Di kalangan akademisi Muslim Indonesia, nama Prof. Dr. M. Amin Abdullah tidak asing lagi. Selain menjabat sebagai rektor Universitas Islam Negeri Yogyakarta (dulunya IAIN Yogya), dia juga pernah menjabat posisi penting di PP Muhammadiyah, sebagai Ketua Majlis Tarjih dan Pemikiran Islam. Tetapi, dalam Muktamar Muhammadiyah ke-45 di Malang, tahun 2005, namanya terpental dari jajaran pimpinan pusat Muhammadiyah. Dia berlatarbelakang pendidikan bidang filsafat Islam. Lulus PhD dari Department of Philosophy, Faculty of Art and Sciences, Middle East Technical University (METU), Ankara, Turki, tahun 1990.
Dari sebuah kampus berlabel Islam, seperti UIN Yogya, muncul tesis master yang justru menghujat Al-Qur'an, dan menyatakan, bahwa "Mushhaf itu tidak sakral dan tidak absolut, melainkan profan dan fleksibel. Penanaman keragu-raguan terhadap Islam bagi mahasiswa Muslim tampaknya kini banyak dilakukan oleh para dosen-dosennya sendiri.
Bidang yang sering ditulis Amin Abdullah terutama masalah filsafat dan epistemologi Islam. Tapi, karena sangat gencar mempromosikan penggunaan hermeneutika dalam penafsiran Al-Qur'an, dia kadang kala juga dijuluki "Bapak Hermeneutika Indonesia". Sekian cuplikan dari www.hidayatullah.com.
***
Terkait dengan yang sering ditulis Amin Abdullah perkara epistemologi, elok dikemukakan bahwa hermeneutika epistemologis memperanakkan paradigma: sekularisme, liberalisme, kapitalisme, pluralisme, dan genderisme, yang di atas paradigma ini, komunitas yang menamakan diri Islam Liberal mengadakan pendekatan kontekstual (Sudah dibahas dalam Seri 729). Ayat-ayat yang tidak cocok secara kontekstual dengan paradigma pancatas itu seperti misalnya ayat (24:31) di bawah hanya bersifat lokal dan temporer saja.
-- WLYDHRBN BKHMRHN 'ALY JYWBHN (S. ALNWR, 24:31), dibaca:
-- walyadhribna bikhumurihinna 'ala- juyu-bihinna.
WLYDHRBN - walyadhribna dalam ayat (24:31) terdapat Lam Al Amr (Lam yang menyatakan perintah), maka kata tersebut berarti: Diperintahkan kepada mereka menutupkan, sehingga ayat (24:31) terjemahannya adalah:
-- Diperintahkan kepada mereka menutupkan khumur mereka ke atas dada mereka. (Khumur adalah bentuk jama' = plural dari khimar, artinya tutup kepala, yang di Indonesia ini tutup kepala yang dipanjangkan menutup dada itu disebut "jilbab", padahal dalam bahasa Al-Qur'an: jalabib, bentuk jama' dari jilbab adalah baju longgar yang panjang sampai mata-kaki yang menutupi lekuk-lekuk tubuh).
Dengan demikian pistol mainan anak-anak hermeneutika epistemologis menjadikan semua ayat Al-Quran tidak ada lagi yang qath'i, semua relatif tergantung pada paradigma pancatas cocok atau tidak. Paradigma pancatas mengungguli wahyu.
***
Ada asumsi spekulasi intelektual dari Fazlur Rahman, gurunya Nurcholis Madjid, yaitu bahwa Al-Quran adalah "both the Word of God and the word of Muhammad". Asumsi ini bernuansa hermeneutika filosofis. Asumsi ini berpijak pada paradigma bahwa Al Quran tidaklah diturunkan secara verbal, melainkan merupakan spirit wahyu yang disaring melalui Nabi Muhammad SAW dan sekaligus diekspresikan dalam tapal batas intelek dan kemampuan linguistiknya. Nabi Muhammad SAW sebagai penerima wahyu diposisikan oleh Fazlur Rahman sebagai "pengarang" Al Quran. Fazlur Rahman tidak memahami perbedaan antara Al-Quran dengan Hadits Qudsyi. The Word of God adalah Al-Quran dan both the Word of God and the word of Muhammad adalah Hadits Qudsyi. Inilah latar belakang mengapa yang keranjingan hermeneutika untuk mengkaji Al Quran, bertitik tolak dari sikap "meragukan" Mushhaf (teks) Al Quran Rasm (ejaan) 'Utsmaniy.
Amin Abdullah analog dengan Abu Zayd. Pertama, sama-sama dari perguruan tinggi yang berlabel Kawasan Tengah, kedua sama-sama keranjingan hermeneutika dan ketiga sama-sama meragukan Mushhaf Utsmaniy. Nasr Hamid Abu Zayd pernah tinggal di Amerika selama dua tahun (1978-1980), yang menimba ilmu di di Institute of Middle Eastern Studies, University of Pennsylvania, sangat terpesona dan terbelalak matanya menatap hermeneutika yang baru dikenalnya, ibarat seekor rusa masuk kampung. Ia menulis: "My academic experience in the United States turned out to be quite fruitful. I did a lot of reading on my own, especially in the fields of philosophy and hermeneutics. Hermeneutics, the science of interpreting texts, opened up a brand-new world for me. I owe much of my understanding of hermeneutics to opportunities offered me during my brief sojourn in the United States" (Middle East dan Middle Eastern saya terjemahkan Kawasan Tengah, karena bukankah Middle East dan Middle Eastern itu bagi kita di Indonesia, keduanya terletak di barat?).
Allah memberikan kemampuan bagi sejumlah ummat Islam yang dapat menghafal Al-Quran. Mushhaf Utsmaniy itu berdasarkan "hafalan" para sahabat terhadap Al-Quran (=Bacaan). Hafalan itu diteruskan secara sinambung dengan mengalirnya waktu. Yaitu setiap bulan Ramadhan di Masjid Al-Haram di Makkah dalam shalat Tarwih ditammatkan Al- Quran. Adalah fakta, bahwa belum pernah terjadi perubahan/kesalahan bacaan Imam Masjid Al-Haram. Dan andaikata terjadi kesalahan bacaan Imam, akan langsung dibetulkan oleh makmum yang berasal dari seluruh dunia. Maka terpelihara Bacaan (=Al-Quran) itu sampai kiamat.
Bagi yang keranjingan dengan hermeneutika, yang ibarat rusa masuk kampung itu, mereka "menembak" dengan hermeneutika itu ibarat pistol mainan anak-anak yang dipakai untuk menembak Mushhaf Utsmaniy. Dan itu salah tembak. Mengapa? Karena Mushhaf Utsmaniy itu, seperti disebutkan di atas, berdasarkan "hafalan" para sahabat terhadap Al-Quran (=Bacaan). Jadi teks (Rasm Utsmaniy) itu bersumberkan "Bunyi". Padahal hermeneutika mengkritik teks, bukan mengkaji "bunyi". Lagi pula hermeneutika sama sekali asing dengan "asbabunnuzul" (latar belakang turunnya ayat). Alhasil, hermeneutika hanya cocok (compatible) untuk dipakai menembak Kitab Suci dan substansi apapun juga yang bersumberkan tulisan/teks. Jadi salah tembak dong. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 20 Oktober 2008
20 Oktober 2008
[+/-] |
847. Wahai Prof, Salah Tembak! |
5 Oktober 2008
[+/-] |
846. Penyaluran Zakat bagi Muzakki |
Insiden yang tragis pembagian zakat harta langsung secara perorangan oleh pengusaha Kota Pasuruan H Syaikhon Fikri, Senin 15 September 2008 yang memakan korban yang semuanya perempuan, 21 orang tewas, seorang kritis, dan 12 lainnya sempat pingsan, menjadi bahan polemik. Melihat "tragedi Pasuruan" tsb umumnya orang berpendapat supaya pembagian zakat harta langsung secara perorangan oleh muzakki itu dihentikan dan semua muzakki menyalurkan zakatnya melalui lembaga amil zakat. Namun buah pikiran yang ekstrem itu sulit terlaksana, karena bagaimanapun juga di satu sisi tidak ada dalam agama maupun dalam undang-undang yang melarang hal penyaluran perorang itu. Dan dari sisi yang lain kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap badan amil zakat. Jadi penyaluran perorang itu tidak perlu dihentikan, melainkan diarahkan. Memang menjadi kebiasaan mendahului nisab, artinya walaupun nisabnya belum sampai waktunya tetapi sudah mengeluarkan zakat harta ditambah dengan sadaqah pada bulan Ramadhan. Namun muzakki yang akan menyalurkan sendiri zakatnya menghilangkan selera "kepercayaan tambahan" untuk mengambil waktu tertentu satu hari saja, seperti misalnya H Syaikhon Fikri yang menetapkan 15 Ramadhan. Menetapkan satu hari saja itulah yang potensial membawa bencana. Muzakki yang akan berzakat perorangan itu mendata fakir miskin di sekitarnya sambil membawa kartu kontrol berupa kupon bernomor, katakanlah 100 orang untuk satu hari, sehingga terhindarlah bahaya berdesak-desakan.
Pada sisi lain lembaga amil zakat harus memperlihatkan kinerjanya, membuat terobosan sehingga menimbulkan kepercayaan masyarakat muzakki untuk menyalurkan zakatnya melalui lembaga tsb. Dalam BAB V ttg PENDAYAGUNAAN ZAKAT Pasal 16 ayat 2 disebutkan: "Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif." Mustahiq maksudnya orang atau badan yang berhak menerima zakat {Huruf q yang dipakai, bukan k, karena itu merupakan ejaan baku yang resmi dipakai dalam undang-undang). Adapun mustahiq itu ada delapan, seperti firman Allah:
-- ANMA ALShDQT LOLFQRAa WALMSKYN WAL'AMLYN 'ALYHA WALMWaLFt QLWBHM WFY ALRQAB WALGhRMYN WFY SBYL ALLH WABN ALSBYL FRYDht MN ALLH WALLH 'ALYM Hkym (S. ALTWBt, 9:60), dibaca:
-- innamash shadaqatu lilfuqara-I wal masa-ki-ni wal 'a-mili-na 'alaiha- wal muallafati qulu-bahum wafer riqa-bi wal gha-rimi-na wa fi- sabi-lilla-hi wabnis sabi-l- fari-dhatan minalla-hi walla-hu 'ali-mun hki-m, artinya:
-- Sesungguhnya sedekah-sedekah (zakat) itu hanyalah untuk orang-orang fakir, dan orang-orang miskin, dan amil-amil yang mengurusnya, dan orang-orang muallaf yang dijinakkan hatinya, dan untuk riqab (korban trafikking), dan yang berhutang, dan untuk sabiliLlah dan ibnussabil (yang keputusan belanja/beasiswa). (Ketetapan hukum yang demikian itu ialah) sebagai satu ketetapan (yang datangnya) dari Allah. dan (ingatlah) Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana.
Alhasil, Badan Amil Zakat Infaq dan Sadaqah sudah waktunya membentuk Pilot Proyek yang bertujuan untuk mengarahkan penggunaan dana itu ke arah yang produktif. Mustahiq fakir miskin dan pengaggur yang dimiskinkan oleh sistem yang korup, tidak diberi ikan melainkan pancing. Proyek itu dikelola oleh Badan Amil yang khusus terdiri atas sumberdaya manusia yang pakar yang diambil dari ICMI. Pilot Proyek itu berupa pabrik atau bengkel. Calon-calon karyawan dibina akhlaqnya oleh Lembaga Da'wah dan mereka merupakan ibnussabiel yang mendapat beasiswa dari Bazis. Setelah tammat mereka dipekerjakan pada pabrik atau bengkel tersebut. Dapat pula Pilot Proyek itu Badan Amilnya berupa Badan Konsultan yang memberikan nasihat, bimbingan bahkan kursus pendek (short course) keterampilan bagi pengusaha kecil dan kaki lima yang diberikan modal (bukan pinjaman) oleh Baziz, yang pada gilirannya jika sukses akan menjadi muzakki. Pengusaha kecil dan kaki lima yang akan dimodali oleh Baziz diambil dari para remaja yang putus sekolah. Mereka itu dibina akhlaqnya oleh suatu Lembaga Da'wah, sehingga modal yang dikelolanya itu bukan hanya sekadar dipertanggung jawabkan kepada Baziz, melainkan juga harus mempunyai kesadaran untuk mempertanggung jawabkannya kepada Allah SWT. Pembinaan akhlaq oleh Lembaga Da'wah dan pembinaan keterampilan serta bimbingan oleh Badan Amil bagi para calon pengusaha kecil dan kaki lima hendaknya mengambil lokasi pada sebuah masjid, sehingga masjid itu dapatlah pula difungsikan sebagai pusat kegiatan dan kebudayaan ummat Islam. Dalam hal ini IMMIM dapat pula dimintakan partisipasinya. Demikianlah konsep ini yang dalam realisasinya masih merupakan tantangan yang berat, sehingga tidak pernah dijadikan janji-janji politik dalam berbagai Pilkada. Namun sekali terwujud di samping hasil yang diharapkan, yaitu timbulnya kepercayaan dari masyarakat muzakki, maka sekali gus pula Pilot Proyek ini insya-Allah bisa menjadi wadah komunikasi dan sinergi bagi rganisasi-organisasi Lembaga Da'wah, Bazis, ICMI dan IMMIM, bekerja sama, bukan hanya sekadar sama-sama bekerja sendiri-sendiri tanpa komunikasi dan tanpa sinergi. WaLlahu a'lamu bisshawab.
***
Makassar, 5 Oktober 2008