikan bahan bandingan, maka tempat mencari ikan (baca: teroris pelaku dan otak pembom) itu dapatlah dilokaliser,
dikurosyiwokan. Ikan-ikan itu harus dicari kursyiwonya di antara penganut pertentangan kelas dan yang bersikap menolak Pemilu.
Terhadap para teroris yang sangat membahayakan masyarakat dan negara harus diperlakukan bahkan melebihi para koruptor. Yaitu terhadap mereka itu harus diperlakukan asas praduga bersalah. Atas meraka itu sama sekali tidak boleh siperlakukan asas praduga tak bersalah, karena mereka itu sama sekali tidak mengindahkan hak asasi manusia. Hanya terhadap mereka yang menghormati hak asasi manusia yang wajar diperlakukan asas praduga tak bersalah atasnya.
Siapakah mereka para penganut pertentangan kelas itu? Mereka itu adalah kaum marxis. Historishe materialisme yang atheis dengan metode dialektika atau pertentangan kelas adalah doktrin dari Karl Marx. Memang PKI telah hancur, akan tetapi penganut marxis masih tetap eksis di Indonesia, yaitu dengan munculnya marxis gaya baru dalam kalangan pemuda, yang radikal, yang tidak mau menerima reformasi. Jadi ada sinkronisasi di antara penganut pertentangan kelas dengan yang menolak Pemilu, bahkan keduanya merupakan satu sistem, yaitu tidak menerima reformasi, karena mereka itu menginginkan revolusi sosial. Mereka itulah ikan-ikan Kurosyiwo.
Metode Al Quran dengan mengambil peristiwa di alam ini sebagai bahan kiasan untuk penjelasan bandingan tersebut, akan dipakai pula untuk membahas situasi ummat Islam dalam kaitannya dengan peristiwa Bayuwangi, Ketapang, Kupang, Ambon dan terakhir pemboman masjid Istiqlal. Thermofles (thermo = panas, fles = botol) disingkat thermos kita kenal semua. Yaitu sejenis botol untuk menyimpan air panas. Dilihat dari segi ilmu pengantar kalor (heat transer), thermos dilapisi oleh zat yang sukar meneruskan panas. Kaum elit, alim ulama, tokoh-tokoh masyarakat, organisasi-organisasi Islam dalam kalangan ummat Islam adalah ibarat thermos. Sedangkan kaum awam, golongan bawah (grass roots) yang "fanatik" emosional adalah ibarat air panas di dalam thermos. Yang sangat diharapkan, mudah-mudahan Allah SWT mengabulkan harapan kita, botol thermos itu dapat menahan geram air panas di dalamnya, yang kemudian secara berangsur, secara berdikit-dikit air panas itu turun suhunya, menembus perlahan-lahan keluar sekat penahan panas dari botol thermos, kemudian kegeraman itu padam dan menyadari bahwa luapan kegeraman itu akan merugikan kita semua sebagai suatu bangsa yang beradab.
Semoga aparat keamanan, polisi dan TNI dengan bantuan masyarakat seluruhnya yang pro reformasi dapat dengan cepat menjaring ikan-ikan teroris itu di Kurosyiwo. Walla-hu a'lamu bishshawa-b.
*** Makassar, 25 April 1999
25 April 1999
[+/-] |
370. Kurosyiwo dan Thermos |
18 April 1999
[+/-] |
369. Antara Kalender Hijriyah dengan Miladiyah |
Kemarin tahun baru Hijriyah, 1 Muharram 1420 H. Kalender Hijriyah terkait dengan peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dan kalender Miladiyah (Masehi) terkait dengan kelahiran (milad) Nabi 'Isa Al Masih AS.
Bangsa Arab di zaman pra-Islam memakai patokan tahun bukan berupa bilangan, melainkan topic of the year. Hari kelahiran Nabi Muhammad SAW disebut tahun gajah, karena yang menjadi topic of the year pada waktu itu adalah peristiwa hancurnya tentara
bergajah Abraha. Sistem ini berlaku juga di zaman Islam, hingga Khalifah Umar ibn Khattab mengubahnya dengan sistem bilangan. Ada tiga konsep yang diusulkan pada waktu itu, yaitu kelahiran Nabi Muhammad SAW, Nuzulu lQuran dan hijrah. Pilihan jatuh pada peristiwa hijrah, sehingga kalender ini disebut dengan kalender Hijriyah.
Satu bulan menurut kalender pra-Islam dari bulan sabit baru ke bulan sabit baru, ini berganti-ganti 29 dengan 30 hari. Satu tahun adalah satu kali matahari menempuh lintasan garis ekliptika di bola langit dalam pandangan geosentrik. Lamanya sekitar 365,25 hari. Satu tahun terdiri atas 365,25/29,5 = 12,38 bulan, jadi bukan bilangan bulat. Kalau dinyatakan dalam hari, pecahan 0,38 bulan itu menjadi 0.38 x 29,5 = 11,2 hari, dibulatkan menjadi 11 hari.
Cara bangsa Arab pra-Islam menanggulangi kelebihan 11 hari itu ialah dengan mengumpulkan kelebihan itu setiap tiga tahun, sehingga terkumpullah sekitar 33 hari. Ini dijadikan 1 bulan. Dengan demikian setiap tiga tahun, jumlah bulan dalam tahun tersebut sebanyak 13. Itulah sebabnya dalam zaman pra-Islam bulan Ramadhan tetap dalam musim panas, sehingga bulan itu diberi bernama Ramadhan, dari akar kata Ra, Mim, Dhad, membakar. Sistem kalender pra-Islam ini masih berlaku di kalangan ummat Islam, hingga turun ayat: AN 'ADT ALSYHWR 'AND ALLH ATSN 'ASYR SYHRA (S. AL TWBT, 36), dibaca: Inna 'iddatasy syuhu-ri 'indaLla-hitsna 'asyara syahran (S. Attaubah), artinya: Sesungguhnya perhitungan bulan disisi Allah adalah 12 bulan (9:36).
Sejak turunnya ayat itu tidak ada lagi tahun yang yang jumlah bulannya 13 dalam kalangan ummat Islam. Dengan penggarisan ayat tersebut, maka dalam sistem kalender ini hitungan bulan terkait dengan posisi bulan di langit, sedangkan bilangan tahun terlepas sama sekali dari posisi matahari di langit. Kalender Hijriyah adalah sistem qamariyah (lunar system). Dalam sistem ini bulan Ramadhan maupun bulan Haji bergeser setiap tahun, sehingga pelaksanaan ibadah puasa maupun ibadah haji tidaklah dalam musim yang tetap. Dengan penggarisan ayat tersebut sistem kalender Hijriyah tidak dipusingi oleh bilangan pecahan, sehingga terbebas dari pelaksanaan koreksi dari waktu ke waktu, seperti yang akan kita lihat nanti tatkala membicarakan kalender Romawi, Julius dan Masehi.
Kalender Masehi berasal dari kalender Julius yang berasal pula dari kalender Romawi. Dalam kalender Romawi patokan tahun diambil sebagai tahun pertama, yaitu 12 tahun sesudah matinya Iskandar (Alexander), raja Makedonia. (Bukan Iskandar Zulkarnain, sebab DzulQarnain dalam Al Quran berdialog dengan Allah, sedangkan Alexander penyembah berhala).
Dalam kalender Romawi permasalahan kelebihan 11 hari itu ditanggulangi seperti berikut: setiap bulan dianggap 30 hari, kecuali bulan kelima (Syubat), jumlahnya cuma 28 hari, sehingga semuanya berjumlah 11 x 30 + 28 = 358 hari. Masih tersisa (365,25 - 358) = 7,25 hari. Yang 7 hari disisipkan satu hari berselang seling, kecuali bulan 10 dan 11 (Tamoz dan Ab) berturut-turut 31 hari. Sedangkan yang 0,25 hari dikumpul setelah 4 tahun menjadi 1 hari, yang setiap 4 tahun yang 1 hari itu diselipkan pada bulan kelima, sehingga 28 menjadi 29. Demikianlah dalam kalender Romawi hitungan bulan sama sekali terlepas dari posisi bulan di langit, sedangkan bilangan tahun terkait dengan posisi matahari di langit. Kalender Romawi adalah sistem syamsiyah (solar system).
Kalender Romawi ini kemudian diubah sedikit oleh Julius Caesar, yaitu dengan mengubah susunan dan nama bulan. Bulan keempat (Kanun II) diubah posisinya menjadi bulan pertama, dan diubah namanya menjadi Januari. Bulan kelima (Syubat) menjadi bulan kedua dan diubah menjadi Februari, demikian seterusnya. Bulan September, yaitu bulan ketujuh (sept, sapta artinya 7) digeser menjadi bulan ke-8, karena sesudah bulan Juni disisipkan bulan dengan nama kaisar tersebut, bulan Juli. Yang kemudian setelah Agustus menjadi kaisar Romawi, bergeser pula bulan September itu menjadi bulan ke-9, karena sesudah bulan Juli disisipkan bulan Agustus. Demikianlah nasib bulan ke-7 September, bulan ke-8 (okta) Oktober, bulan ke-9 (nova, nawa) November dan bulan ke-10 (desi, dasa) Desember masing-masing bergeser 2 bulan menjadi bulan ke-9, ke-10, ke-11 dan ke-12. Kalender yang diubah oleh Yulius Caesar ini disebut dengan kalender Julius (Julian Calendar).
Kalender Masehi mengambil patokan kelahiran Nabi 'Isa AS. Pada mulanya kalender Masehi juga menganggap 1 tahun = 365,25 hari. Kemudian pecahan dikembangkan menjadi 4 digit, yaitu 365,2422 hari. Jadi berbeda 0,0078 setiap tahun dan dalam 4 abad, selisih itu menjadi 3,12 hari, dibulatkan menjadi 4 hari. Setiap abad selisih itu menjadi 1 hari, sehingga setiap kelipatan 100 (misalnya tahun 2000) bulan Februari tetap 28 hari.
Berhubung pembulatan 3,12 menjadi 4 itu, maka dalam tahun 1582 M. atas inisiatif Paus Gregorius XIII dilakukan pula koreksi. Hasilnya ialah tanggal 5 Oktober 1582 M. harus dianggap 15 Oktober 1582 M. Artinya tanggal 6,7,8,9,10,11,12,13 dan 14 Oktober 1582 M. dianggap tidak pernah ada. Kalender Masehi yang sudah direvisi ini disebut kalender Gregorius (Gregorian Calendar), yang dipakai hingga dewasa ini secara internasional, terkecuali dalam kalangan ummat Russian Orthodox Church (Katholik Yunani). Ummat Katholik Yunani tidak mengakui penghapusan tanggal 6 s/d 14 Oktober 1582 tersebut. Itulah sebabnya hingga dewasa ini ummat Katholik Yunani merayakan Natal dan tahun baru terlambat 9 hari.
Baik dalam kalender Hijriyah, maupun Masehi hitungan hari tergantung pada posisi matahari di langit. Namun ada bedanya yaitu dalam kalender Hijriyah pergantian hari dimulai waktu terbenamnya matahari, sedangkan dalam kalender Masehi, pergantian hari dimulai tengah malam. WaLla-hu a'lamu bishshawa-b.
*** Makassar, 18 April 1999
11 April 1999
[+/-] |
368. Kenangan-Kenangan Bagi Almarhum H.M. Dg Patompo' |
-- ANA LLH WANA ALYH RJ'AWN (S. ALBQRT, 2:156), dibaca: inna- lilla-hi wainna- ilayhi ra-ji'u-n, sesungguhnya kita kepunyaan Allah dan sesungguhnya kita akan kembali kepadaNya.
Pada waktu autobiografi almarhum H.M. Dg Patompo' sementara dalam persiapannya yang diketuai oleh Drs A. Razak Mattaliu', saya diminta oleh panitia penyusun untuk menggoreskan sepatah dua patah kata sebagai salah seorang sahabat almarhum. Berikut adalah goresan yang diminta oleh panitia penyusun autobiografi tersebut.
Almarhum adalah salah seorang dari trio pendiri IMMIM dan pengambil inisiatif MTQ. Seperti diketahui tahun 1963 PKI sedang sengit-sengitnya meluaskan pengaruhnya di seluruh Indonesia dengan membonceng, memanfaatkan Presiden Soekarno yang mempunyai visi membanting stir ke kiri, yang berakhir dengan perebutan kekuasaan oleh PKI pada 30 September 1965. Tahun 1963 itu mas-media mengalami sensor, berda'awah di mana-mana selalu diikuti oleh kaki-tangan Subandrio yang telah menahan tokoh-tokoh Islam di Jakarta seperti antara lain: H.A.Malik Karim Amrullah, Muhammad Natsir, Syafruddin Prawira Negara, Yusuf Wibisono, Moh. Rum, Burhanuddin Harahap serta banyak yang lain. Suasana mencekam ini terasa di seluruh Indonesia, tidak terkecuali di Makassar. Tokoh-tokoh Islam di Makassar tidak tinggal diam untuk berupaya melawan tekanan yang kian memojokkan dari PKI itu, dengan mengambil strategi Mina lMasjid Ilay lMasjid, dari masjid ke masjid, back to masjid, berbenteng masjid.
Atas prakarsa trio H.M. Dg.Patompo', H.Fadeli Luran dan Andi Baso' Amir dalam bulan Ramdhan 1383 H. berkumpullah sekitar 50 tokoh Islam, utusan dari sejumlah masjid dan Mushalla di Makassar di rumah almarhum Andi Baso' Amir. Maksud pertemuan itu ialah merembukkan kemungkinan terwujudnya masjid sebagai benteng pertahanan ummat Islam di Makassar, sebagai upaya strategis melancarkan serangan balik (counter attact) melawan PKI. Perembukan Ramadhan itu membuahkan hasil dengan terbentuknya lembaga Perjuangan Ummat Islam di Makassar yang berbenteng masjid pada 16 Syawal 1383, 1 Januari 1964, yaitu sebuah organisasi yang beranggotakan masjid diberi bernama IKATAN MASDJID MUSHALLA INDONESIA MAKASSAR, disingkat IMMIM. Oleh karena organisasi yang beranggotakan masjid ini dalam kurun waktu selanjutnya melebarkan sayap ke luar daerah Kotapradja Makassar, yaitu ke Provinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Maluku dan Irian Jaya, maka dalam Musyker I yang bertempat di Markas KAMI tgl 25 s/d 29 Juli 1966 disepakati mengubah nama IMMIM menjadi IKATAN MASJID MUSHALLA INDONESIA MUTTAHIDAH. IMMIM dalam nama yang lama dan nama yang baru diketuai oleh almarhum H.Fadeli Luran selama hayat beliau.
Almarhum sebagai walikota Makassar peride I, adalah pengambil inisiatif melembagakan perlombaan membaca Kitab Suci Al Quran, yaitu lembaga Musabaqah TilawatilQuran (MTQ), yang kemudian hari lembaga MTQ ini terangkat menjadi lembaga yang bertaraf Nasional. Adapun MTQ yang pertama terhitung mulai dari MTQ yang diprakarsai oleh almarhum.
Almarhum sebagai walikota adalah pendiri komplex pemukiman Ujungpandang Baru (PKUB). Almarhum sebagai walikota mempunyai cara yang khas untuk mempromosikan KPUB yang dibanguni rumah-rumah permanen dan rumah tumbuh. Kalau Datoka Ripa'gentungan menyulut rokoknya pada kilat (ri kila' tabebea), memanfaatkan kesempatan yang lowong walaupun hanya sesaat, maka almarhum juga melihat dan mempergunakan lowongan sesaat untuk mempromosikan KPUB. Kesempatan sesaat itu dilihat beliau tatkala kami bertiga, Drs A.Rahman Rahim (sekarang Prof DR H.A.Rahman Rahim), Drs Husen Abas (sekarang Prof DR Husen Abas) dan saya sendiri menandatangani kontrak jual-beli secara menyicil masing-masing sebuah rumah permanen di KPUB. Almarhum sebagai walikota Makassar mengontak rektor Unhas, yang pada waktu itu Let.Kol. DR Mr Muh.Nazir Said (yang juga sudah almarhum), untuk membarter mobil ROBUR Unhas dengan sejumlah (saya sudah lupa jumlahnya yang tepat) rumah guna dihuni oleh para dosen Unhas. Dalam hubungannya dengan itu Drs A. Rahman Rahim dan saya sendiri ditunjuk oleh rektor Unhas menjadi Panitia Inti. Barter ROBUR dengan RUMAH itu menjadi pemicu bagi masyarakat selain wartawan dan dosen untuk datang bermukim di komplex yang baru itu. Sebelum para dosen bermukim di komplex tersebut, telah dihuni pula secara nyata dan teoritis oleh sejumlah kecil wartawan. Yang dimaksudkan secara nyata yaitu betul-betul pindah, seingat saya Ramiz Parenrengi (diangkat sebagai ketua suku oleh para pemukim wartawan dan dosen), A.Rahman Arge (sebagai komandan upacara dengan aba-aba yang diikuti komentar seenaknya, seperti setelah mengucapkan aba-aba (ber)siap ditambah dengan komentar suara kecil, jari angngapaminjo siap ngasemmi taua), Masyhudul Haq R.Sanggu, kepala keamanan yang cukup berani, (waktu itu KUP masih daerah pinggiran yang rawan), almarhum Arsal Al Habsyi dan almarhum Djamaluddin Latif. Yang saya maksud dengan pemukim teoritis, yaitu hanya nama saja, orangnya tidak. Saya tidak usah dan tidak perlu menyebutkan namanya. Untuk sampai ke KPUB harus melalui jalur utara, yaitu Pannampu' ke Timur menempuh jalan berlumpur. Ada satu hal yang saya lihat bagaimana H.M. Dg.Patompo' berpikiran praktis, yaitu dengan anggaran hanya untuk 50% dapat ditingkatkan hasilnya menjadi 100%. Jalan Pongtiku, jalur selatan untuk ke KPUB yang kemampuan anggrannya hanya separuh jarak, dapat mencapai jarak sepenuhnya ke KPUB dengan hanya mengaspal setengah lebar jalan. Memakai cepereq (kali-kalian) 2 = 4 x 1/2, anggaran untuk 2 km menjadi 4 km dengan setengah lebar.
Terkadang antara pemukim KPUB mengadakan kongkow dengan almarhum. Walaupun pertemuan itu bersifat tidak resmi, kalau kita menagih janji-janji beliau, mengapa air belum masuk, listrik belum ada. Lalu apa jawab almarhum? "Janji itu sudah acting, kalau menepati janji over acting, saya segan over acting". Maka meledaklah gelak ketawa yang segar. Sewaktu ada yang mengatakan (saya sudah lupa siapa penanya tsb): "Pak Patompo' itu Ali Sadikinnya Makassar", maka almarhum membantah: Oh, itu tidak betul, Ali Sadikin Patompo'nya Jakarta". Walla-hu a'lamu bishshawa-b.
*** Makassar, 11 April 1999
4 April 1999
[+/-] |
367. Makkah di Sebelah Barat, Mengapa di Sana Orang Shalat 'Iyd Lebih Dahulu? |
Tanggal 9 Dzulhijjah 1419 H jatuh pada hari Ju'mat di Makkah, sehingga ummat Islam wuquf di Arafah pada hari itu. Keesokan harinya Sabtu 10 Dzulhijjah 1419 H ummat Islam shalat Iydul'Adhha di Al Masjid Al Haram di Makkah. Kita di sini baru shalat 'Iyd pada hari Ahad. Beberapa orang baik secara tatap muka seusai shalat Iydul'Adhha maupun melalui deringan telepon bertanyakan kepada saya pertanyaan seperti judul di atas.
Sebenarnya hal tersebut telah dibahas dalam Seri 270, edisi 20 April 1997. Namun tak ada salahnya dibahas kembali dengan gaya yang berbeda. Ini menyangkut kimematika (ilmu gerak). Dalam kinematika, dan dinamika pada umumnya, yang penting mula-mula orang harus menentukan kerangka rujukan (frame of reference) untuk menjadi landasan gerak, yang disebut pusat sistem kordinat. Yakni semua titik benda bergerak relatif terhadap pusat sistem koordinat. Dikatakan relatif bergerak oleh karena di alam syahadah ini tidak ada yang diam secara mutlak. KL FY FLK YSBHWN (S. YS, 40), dibaca: Kullun fi- falakin yasbahu-n (S. Ya-sin), artinya: Tiap-tiap sesuatu berenang dalam falaknya (36:40).
Apabila matahari yang menjadi pusat sistem koordinat, maka lintasan bumi yang bergerak mengelilingi matahari berbentuk elips. Lintasan bulan yang sementara mengelilingi bumi bergerak pula bersama-sama bumi mengelilingi matahari, sehingga geraknya mengikuti jalur yang berbentuk pegas yang dilingkarkan. Ternyata dengan memilih matahari sebagai pusat sistem koordinat gerak bulan itu sangat ruwet.
Sistem Penanggalan Hijriyah adalah sistem kombinasi syamsiyah (solar) dengan qamariyah (lunar). Landasannya adalah Ayat Qawliyah:
FALQ ALASHBAH WJ'AL ALYL SKNA WALSYMS WALQMR HSBANA (S. AL AN'AAM, 96) dibaca: Fa-liqul ishba-hi waja'alal layla sakanan wasysyamsa walqamara husba-nan (S. Al An'a-m),, artinya: (Yang) membuka subuh dan menjadikan malam untuk istirahat, dan menjadikan matahari dan bulan untuk perhitungan (6:96). AN 'ADT ALSYHUR 'AND ALLH ATSNA 'ASYR SYHRA FY KTB ALLH (S. ALTWBT, 36), dibaca: Inna 'iddatasy syuhu-ri 'indaLla-hits na 'asyara syahran fi- kita-biLla-hi (S. At Tawbah), 36), artinya: Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah dua belas bulan (9:36).
Pergantian hari ditentukan oleh terbenamnya matahari. Misalnya hari ini hari Ahad, begitu matahari terbenam hari berganti menjadi Senin, yaitu malam Senin disusul dengan Senin siang. Hitungan bulan berdasarkan atas posisi matahari dan bulan pada bola langit. Menurut ayat di atas itu bilangan bulan adalah 12 bulan, itulah yang disebut 1 tahun. Itulah beda antara sistem penanggalan Hijriyah dengan Miladiyah (Masehi). Pada sistem Hijriyah 1 tahun dinyatakan oleh jumlah bulan (bilangan bulat = 12), sedangkan pada sistem Miladiyah 1 tahun ditentukan oleh jumlah hari yaitu bilangan pecahan = 365,25 lebih sedikit, sehingga dikoreksi setiap empat tahun bulan Februari 29 hari, setiap 100 tahun, dikoreksi lagi bulan Februari tetap 28 hari, walaupun 100 habis dibagi empat. Dalam tahun 2000 nanti bulan Februari tetap 28 hari.
Maka dalam hal matahari dan bulan yang dijadikan sebagai perhitungan waktu, akan lebih mudah jika dipilih pusat sistem koordinat di titik tempat orang mengamati matahari dan bulan pada permukaan bumi, seperti misalnya di Makkah, Makassar, dll. Ini yang disebut dengan sistem koordinat yang ikut bergerak dalam kinematika. Karena bumi berpusing pada sumbunya, kita ikut juga berpusing, maka kita lihat matahari dan bulan bergerak melingkar pada bola langit, terbit di sebelah timur, terbenam di sebelah barat. Kita saksikan pada bola langit matahari dan bulan ibarat dua orang atlet berlomba lari.
Dalam perlombaan itu matahari lebih cepat sedikit dari bulan. Atlet matahari menyusul atlet bulan dalam jangka waktu sekali sebulan. Pada waktu matahari sedang berpapasan dengan bulan dalam ilmu falak disebut dalam keadaan ijtima' (conjuction). Jika ijtima' terjadi jauh di atas ufuk pada siang hari, tatkala matahari terbenam pada petang harinya bulan masih di atas ufuk (horizon). Itulah yang disebut dengan bulan baru, artinya terjadi pergantian hitungan bulan, seperti baru-baru ini bergantinya akhir bulan Dzulqa'dah menjadi awal Dzulhijjah.
Apabila ijtima' terlalu dekat ufuk, maka secara teori (baca: ilmulyaqin, atau legitimasi faktual) sudah terjadi pergantian hitungan bulan, akan tetapi secara praktis (baca: ainulyaqin, atau legitimasi formal), belum terjadi pergantian hitungan bulan, berhubung bulan tidak dapat disaksikan baik oleh mata ataupun instrumen, karena silau oleh sinar matahari. Penganut legitimasi formal disebut ahlu hisab, sedangkan penganut legitimasi riel disebut ahlu ru'yah. Demikianlah, jika bulan sabit kurang dari 4 derajat di atas ufuk tatkala matahari terbenam, ahlu hisab lebih dahulu satu hari shalat 'Iyd dari ahlu ru'yah. Jadi tidak perlu dipermasalahkan, harus saling menghormati antara yang bersikap legitimasi formal dengan legitimasi riel.
Karena yang dijadikan pusat sistem koordinat adalah titik tempat kita berdiri pada permukaan bumi, maka pusat sistem koordinat di Makassar berbeda dengan pusat sistem koordinat di Makkah. Pada hari Rabu (= malam Kamis), tatkala matahari terbenam di Makassar bulan masih di bawah ufuk. Itu berarti tatkala Rabu berganti dengan Kamis, maka di Makassar masih akhir bulan DzulQa'dah. Akan tetapi karena jarak antara Makassar dengan Makkah cukup jauh untuk matahari dapat mengejar bulan, maka tatkala matahari terbenam malam Kamis di Makkah bulan sudah di atas ufuk, artinya di Makkah pada waktu malam Kamis sudah terjadi pergantian bulan dari DzulQa'dah menjadi DzulHijjah, dengan perkataan lain malam Kamis dan Kamis siang di Makkah sudah 1 DzulHijjah, Jum'at 9 DzulHijjah wuquf di 'Arafah, Sabtu 10 DzulHijjah shalat 'Iyd di Al Masjid Al Haram. Sedangkan kita di Makassar dan seluruh Indonesia, juga di Malaysia dan Brunai hari Kamis masih akhir DzulQa'dah, maka 1 DzulHijjah baru jatuh keesokan harinya yaitu pada hari Jum'at, 10 DzulHijjah jatuh pada hari Ahad, kita shalat 'Iyd pada hari Ahad, begitu. WaLla-hu a'lamu bish shawa-b.
*** Makassar, 4 April 1999