Pada hari Senin, 22 November 1995 ada dua hal yang menimpa diri saya yang perlu digaris bawahi. Pertama pada waktu bangun untuk shalat subuh kaki kanan saya bengkak dan hampir-hampir tidak dapat menopang berat tubuh saya, karena ternyata penyakit kronis encok mulai menyerang lagi. Yang kedua setelah membaca koran di pagi hari, terpampang berita bahwa Prof.DR H.M.Syuhudi Ismail telah berpulang ke RahmatuLlah. Inna- liLlahi wa inna- ilayhi ra-ji'uwn. Sesungguhnya kita semua adalah milik Allah dan sesungguhnya kita semua berpulang kepada (Rahmat dan Keadilan)Nya.
Makin tinggi matahari serangan encok makin menjadi-jadi. Kaki makin sakit dan makin tidak kuat menopang tubuh, sehingga memerlukan bantuan tongkat. Keinginan untuk pergi menjenguk jenazah dan mengantarnya ke tempat peristirahatan terakhir, hanya tinggal keinginan belaka. Tulisan dalam kolom ini adalah sebagai substitusi, namun nilainya tentu jauh tidak sebanding dengan mengantar jenazah almarhum.
Itulah sebabnya maka apa yang saya janjikan pada hari Ahad sepekan yang lalu tentang pertanyaan benarkah dalam kejadian sesungguhnya Nabi Sulaiman AS dapat bercakap-cakap dengan burung dan semut, ditunda dahulu, dan insya-Allah akan dibahas dalam seri sepekan yang akan datang.
Allahu Yarham H.M.Syuhudi Ismail adalah sahabat saya dan salah seorang di antara guru-guru saya. Pengetahuan saya yang ala kadarnya tentang seluk-beluk Hadits saya peroleh selain dari membaca, juga utamanya atas jasa almarhum dan dari seorang lagi yang tak mungkin saya lupakan, yaitu Allahu Yarham DR S.Majidi.
Cara berguru saya kepada kedua Allahu Yarhamhuma guru saya itu dalam hal berkomunikasi berbeda. Dengan Allahu Yarham S.Majidi secara tradisional, yaitu mendatangi rumahnya bersama dengan dua orang atau bertiga, bertatap muka secara langsung, layaknya seperti orang mengaji menghadap gurunya. Sedangkan dengan Allahu Yarham H.M.Syuhudi Ismail saya berguru tidaklah bertatap muka secara langsung melainkan melalui telepon.
Walaupun keduanya berbeda dalam hal berkomunikasi, akan tetapi proses peralihan ilmu dari guru kepada murid tidaklah berbeda, yaitu secara mujadalah, bertukar pikiran. Pola pikir kedua guru saya itu tentang Hadits terdapat perbedaan.
Allahu Yarham S.Majidi masih menyeleksi Hadits Shahih, sehingga bagi orang luar yang belum betul mengenal pola pikir almarhum, timbul kesan pada mereka bahwa almarhum menolak Hadits. Allahu Yarham S.Majidi menyeleksi Hadis Shahih dengan memperhadapkannya pada Al Quran. Sedangkan Allahu Yarham M.Syuhudi Ismail seperti umumnya ulama lain menerima Hadits Shahih tanpa reserve. Terhadap Hadits Shahih itu almarhum membahasnya dengan memakai pendekatan tekstual dan kontekstual, dengan menggolongkannya dalam klasifikasi yang ruang lingkupnya bersifat universal, temporal dan lokal.
Sebagai contoh akan saya kemukakan sebuah Hadits Shahih yang sangat populer dikemukakan setiap bulan Ramadhan. Idza- Ja-a Ramadhana Futtihati Abwa-bu lJannati waGhulliqat Abwa-bu nNa-ri waShuffidati sySyaya-tiyn. Apabila telah tiba Ramadhan pintu-pintu surga terbuka, pintu-pintu neraka terkunci dan setan-setan dibelenggu. Saya bertanya kepada almarhum bagaimana menjelaskan Hadits itu karena saya mendapat berondongan pertanyaan utamanya dari para mahasiswa. Mereka mengemukakan kenyataan bahwa dalam bulan Ramadhan utamanya di kota-kota pemerintah menganjurkan agar kemaksiatan di kelab-kelab malam jangan dilakukan secara demontratif untuk menghormati orang berpuasa. Pencurian, perampokan, perkosaan dan pembunuhan tetap ada dalam bulan Ramadhan.
Menurut almarhum, hendaknya Hadits itu tidak dipahami secara tekstual, melainkan secara kontekstual. Dalam bulan Ramadhan orang-orang beriman menahan diri secara spiritual dan secara biologis, mengintensifkan ibadah sunnat, mengaji Al Quran. Maka pintu-pintu surga terbuka, pintu-pintu neraka terkunci dan setan-setan dibelenggu terhadap mereka itu. Akan tetapi bagi mereka yang tidak beriman, maka pintu-pintu surga tertutup, pintu-pintu neraka terbuka dan setan-setan berlepas ria mendorong mereka untuk berbuat maksiyat.
Maka pemahaman secara kontekstual almarhum mengenai Hadits tersebut ruang lingkupnya bersifat parsial, hanya berlaku bagi orang-orang yang beriman. Alhasil elok kiranya jika klasifikasi almarhum tentang ruang lingkup ditambah satu lagi sehingga menjadi universal, temporal, lokal dan parsial.
Itulah sekadar sekapur sirih untuk guru saya Allahu Yarham M.Syuhudi Ismail yang kini bersemayam di alam barzakh. Sekali lagi saya ucapkan Inna- liLlahi wa inna- ilayhi ra-ji'uwn. Sesungguhnya kita semua adalah milik Allah dan sesungguhnya kita semua berpulang kepada (Rahmat dan Keadilan)Nya. WaLlahu A'lamu bi shShawab.
*** Makassar, 26 November 1995
26 November 1995
[+/-] |
204. Guru dan Sahabat Saya Allahu Yarham H.M.Syuhudi Ismail |
19 November 1995
[+/-] |
203. Burung dan Semut |
Syahdan, tersebutlah konon Nabi Sulaiman AS ingin berangin-angin dalam tamannya. Tatkala beliau baru saja akan melangkahkan kakinya di ambang pintu, beliau tertegun sejenak. Di atas bubungan tangga istana terdengar olehnya dua ekor burung sedang bersilat kata. Dua ekor burung, burung besar (BB) dan burung kecil (BK). Inilah silat kata yang sempat terdengar oleh Nabi Sulaiman AS di ambang pintu.
BB: Kasihan badanmu sekecil itu.
BK: Kecil-kecil cabai rawit, biar kecil sangat pedasnya.
BB: Hei, burung bukan cabai.
BK: Perlihatkan kekuatanmu, rubuhkan istana Nabi Sulaiman ini dengan sekali tendang.
BB: Apa?
BK: Rubuhkan dengan sekali tendang.
BB: Mana mungkin burung dapat merubuhkan istana.
BK: Saya dapat.
BB: Apa?
Belum sempat BB menyuruh BK membuktikan kata-katanya, Nabi Sulaiman AS melangkah keluar memperlihatkan dirinya, kemudian beliau memanggil kedua burung itu. Ternyata burung besar pengecut, ia terbang menjauh. Burung kecil datang dan hinggap di bahu Nabi Sulaiman AS.
NS: Betulkah engkau dapat merubuhkan istana beta?
BK: Mana mungkin tuanku, patik cuma menggertak saja. BB itu tidak memandang sebelah mata kepada patik.
NS: Tidak terpikir olehmu BB memintamu membuktikan kata-katamu?
BK: Patik sangat maklum, tuanku ada di bawah dan akan menolong patik hingga BB tidak berkesempatan menyuruh patik membuktikan kata-kata patik.
Nabi Sulaiman AS tersenyum, mengelus-elus kepala BK, kemudian beliau menyuruhnya pergi terbang. BB memperhatikan dari jauh. Setelah BK hinggap di ranting pada pohon tempat BB bertengger, BB datang mendekat.
BB: Apa yang kau percakapkan dengan Nabi Sulaiman?
BK: Oh, beliau mengelus-elus kepalaku membujuk, meminta dengan sangat agar aku tidak merobohkan istananya sekali tendang.
Arkian, Nabi Sulaiman AS meneruskan langkah menuju pohon rindang, lalu duduk pada bangku. Tangannya menggenggam sekepal gandum untuk burung dara. Sebutir gandum jatuh dari tangannya. Beliau sempat memperhatikan sebutir gandum itu bergerak. Seekor semut (Sm) menyeret sebutir gandum itu menuju sarangnya.
NS: Hai semut, dengan gandum segenggam ini berapa lama engkau habiskan?
Sm: Daulat tuanku, dengan segenggam gandum dikepal tuanku, patik dapat hidup selama setahun, jika dipanjangkan Allah umur patik.
NS: Mari kita bersepakat. Engkau tidak perlu bersusah payah selama setahun mancari makan. Tetapi beta ingin meyakinkan betulkah segenggam gandum ini dapat menjadi bekalmu selama setahun. Masuklah ke sarangmu, beta tutup dari luar.
Sm: Daulat tuanku, patik sepakat.
Hatta, setelah selang setahun berlangsung kesepakatan itu, maka Nabi Sulaiman AS datang ke sarang semut itu lalu membukanya. Ternyata semut masih hidup, masih ada gandum yang tersisa.
NS: Hai semut, beta lihat masih ada gandum tersisa tidak kau habiskan.
Sm: Daulat tuanku, memang benar, masih ada patik sisakan separuhnya.
NS: Jadi apa yang kau katakan kepada beta setahun lalu tidak benar!
Sm: Daulat tuanku, walaupun tuanku seorang Nabi, tuanku bukanlah Allah. Hanya Allah Yang Maha Sempurna, tidak pernah lupa. Jika tuanku lupa datang membuka sarang patik selang setahun, sedangkan patik tidak berhemat menyimpan setengah gandum pemberian tuanku, maka matilah patik kelaparan.
NS: Andaikan beta lupa membuka sarangmu selang setahun lagi, apa dayamu?
Sm: Akan patik berhemat dengan hanya makan separuhnya dari yang sisa ini.
NS: Andaikan beta lupa setahun lagi?
Sm: Patik akan makan habis, dan sekiranya selang setahun tuanku masih lupa membuka sarang patik, maka itulah takdir patik mati kelaparan. Namun patik tidak berputus asa, patik berdoa kepada Allah mudah-mudahan tahun terakhir itu Allah mengingatkan tuanku untuk datang membuka sarang patik.
Itulah salah satu dari beberapa cerita-cerita yang yang dikisahkan nenek saya menjelang tidur semasa kecil yang masih sempat saya rekam dalam ingatan saya. Barulah kelak kemudian hari saya tahu bahwa itu adalah cerita-cerita Israiliyat. Walaupun itu hanya cerita-cerita Israiliyat, akhirnya saya menyadari bahwa cerita-cerita Israiliyat, dan dongeng-dongeng pada umumnya tampaknya komunikatif bagi pendidikan anak-anak. Mereka anak-anak kecil itu dapat menangkap muatan nilai dalam cerita-cerita itu.
Sehabis nenek bercerita seperti cerita di atas misalnya, maka saya membayangkan diri saya seperti Nabi Sulaiman AS yang menyayangi binatang, memperhatikan binatang sampai kepada binatang yang sekecil semutpun. Saya membayangkan diri seperti burung kecil itu, tidak merasa rendah diri kepada yang lebih besar, tidak merasa takut namun penuh hormat kepada orang besar. Membayangkan diri seperti semut itu, bagaimana cara berhemat, tegar tidak berputus asa. Bersikap hormat dalam bertutur-sapa, tetapi berani menggurui Nabi Sulaiman AS, bahawa walaupun beliau itu seorang Nabi, tetapi bukanlah dan tidak boleh disamakan dengan Allah, tidak boleh mempertuhankan seorang Nabi. Sehingga kelak kemudian hari terasa gampang menghayati dan mendalami penjelasan guru mengaji saya tentang makna: Walam Yakun Lahu Kufuwan Ahadun (S.Al Ikhla-sh, 4). Dan tidak ada suatupun yang seperti Dia (112:4). Cerita-cerita Israiliyat itu yang pada mulanya hanya untuk anak-anak, kemudian diperluas sebagai cerita-cerita penglipur lara, bahkan diperluas lebih lanjut untuk konsumsi bagi para ibu di majelis-majelis ta'lim.
'Ala kulli hal, pada sisi lain perlu dipertanyakan benarkah dalam kejadian sesungguhnya Nabi Sulaiman AS dapat bercakap-cakap dengan burung dan semut? Untuk menjawab pertanyaan itu pembahasan akan dilanjutkan nanti Insya-Allah hari Ahad yang akan datang. WaLlahu A'lamu bi shShawab.
*** Makassar, 19 November 1995
12 November 1995
[+/-] |
202. Pahlawan Nasional Bertambah Tiga Orang Lagi |
Dalam rangka memperingati Hari Pahlawan 10 November, Kepala Negara telah mengangkat tiga gelar Pahlawan Nasional kepada H. Muhammad Saleh Tuanku Tambusai dari Ranah Minang, Nuku Tuan Barakat dari Tidore dan Syaikh Yusuf Tuanta Salamaka dari Makassar.
Setelah Bonjol jatuh, Peto Syarif Tuanku Imam Bonjol mundur di sekitar Bonjol dikecoh oleh Belanda untuk berunding di bukit Palupuh. Ternyata dalam perundingan itu Tuanku Imam Bonjol ditangkap Belanda. Itu terjadi pada 25 November 1837, seperti yang dilakukan oleh Belanda terhadap Pangeran Diponegoro 7 tahun sebelumnya di Magelang. Meskipun Tuanku Imam sebagai pimpinan tertinggi Paderi telah ditangkap, namun Tuanku Tambusai masih tetap melawan dan bertahan di benteng Dalu-Dalu. Untuk menjatuhkan Dalu-Dalu Belanda membutuhkan waktu persiapan 14 bulan lamanya, setelah Bonjol jatuh. Belanda mengepung Dalu-Dalu selama 10 hari. Setelah pertempuran berlangsung dengan sengit, Tuanku Tambusai dengan pengikut-pengikutnya meloloskan diri melalui pintu rahasia benteng, langsung melompat ke dalam sungai. Tuanku Tambusai tidak ketahuan ke mana perginya. Ke manapun Belanda mencarinya tidak dijumpai. Bermacam cerita mengenai Tuanku Tambusai. Konon dalam sebuah sampan yang hanyut dijumpai cincin stempel, sebuah Al Quran dan beberapa kitab yang dibawa Tuanku Tambusai dari Makkah. Dan konon kabarnya Tuanku Tambusai meloloskan diri ke Malaya (sekarang Malaysia). Dan konon kabarnya pula kuburannya dewasa ini dijumpai di negeri jiran itu.
Tentang Tuanta Salamaka telah pernah kita jumpai dalam kolom ini. Yaitu dalam Seri 106 dengan judul: "Syaikh Yusuf Tuanta Salamaka vs Karaeng Pattingalloang tentang Lima Perkara", tertanggal 5 Desember 1993. Sedangkan mengenai Nuku Sultan Barakat telah pernah pula kita jumpai dalam Seri 120 dengan judul: "Nuku vs Wieling, Membuktikan Diri Bersih, vs Praduga Tak Bersalah", tertanggal 20 Maret 1994.
Kita kutip sedikit dari Seri 106: Syaikh Yusuf adalah tokoh berkaliber internasional, dengan predikat ulama dalam kwalitas sufi, ilmuwan penulis puluhan buku, pejuang yang gigih di mana saja ia berada: di Gowa, di Banten, di Ceylon (Srilangka sekarang) dan di Tanjung Pengharapan, negaranya orang Boer (petani emigran Belanda, sekarang Negara Afrika Selatan). Karaeng Pattingalloang adalah Perdana Menteri kerajaan kembar Gowa-Tallo', negarawan, politikus, ilmuwan, yang publikasi karya ilmiyahnya belumlah ditemukan hingga dewasa ini.
Syahdan, inilah dialog di antara keduanya dalam Hikayat Tuanta Salamaka menurut versi Gowa, sebagaimana dituturkan oleh Allahu Yarham Haji Ahmad Makkarausu' Amansyah Daeng Ngilau'. Materi dialog itu ada lima perkara: anynyombaya saukang, appakala'biri' sukkuka gaukang, a'madaka ri bate salapanga, angnginunga ballo' ri ta'bala' tubarania, dan pa'botoranga ri pasap-pasaraka.
Maka menjawablah Karaeng Pattingalloang:
"Pertama, susatongi nipamari anynyombaya saukang, susahlah menghentikan rakyat menyembah saukang, sebab melalui saukang itulah wibawa raja ditegakkan, yang kedua, sukarlah juga menghentikan penghormatan gaukang, karena di situlah letaknya kemuliaan sang raja, anjoreng minjo kala'biranna sombaya, yang ketiga, tidaklah gampang Bate Salapang menghentikan bermadat, karena jika demikian takkuleami nagappa nanawa-nawa kabajikanna pa'rasanganga, tidak akan timbul gagasan-gagasan baru mengenai konsep pembangunan, yang keempat, kalau pasukan kerajaan dihentikan minum tuak, lalu kedatangan musuh, inaimo lanisuro a'jjallo', siapalah yang akan dikerahkan membabat musuh, yang kelima, juga tidak mungkin menutup perjudian di pasar-pasar, karena tenamo nantama baratuwa, tidak ada lagi pajak judi yang masuk dalam perbendaharaan kerajaan, antekammamo lanibajiki pa'rasanganga, lalu bagaimana mungkin menggalakkan pembangunan?"
Setelah dialog selesai, Tuanta Salamaka mengeluarkan pernyataan: "Punna tenamo takammana lakupilari butta Gowa, kalau keputusan kerajaan sudah demikian itu, akan kutinggalkan Butta Gowa. Tamangeai nyawaku anciniki sallang sare-sarenna Butta Gowa. Tak sampai hati saya menyaksikan kelak keruntuhan Butta Gowa." Menurut berita insya Allah Syaikh Yusuf akan diperingati tahun 1994 di Negara Afrika Selatan, yang mendapat dukungan kuat dari Nelson Mandela. Kolom ini ditulis untuk ikut sekelumit menyambut tahun kegiatan memperingati Syaikh Yusuf di rantau jauh itu.
Dari seri 120 tentang Nuku:
Perselisihan antara Nuku dengan Wieling perihal asas tersangka harus membuktikan dirinya bersih bertentangan dengan asas praduga tak bersalah betul-betul pernah terjadi dalam sejarah yang merobek gencetan senjata menjadi perang yang tidak dimaklumkan pada tahun 1805. Nuku adalah Sultan Tidore yang membebaskan kerajaannya dari bagian-bagian wilayah tiga gubernuran Kompeni Belanda (de drie Oostersche Provintien van Gouvernementen): Ternate, Ambon dan Banda. Nama lengkapnya Nuku Sulthan Said alJihad Muhammad alMabus Amiruddin Syah Kaicil Paparangan Gelar Tuan Barakat Sultan Tidore, Papua dan Seram. Ia membebaskan (1780-1797) dan mempertahankan (1797-1805) wilayah kerajaannya dengan jalan peperangan yang sengit diselingi dengan diplomasi yang handal dan dengan siasat mengadu domba ketiga gubernur itu selama 25 tahun. Beberapa tahun menjelang akhir hayatnya (14 November 1805), yaitu sejak Gubernur Ternate menjalankan mekanisme pemerintahan Inggeris (1799), terjadi gencetan senjata antara Kerajaaan Tidore dengan Gubernur Ternate, yang menjalankan mekanisme pemerintahan Inggeris itu. Setelah Pemerintah Inggeris menyerahkan kembali kekuasaan kepada Pemerintah Belanda (1 Maret 1803), Ternate dimasukkan ke dalam wilayah Gubernur Ambon. Di Ternate hanya ditempatkan Wakil Gubernur Ambon, yaitu Carel Lodewijk Wieling.
Syahdan, 2 orang penghuni istana Tidore, yaitu dayang-dayang puteri Boki Fathimah yang bernama Sulasi dan Barunarasa mencuri emas, intan-berlian puteri itu dan melarikan diri ke Ternate. Nuku bersurat kepada Wieling pada 28 Muharram 1220 (18 April 1885) supaya kedua tersangka itu diextradisikan ke Tidore. Wieling menolak permintaan extradisi itu oleh karena menurut penyelidikannya, kedua orang itu sebenarnya adalah penduduk Ternate, bukan penduduk Tidore, jadi tidak tergolong di bawah wewenang pengadilan kerajaan Tidore (en dus in geen opsigte tot de Jurisdictie van het Tidorsche Rijk behooren; ejaan Belanda lama, sekarang opzicht dan behoren). Nuku dapat memahami penolakan itu, tidak seperti Amerika dan Inggeris yang tidak mau memahami Muammar Qaddafi yang menolak extradisi 2 orang tersangka warga Libia. Bukan hanya sekadar tidak mau mengerti bahkan melalui PBB memboikot Libia. Yang Nuku tidak mau mengerti ialah bahwa hasil pengadilan Belanda di Ternate menyatakan kedua tersangka tidak bersalah karena penuntut tidak dapat membuktikan kesalahan mereka. Seseorang tidak dapat dikatakan bersalah apabila tidak dapat dibuktikan kesalahannya, yakni asas praduga tak bersalah. Kejaksaan bukan saja bertugas memberantas kejahatan, tetapi juga melindungi siapa yang tidak bersalah (om zoo wel de ontschuld te beschermen als het quaad te beteugelen; ejaan lama, sekarang zo dan kwaad). Sedangkan dalam Kerajaan Tidore sejak Kolano Kaicil Cire raja Tidore yang mula-pertama masuk Islam (1450), berlaku hukum acara sesuai yang diletakkan asasnya oleh Khalifah 'Umar ibn Khattab RA: Anna- Laka Hadza, dari mana milikmu ini, tersangka harus membuktikan kebersihan dirinya. WalLahu A'lamu bi shShawab.
*** Makassar, 12 November 1995
5 November 1995
[+/-] |
201. Api dan Tanah |
Api dan tanah ini diangkat dari lanjutan keengganan Iblis untuk sujud kepada Adam. Dalam seri 199 telah dikemukakan bagaimana Allah SWT memerintahkan sekelompok malaikat untuk sujud memberi hormat kepada Adam, oleh karena Adam telah menjadi guru, mengajar malaikat itu mengenal identitas benda-benda. Semua malaikat dalam kelompok itu sujud memberi hormat kepada Adam kecuali Iblis, ia enggan memberi hormat dengan alasan: Qaala ana khayrun minhu khalaqtaniy min naarin wa khaqtahu- min Thiyn (S. Shad, 76). Berkata (Iblis): Aku lebih baik daripadanya (Adam), Engkau ciptakan aku dari api, sedang Engkau ciptakan dia dari tanah (38:76).
Rupanya Iblis mempergunakan pendekatan teleologis, meninjau suatu fenomena berdasar atas asal kejadiannya. Semua gerak menuju ke arah asal yang bergerak itu. Api bergerak ke atas karena berasal dari atas, sedangkan tanah bergerak ke bawah karena berasal dari bawah. Itulah sebabnya menurut tinjauan Iblis api lebih tinggi kedudukannya dari tanah, karena api di atas sedangkan tanah hanya di bawah saja. Tidaklah logis menurut Iblis api disuruh sujud kepada tanah.
Tidaklah semua yang logis itu mesti benar. Logika Iblis tidak benar, karena memakai pendekatan yang tidak benar, yaitu pendekatan teleologis berdasar atas kejadian dirinya dan kejadian Adam. Menurut Al Quran pendekatan teleologis haruslah berdasar atas maksud penciptaan dan fungsi hasil ciptaan Allah SWT, bukan atas dasar asal kejadian. Wa maa khalaqtu jinna wa l.insa illa- liya'buduwn (S. AdzDzaariya-t, 56). Tiadalah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepadaKu (51:56). Rabbanaa maa khalaqta ha-dzaa baathilan subha-naka faqinaa 'adzaaba nnaar (S. Ali 'Imraan, 191). Wahai Maha Pengatur kami, tidaklah Engkau ciptakan semuanya ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari azab neraka (3:191).
Jadi tujuan penciptaan adalah untuk mengabdi kepada Allah SWT (51:56). Semua makhluq ciptaanNya tunduk pada SunatuLlah, aturan-aturan Allah SWT. Makrokosmos tunduk kepada SunnatuLlah yang disebut medan gravitasi. Mikrokosmos tunduk kepada SunnatuLlah yang disebut medan elektromagnet, gaya kuat (kekuatan nuklir) dan gaya lemah (penyebab radioaktif). Semua makhluq ciptaan Allah SWT tidaklah sia-sia, semua ada gunanya, semua ada fungsinya (3:191).
Secara teleologis fungsi makhluq ciptaan Allah yang disebut ozon (O3) adalah untuk melindungi kita dari bahaya sinar gamma spektrum ultra lembayung. Karena Allah memfungsikan ozon sebagai lapisan pelindung itu, maka Allah menempatkan ozon jauh di atas permukaan bumi. Untuk itu Allah menjadikan kerapatan (density) O3 lebih kecil dari kerapatan O2, sehingga O3 lebih ringan dari O2, pada hal jika ditinjau dari segi berat molekul, O2 (32) lebih ringan dari O3 (48). Kalaulah Allah menjadikan kerapatan berbanding lurus dengan berat molekul dalam hal oksigen dan ozon tersebut, maka setelah terjadi kilat ozon yang terbentuk itu akan jatuh ke bawah sedangkan sebaliknya oksigen akan naik ke atas. Ozon adalah racun bagi paru-paru kita, sedangkan oksigen kita butuhkan untuk bernafas. Demikianlah secara teleologis Allah menjadikan kerapatan berbanding terbalik dengan berat molekul dalam hal oksigen dan ozon, sehingga manusia dapat hidup dipermukaan bumi karena dapat bernafas dan tidak kena racun ozon, serta aman dari bahaya sinar ultra lembayung. Jadi tidaklah ozon itu bergerak ke atas karena asalnya dari atas. Demikian pula dengan api. Adapun api adalah gas yang berpijar. Makin berpijar makin kecil kepadatannya, sehingga makin ringan. Maka api itu bergeraklah ke atas karena makin menjadi ringan, bukan karena asal api itu dari atas seperti hasil pendekatan teleologis Iblis.
Syahdan, peristiwa Allah menyuruh Iblis sujud kepada Adam, api sujud kepada tanah, mempunyai makna paedagogis dan teknologis. Adam mengajarkan nama-nama kepada malaikat dan iblis sehingga Adam adalah guru para malaikat dan iblis. Makna paedagogis dalam perkara ini adalah murid harus menghormat gurunya. Adapun makna teknologis ialah api yang tidak tunduk pada tanah berbahaya. Ini terjadi pada waktu terjadinya kebakaran. Api dengan leluasa melahap bangunan karena ia mengarah ke atas. Akan tetapi jika api ditundukkan pada tanah akan mendatangkan manfaat. Orang memasak di dapur memaksa api tunduk pada tanah, periuk diletakkan di atas api, maka tunduklah api itu pada tanah. Pada stasiun pembangkit listrik tenaga uap, api dipaksa tunduk pada tanah. Generator penghasil aliran listrik diputar oleh turbin yang tenaganya diserap dari tenaga potensial uap, maka disebut turbin uap. Uap dihasilkan oleh ghallayah (ketel, boiler). Di dalam ghallayah itulah api dipaksa tunduk pada tanah, yaitu di dalam ruang pembakaran pada ghallayah pipa air dan dalam ruang pembakaran dan dalam pipa pada ghallayah pipa api. Periuk, pipa dan bata tahan panas (fire bricks) dalam ruang bakar pada hakekatnya adalah tanah.
Perihal Allah menjadikan Iblis dari api mempunyai makna psikologis. Nafsun ammarah dalam diri manusia intensitasnya bertambah jika dibakar oleh api Iblis. Makin tinggi suhu api Iblis yang membakar nafsun ammarah ibarat besi dalam tanur. Makin tinggi suhu besi dibakar oleh gas berpijar dalam tanur, maka akhirnya besi itu berpijar pula. Alhasil terjadilah fenomena besi menyatu menjadi api dan api menyatu dengan besi. Jika nafsun ammarah itu sudah menyatu dengan api Iblis, nafsun ammarah meluap keluar, maka orang yang bersangkutan menularkan apinya kepada orang lain dalam kelompoknya, terjadilah tawuran, bahkan lebih hebat lagi orang bersangkutan akan membantai orang lain.
Iblis dijadikan dari api, naar (Nun, Alif, Ra) dan malaikat dari cahaya nur (Nun Waw. Ra). Masing-masing bercahaya, iblis cahayanya panas, malaikat cahayanya dingin. Kejadian iblis dari Nun, Alif, Ra. Huruf alif tegak, perlambang kesombongan, sedangkan kejadian malaikat dari Nun, Waw, Ra). Huruf waw menunduk, perlambang kepatuhan. WaLlahu A'lamu bi shShawab.
*** Makassar 5 November 1995