Fisika klasik maupun fisika relativitas dengan gambaran dunia ruang waktu empat dimensi (four dimensinal picture of the world) tidak mempunyai ketegasan pengertian tentang arah waktu (time arrow). Oleh karena itu ada saja pakar yang membuat postulat tentang arah waktu sebaliknya, dari masa depan ke masa lalu. Postulat ini menimbulkan inspirasi bagi penulis novel yang bersifat tahyul sains (science fiction), mengarang cerita tentang orang-orang yang menembus lorong waktu, kembali ke masa silam.
Dalam thermodinamika dikenal sebuah TaqdiruLlah yang disebut Hukum Thermodinamika Kedua, dengan perumusan William Thomson Kelvin (1842 - 1907) dan perumusan Rudolf Julius Emanuel Clausius (1822 - 1888). Perumusan Kelvin menjadi asas mesin-mesin kalor dan perumusan Clausius menjadi asas mesin-mesin pendingin. Walaupun kedua perumusan itu secara verbal berbeda, namun pada pokoknya ialah dalam setiap proses thermodinamis entropi akan naik. Secara keseluruhan entropi alam syahadah naik terus, jangankan turun, berhentipun tidak pernah. Ini yang disebut irreversible.
Ludwig Boltzmann (1844 - 1906) tertarik melihat fenomena ini. Berkat kemampuannya yang tinggi dalam matematika, dia dapat menunjukkan bahwa kenaikan entropi dalam proses thermodinamis, tidak lain hanya merupakan kasus khusus dari suatu prinsip umum: dalam setiap transformasi fisis terjadi kerugian ketertiban (loss of order). Dalam hal panas, kenaikan entropi itu sebenarnya suatu kerugian dalam organisasi molekuler. (Ini pernah disinggung dalam Seri 006-Pemanfaatan Sains-)
Ungkapan organisasi molekuler ini perlu penjelasan. Sebuah batu yang jatuh jika dilihat secara mikroskopis, maka molekul-molekul batu bergerak ke bawah dengan kecepatan yang sejajar dan sama besarnya setiap saat dengan pertambahan tenaga kinetis yang sama besar pula. Kita melihat dua hal, yaitu energi dan organisasi energi. Setelah batu itu menghantam landasan beton, maka sebagian dari molekul-molekul itu mengalami tabrakan dengan besar kecepatan dan arah gerak secara acak (random), ibarat nyamuk-nyamuk yang berkeliaran tak teratur dalam kamar. Sebagian pula geraknya tetap terorganiser, yaitu kecepatan tetap sejajar dan besarnya sama. Maka tenaga itu terbagi dua. Tenaga molekul-molekul yang acak tak terorganiser seperti nyamuk itu berwujud energi panas, sedangkan tenaga molekul-molekul yang tetap teroganiser itu tetap berwujud tenaga kinetis yang menyebabkan batu melenting ke atas. Makin tinggi keacakan (randomness) makin besar pula kuantitas terjadinya tenaga panas, dan itulah yang dimaksud dengan kerugian dalam organisasi molekuler yang disebutkan di atas itu.
Karena memang didapatkannya ilmu thermodinamika ini untuk kepentingan teknologi, sedangkan sifat Iptek yang dipelajari sekarang ini dibangun di atas landasan empirisme yang bergandengan tangan erat dengan pandangan hidup positivisme dan utilitarianisme, maka pengkajian sudah logis apabila pemikiran sudah berhenti pada aplikasi Ip pada Tek. Lain halnya apabila Iptek itu dimerdekakan dari kungkungan positivisme dan menjangkau di atas cakrawala yang lebih tinggi dari utilitarianisme, yakni Iptek itu dibangun di atas landasan empirisme yang bernilai Tawhid dengan tidak mengabaikan kemanfaatannya (lihat Seri 006-Pemanfaatan Sains-), maka pemikiran tidak akan berhenti hanya pada aplikasinya dalam rancang bangun (design) mesin-mesin konversi tenaga belaka.
***
Allah SWT adalah Sumber Ilmu. Sumber Informasi yang berasal dari Allah SWT disebut ayat. Ada yang berwujud ayat Qawliyah (verbal), yaitu Kitab-Kitab Suci yang diturunkan kepada para Rasul dalam bahasa ibu para Rasul itu. Seperti misalnya Injil dalam bahasa Ibrani yang diturunkan kepada Nabi 'Isa AS dan Al Quran dalam bahasa Arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Ada pula yang berwujud ayat Kawniyah (kosmologis) yang berwujud alam syahadah.
Sehubungan dengan arah waktu Allah SWT berfirman dalam ayat Qawliyah, S.AlA'lay,1,2:
Sabbihi Sma Rabbika lA'lay. Alladziy Khalaqa fa Sawway Sucikanlah Nama Maha Pengaturmu Yang Maha Tinggi. Yaitu Yang mencipta lalu menyempurnakan. Adapun menyempurnakan dalam ayat Qawliyah ini memberikan keterangan secara tegas tentang arah waktu (time arrow) yaitu dari masa lalu ke masa depan.
Demikian pula arah waktu dipertegas dalam ayat Kawniyah yaitu Hukum Thermodinamika Kedua yang irreversible. Setiap proses thermodinamis akan menghasilkan kenaikan entropi secara kuantitatif. Di alam syahadah ini sedang terjadi proses pengurangan dalam persediaan tenaga, dan persediaan itu akan habis jika entropi sudah mencapai maximum. Proses itu irreversible oleh karena setiap proses akan menghasilkan keacakan molekulair yang tak terorganiser menjadi semakin tinggi. Entropi "bergerak" menanjak naik dari nol hingga maksimum. Pada waktu entropi nol, tidak ada materi, sehingga tidak ada suhu, itulah sebabnya entropi nol. Wa l'Ashr, perhatikanlah waktu, Allah mencipta DENGAN waktu, "lahirlah" ruang dan materi. Mengalirlah panas dari space and matter yang suhunya lebih tinggi ke yang lebih rendah, menanjaklah entropi dari nol ke maksimum. Inilah ketegasan arah waktu (time arrow) yaitu dari masa lalu ke masa depan dalam ayat Kawniyah. Waktu berjalan mundur seperti dalam novel ataupun film tahyul fiksi sains, adalah hal yang mustahil berdasar ketentuan time arrow, baik menurut ayat Qawliyah maupun ayat Kawniyah.
Hukum Thermodinamika Kedua tidaklah menyangkut tabiat butir molekul secara individu, melainkan menyangkut keseluruhan unsur molekul yang acak dalam masyarakat molekul yang hiruk pikuk (the random element in a crowd). Demikianlah Hukum Tehermodinamika Kedua memberikan ketegasan tentang arah waktu dari masa silam ke masa depan.
Keadaan molekul yang makin acak tidak terorganisasi itu menunjukkan arah waktu yang tegas dari masa lampau ke masa depan, oleh karena molekul yang ibarat gerak nyamuk itu tidak dapat lagi kembali kepada keadaan semula. Keacakan ini adalah harga yang dibayar oleh transformasi kemajuan (evolusi) fisis suatu prinsip umum TaqdiruLlah yang diungkap oleh Boltzmann. Fenomena dalam ayat Kawliyah ini menunjukkan pula, seperti yang telah banyak dibahas dalam pembahasan ayat Qawliyah, bahwa tidak ada kemajuan tanpa pengorbanan, yang orang Jawa bilang: "Jer Basuki mao beo".
Allah SWT menyempurnakan hasil ciptaannya (fa Sawway) berupa transformasi fisis di alam syahadah di satu pihak, sedangkan di lain pihak Allah SWT mengurangi persediaan tenaga. Begitu transformasi fisis sudah disempurnakan Allah SWT, entropi menjadi maximum, terjadilah keseimbangan panas, habislah persediaan tenaga di alam syahadah, matahari dan bintang-bintang yang cemerlang (nujuwmun) menjadi redup, berhenti pulalah proses di alam syahadah ini, dan waktupun berhentilah pula, dan inilah akhir alam syahadah, kemudian menyusullah hari kiamat (dari Qiya-m artinya berbangkit), hari pengadilan dan akhirnya hari akhirat. Insya Allah demikianlah keadaannya. Allah Maha Kuasa, fa''aalu limaa yuriyd, dapat saja proses itu "di-cut" Allah SWT ditengah berlangsungnya proses menanjaknya entropi, artinya entropi tidak sampai mencapai maksimum, qiyamat lebih dahulu ditetapkan Allah SWT. Qiyamat itu rahasia Allah. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** 27 November 1994
27 November 1994
[+/-] |
155. Aplikasi Hukum Thermodinamika Kedua dalam Cakrawala yang Lebih Luas dari Iptek |
20 November 1994
[+/-] |
154. APEC |
Ketenteraman qalbu dan kepuasan intelektual keduanya saling menjalin. Ketenteraman qalbu tidak mungkin akan tercapai puncaknya, jika kepuasan intelektual tidak terpenuhi, karena berdzikir dan berpikir itu merupakan satu kesatuan yang harmonis. Dialog antara Nabi Ibrahim AS dengan Allah SWT lebih memperjelas hal itu.
Wa Idzqa-la Ibra-hiymu Rabbi Ariniy Kayfa Tuhyi lMawtay Qa-la Awalam Tu'min Qa-la Balay wa Lakin Liyuthmainna Qalbiy. Dan ingatlah tatkala Ibrahim berkata: "Hai Maha Pengatur, unjukkan kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan yang mati", firmanNya: "Apakah engkau tidak percaya?" dijawab (Ibrahim): "Bahkan, saya percaya, namun supaya tenteram kalbuku." (S.AlBaqarah, 260).
Dalam upaya meresapkan makna ayat Al Quran, ada kalanya pemahaman itu kita capai dengan menimba pengalaman sehari-hari yang prosesnya sangat sederhana. Dalam seri 043, tanggal 23 Agustus 1992, telah saya kemukakan bagaimana akhirnya saya memahami dengan puas S.Luqma-n,29 dengan pengalaman yang sangat sederhana. Pada musim panas di negeri Belanda tahun 1973 seorang Belanda manula, yang sama-sama menempati gedung pemukiman H.T.O. di Den Haag, menyapa saya dengan ucapan goeden avond yang berarti malam yang baik, atau selamat malam. Pada hal waktu itu matahari masih tinggi di atas ufuk, sekitar 30 derajat. Maklumlah di musim panas siang lebih panjang dari malam. Orang Belanda itu menyapa saya selamat malam pada hal hari masih siang. Buat saya inilah penjelasan S.Luqma-n,29:
Alam Tara anna Lla-ha Yuwliju Llayla fiy nNaha-ri wa Yuwliju nNaha-ra fiy Lalayli, tidakkah engkau lihat sesungguhnya Allah memasukkan malam pada siang dan memasukkan siang pada malam. Selamat malam pada hal hari masih siang itulah makna Allah memasukkan siang pada malam.
***
Kalau kita melihat negeri-negeri yang tergabung dalam Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), maka Amerika adalah negeri yang paling timur dan Asia yang paling barat, artinya Amerika terletak di timur dan Asia di barat. Selama ini kita sudah terbiasa mengatakan bahwa Amerika di barat dan Asia di timur. Kita sudah terbiasa memakai tempat berpijak yang tidak diucapkan yaitu kawasan Mediterranian + Samudera Atlantik, from the Wall of Montezuma to the shore of Tripoli. (Sebuah untaian dari mars Angkatan Laut Amerika Serikat. Wall of Montezuma adalah bagian paling barat dari Samudera Atlantik di Teluk Mexico. Montezuma I atau Moctezuma I (1390 - 1464) adalah seorang Raja bangsa Aztec, Mexico, yang kerajaannya meliputi ke barat hingga Samudera Pasifik, ke timur hingga ke Samudera Atlantik. Tripoli yang dimaksud bukanlah Tripoli yang di Libya, melainkan sebuah kota pelabuhan di Lubnan Utara, bagian Mediterranian yang paling timur).
Selama ini memang kita hanya tahu bahwa kalau mengarungi samudera Pasifik ke timur kita akan tiba di Amerika, akan tetapi cuma sampai di situ saja, tidak ada lagi pemikiran lanjut. Setelah akhir-akhir ini kita begitu intensif mendengar dan membaca APEC, maka Allah membuka pikiran saya, bahwa kedudukan kawasan Samudera Pasifik dalam kenyataannya berfungsi pula sebagai tempat berpijak seperti halnya dengan kawasan Mediterranian + Samudera Atlantik.
Maka pengertian barat dan timur relatif adanya, tergantung pada sistem koordinat (tempat berpijak) yang dipergunakan.
Negeri-negeri mana yang disebut timur? Jawabannya adalah negeri-negeri pada Eurasia-Afrika (termasuk tebaran pulau-pulau yang berdekatan) dan Amerika (juga termasuk tebaran pulau-pulau yang berdekatan). Eurasia-Afrika dikatakan negeri timur jika kita mempergunakan kawasan Samudera Atlantik sebagai sistem koordinat. Amerika dikatakan negeri timur jika kawasan Samudera Pasifik dijadikan sistem koordinat.
Yang mana pula disebut barat? Jawabannya negeri-negeri di Eurasia-Afrika dan Amerika pula. Eurasia-Afrika disebut negeri barat jika kawasan Samudera Pasifik yang menjadi sistem koordinat. Benua Amerika disebut negeri barat jika kawasan Samudera Atlantik menjadi sistem koordinat.
Jadi sejak dahulu ada dua timur, negeri-negeri di Eurasia-Afrika dan Amerika, juga ada dua barat, Eurasia-Afrika dan Amerika pula. Maka itulah makna:
Rabbu lMasyriqayni wa Rabbu lMaghribayni, (Allah) Maha Pengatur dua timur dan Maha Pengatur dua barat (S.ArRahma-n,17).
Firman Allah S.ArRahma-n,17 tersebut mengajarkan kita tentang demokratisasi sistem koordinat. Posisi kawasan Samudera Pasifik sama kuatnya dengan Mediterranian + Samudera Atlantik, tidak ada di antara keduanya yang lebih dominan untuk dijadikan sistem koordinat. Siapapun negeri di dunia ini mempunyai hak yang sama untuk memilih sistem koordinat yang relevan dengan kawasannya.
Berasaskan demokratisasi sistem koordinat, kawasan Samudera Hindia dapat pula dijadikan sistem koordinat, namun ini tidaklah bersangkut paut dengan timur dan barat, melainkan selatan (Antarktika) dan utara (Eurasia-Afrika), oleh karena Samudera Hindia berbeda keadaannya dengan Samudera Pasifik dan Samudera Atlantik. Samudera Hindia buntu di tengah tidak mencapai ujung bumi yang utara (Arktika), sedangkan Samudera Pasifik dan Samudera Atlantik meliputi ujung bumi dari selatan (Antarktika) ke utara (Arktika).
Demikian pula Firman Allah tentang dua timur dan dua barat itu memperlihatkan kepada kita gaya Al Quran untuk secara tersirat mengajarkan bahwa bumi itu bulat. Karena bulatnya bumi kita dapat katakan bahwa Amerika itu di barat dan juga di timur. Apabila secara jelas-jelas Al Quran mengatakan bahwa bumi itu bulat maka kebenaran tentang bulatnya bumi itu akan ditolak mentah-mentah oleh masyarakat Arab dan masyarakat dunia dahulu kala, karena pertumbuhan pengetahuan ummat manusia di kala itu masih belum siap untuk menerima kenyataan bahwa bumi itu bulat adanya. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 20 November 1994
13 November 1994
[+/-] |
153. Gajah Mati Meninggalkan Gading Harimau Mati Meninggalkan Belang |
Firman Allah dalam S.Ali 'Imra-n,134 mengandung pesan tentang tahapan-tahapan dalam berbuat kebajikan kepada sesama manusia. Alladziyna Yunfiquwna fiy sSara-i wa dhDharra-i wa lKa-zhimiyna lGhayzha wa 'A-fiyna 'ani aNa-si wa Lla-hu Yuhibbu lMuhsiniyna. Yaitu mereka yang menafakahkan hartanya untuk fungsi sosial dalam keadaan senang dan susah dan menahan amarahnya dan memaafkan sesama manusia dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan. Ayat ini menjelaskan kepada kita tingkatan ordinal yang harus ditempuh ibarat menaiki anak tangga. Mulai dahulu menaiki anak tangga pertama: mengeluarkan harta secara ikhlas, bukan karena penampilan yang mesti dishooting. Keikhlasan tanpa dipengaruhi oleh kondisi senang dan susah, dapat membawa kita ke jenjang yang kedua, menahan amarah, yang merupakan prasyarat untuk menaiki anak tangga ketiga: memaafkan sesama manusia yang keluar dari qalbu yang tulus, bukan hanya sekadar basa-basi berjabat tangan sambil senjum-senyum diplomat.
Demikianlah berbuat kebajikan itu tergantung pada kemampuan seseorang. Ada yang maksimal dengan nilai A ada pula yang minimal dengan nilai C dan ada yang di tengah-tengahnya dengan nilai B, semuanya dinyatakan lulus, yaitu masing-masing akan mendapatkan kecintaan Allah sesuai dengan tingkat kesanggupannya itu: wa Lla-hu Yuhibbu lMuhsiniyna.
Memaafkan sesama secara ikhlas berarti melupakan setelah mengetahui lebih dahulu perbuatan negatifnya kepada kita disusul dengan mengikhlaskan artinya melupakan perbuatan positif kita kepada sesama. Itu yang pasif yakni melupakan. Kemudian yang aktif adalah mengingat selalu perbuatan negatif kita kepada sesama agar kita mendapatkan efek daripadanya dengan meningkatkan berbuat kebajikan, kemudian disusul dengan selalu mengingat pula perbuatan positif sesama manusia kepada kita, sehingga setiap ada kesempatan kita dapat membalasnya dengan perbuatan yang positif pula.
Sungguhpun demikian karena kemampuan manusia itu tidak sama, maka tentu janganlah pula mengharapkan bahwa semua orang akan dapat memaafkan sesamanya secara ikhlas. Itulah mengapa pada Hari Pengadilan (Yawmu dDiyn) hutang di dunia yang berupa kesalahan terhadap sesama manusia yang tidak dimaafkan oleh yang teraniaya secara ikhlas, akan dibayar lunas kelak oleh yang menganiaya. Menurut sabda RasululLah SAW di Hari Pengadilan ada yang bangkrut (muflis) karena semua amal kebajikannya dipakai untuk membayar hutang.
Menjadi pemimpin mengandung risiko berhutang kepada mereka yang tidak bersedia secara ikhlas memaafkan keputusan politik yang membawa kesengsaraan bagi mereka. Makin tinggi kedudukan makin tinggi pula risiko. Namun dibalik itu makin tinggi pula nilai kebajikan yang akan didapatkan, apabila keputusan politik lebih banyak membawa manfaat bagi orang banyak ketimbang mereka yang dirugikan olehnya. Menggusur petani untuk membuat lapangan golf tentu saja keputusan politik yang demikian ini akan menghasilkan hutang bagi pengambil dan pelaksana keputusan itu yang akan dibayar di Hari Pengadilan kelak, oleh karena sangat jaranglah orang yang disengsarakan karena kehilangan mata pencaharian akan memaafkannya secara ikhlas di dunia ini.
***
Gajah mati meningglkan gading, harimau mati meninggalkan belang. Gading adalah simbol dari perbuatan baik bagi seorang mendiang, yang menimbulkan kesan baik terhadapnya oleh yang masih hidup, yang kemudian dituliskan dalam wujud ungkapan: mengukir sejarah emas. Sedangkan belang adalah sebaliknya, yaitu perlambang perbuatan jahat bagi seorang mendiang, yang menimbulkan kesan buruk terhadapnya oleh yang masih hidup, yang kemudian dituliskan dalam wujud ungkapan: mengotori sejarah.
Raja-raja Gowa dahulu mendapatkan gelar-gelar anumerta yang direkam para penulis sejarah di dalam "Lontaraq" seperti Tunijalloq (yang diamuk), Tunipasala (yang diturunkan dari tahta), Tumapaqrisiq Kallonna), yang sakit lehernya, Tummenanga ri Agamana (yang beristirahat dalam keyakinan agamanya-maksudnya Islam HMNA-), Tummenanga ri Papambatuna (yang beristirahat pada batutulisnya -maksudnya terpelajar HMNA-), Tummenanga ri Ballaq Pangkana (yang beristirahat di rumah kebesarannya).
Penulis-penulis sejarah di dalam Lontaraq tersebut menuliskan sejarah dengan jujur, berani dan terbuka memberi gelar pada mendiang rajanya sesuai dengan apa adanya. Mereka tidak bersikap serahkanlah penilaian itu kepada sejarah, oleh karena sejarah itu tidak dapat menulis, nerekam dirinya sendiri. Yang menulis dan merekam itu adalah manusia. Tentu saja penulis sejarah di dalam Lontaraq itu akan tersenyum di alam barzakh sekiranya kepada mereka diperlihatkan oleh Allah SWT tulisan ataupun ucapan orang sekarang ini: "Tidak usahlah kita menilai, berikanlah kepada sejarah yang akan menulisnya."
Kesimpulannya, siapapun mereka pelaku sejarah itu patut diungkap mana gading gajahnya, mana belang harimaunya. Barulah kita menghargai dengan penuh hormat gading yang ditinggalkannya dan kita maafkan belang yang ditinggalkannya, bagi mereka yang sudah mampu menahan amarahnya dan memaafkan sesamanya. Sedangkan kepada mereka yang belum mampu untuk memaafkan, tentulah tidak boleh kita memaksakan kepada mereka untuk memaafkan: La- Yukallifu Lla-hu Nafsun Illa- Wus'aha-, Allah tidak akan memberatkan kepada diri orang di atas kemampuannya (S. Al Baqarah, 286). Maka mereka yang tidak sanggup untuk memaafkan, biarlah hutang-piutang diselesaikan di Hari Pengadilan kelak, oleh karena allah SWT memberikan hak kepada mereka untuk menagihnya di Hari Pengadilan. WaLla-hu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 13 November 1994
6 November 1994
[+/-] |
152. Biduk Lalu Kiambang Bertaut |
Tersebutlah suatu bangsa bernama bangsa 'Ibriyah, yang terdiri atas Al'Ibriyatu lQadiymah (Proto) dan Al'Ibriyatu lJadiydah (Deutro). 'Ibriyah akar katanya dibentuk oleh 'ain, ba dan ra, 'ABaRa artinya menyeberang lembah atau sungai. Pada zaman perunggu pertengahan (2000 seb.M.- 1500 seb.M.) terjadi emigrasi besar-besaran ke seluruh daerah subur bulan sabit (fertile crescent).
Pada zaman itulah Bangsa Al'Ibriyatu lQadiymah yang berasal dari Jaziyratu l'Arabiyah, menyeberang lembah ke utara ke pesisir Asia Kecil dan ada di antaranya akhirnya menjadi pedagang dan pelaut ulung, yaitu bangsa Finiqiyah (Phunicia).
Bangsa Al'Ibriyatu lJadiydah, disebut pula orang 'Ibrani berasal dari Kaldania, wilayah Ur menyeberang lembah dan sungai dipimpin oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Luth AS. Nabi Luth AS bermukim di Qamran (Gomorrah), di pesisir Laut Mati. Hampir semua pengikutnya dibinasakan Allah karena homosexual dan lesbian. Nabi Ibrahim AS membawa puaknya mengembara di Asia Kecil. Sekitar 1700 seb.M. Nabi Ibrahim AS bermukim di Palestina, kemudian ke Mesir, kembali lagi ke Palestina melalui Sinai, selanjutnya ke Arabia, kembali lagi ke Palestina.
Sewaktu rombongan Nabi Ibrahim AS tiba di Mesir mereka diterima dengan ramah sebagai tamu oleh penguasa Mesir dari Dinasti Hyksos, berasal dari Kan'an, bangsa 'Ibriyatu lQadiymah. Seperti diketahui Dinasti Hyksos menguasai Mesir dari 1700 seb.M. hingga 1550 seb.M. Dinasti Hyksos (Raja Gembala) menguasai Mesir, mengalahkan dan mengakhiri Dinasti Fir'aun I. Dalam hieroglyph, orang-orang Mesir kuno menyebut orang 'Ibrani dengan Habiru (sekarang Hebrew), yakni berpola pada 'ABaRa. Tiga generasi kemudian setelah Nabi Ibrahim menjadi tamu di Mesir, dinasti Hyksos memberi izin menetap kepada orang-orang Ibrani (Habiru) di delta s. Nil (Goschen), dipelopori oleh Nabi Yusuf AS.
Nabi Ibrahim AS mempunyai tiga orang isteri, Sarah istri pertama melahirkan Ishaq putera kedua, Hajar istri kedua melahirkan Isma'il putera sulung dan Katurah isteri ketiga melahirkan Madyan putera bungsu. Sarah adalah sepupu Nabi Ibrahim AS, jadi orang 'Ibrani juga. Hajar adalah puteri Raja Mesir (Midrash: Translation of the Targums, by J.W. Etheridge, note 8, page 204). Jadi Hajar bukanlah orang Mesir asli, karena seperti telah dikatakan tadi dinasti Hyksos berasal dari bangsa Al'Ibriyatu lQadiymah. Katurah berasal dari Sinai.
Enam generasi kemudian, Musa, sebelum menjadi nabi, setelah membunuh seorang pemuda Mesir, hatinya digerakkan Allah melarikan diri ke Sinai, menjadi menantu Nabi Syu'aib AS, keturunan Nabi Ibrahim AS dari isterinya Katurah.
Bani Isma'il adalah orang-orang Arab sekarang, yang berdarah Deutro 'Ibriyah dari garis Nabi Ibrahim AS, dan juga sekaligus berdarah Proto 'Ibriyah dari garis Hajar.
Bani Israil mendirikan negara Israel di Palestina sekarang. Zionisme mengklaim bahwa daerah itu miliknya, pada hal seperti dijelaskan, merekapun pendatang, bangsa penyeberang lembah dan sungai dari kelompok Deutro 'Ibriyah, bangsa pendatang dari Ur. Jadi sesungguhnya Palestina itu adalah milik bersama antara orang 'Ibriyatu lQadiymah dan Jadiydah, Arab dan Israel.
Sedangkan Bani Madyan yang bermukim di Sinai hanya tercatat sampai Nabi Syu'aib AS, mertua Nabi Musa AS, dan menurut Al Quran Bani Madyan ini punah kena hukuman Allah, karena curang dalam timbangan.
Pada zaman perunggu terakhir (1500 - 1200) seb.M. Mesir mendominasi negeri-negeri tetangganya setelah berhasil mengusir orang-orang Hyksos keluar Mesir (1550) seb.M. Orang-orang Ibrani mulai ditekan, kemudian diperbudak. Sekitar (1224) seb.M. orang-orang Ibrani hijrah (exodus) dari Mesir dipimpin oleh Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS.
Dalam tahun (998) seb.M. Nabi Daud AS menjadi raja atas seluruh Palestina, setelah menaklukkan Darussalam (Jeruzalem) dan menjadikannya ibu kota kerajaan. Kerajaan utara dan selatan yang telah dipersatukan oleh Nabi/Raja Daud AS, kembali lagi menjadi pecah dua, setelah Nabi/Raja Sulaiman AS wafat (926)seb.M.,Israil di utara dan Yahuza (Yudah) di selatan, masing-masing dengan ibu kota Samaria dan Jeruzalem. Tahun 721 Samaria ditaklukkan oleh bangsa Asysyria dan penduduknya yang terdiri atas 10 suku dibawa pergi semuanya, yang kini tak tentu di mana rimbanya (Ten Lost Tribes of Israel). Kerajaan selatan yang hanya terdiri atas dua suku (Yahuza dan Bunyamin) dapat bertahan 2 abad lamanya. Dalam tahun 586 seb.M. Kerajaan Yudah dijarah oleh bangsa Babilonia, Faja-su Khila-la dDiya-ri, mereka menjarah negeri (S.Bany Isra-iyl,5). Kedua suku itu diangkut semuanya ke Babilonia. Tahun (538) seb.M. mereka dikembalikan ke Yeruzalem oleh Cyrus, raja Parsi. Tahun 65 seb.M. Pompey mencaplok Palestina menjadi provinsi Kerajaan Romawi. Tahun 70 mereka mengangkat senjata, namun ditindas oleh Titus, bahkan meruntuhkan Haikal Sulaiman. Liyasuwu Wuju-hakum, wa Liyadkhulu lMasjida, mereka mencoreng wajahmu dan masuk ke masjid (Baytu lMaqdis, Haikal Sulaiman), S.Bany Isra-iyl,7. Pada hari besar Yom Kippur para penganut agama Yahudi pergi menangis di dinding, bekas puing Haikal Sulaiman.
***
Biduk lalu kiambang bertaut. Kiambang adalah tanaman dalam air, yang pucuknya tersembul ke permukaan air. Sementara biduk di atasnya, kiambang terbelah, jika biduk lalu kiambang bertaut kembali. Biduk adalah prahara sejarah yang membelah bangsa 'Ibriyah. Setelah biduk lalu, prahara reda, kiambang, Proto 'Ibriyah dan Deutro 'Ibriyah bertaut kembali. Setelah Israel berdamai dengan Mesir, kemudian Palestina, lalu Yordania, menyusul Syria?, prahara makin mereda di Asia Kecil (bukan Timur Tengah, bukankah kita berpijak di tanah air Indonesia?).
*** Makassar, 6 November 1994
2 November 1994
[+/-] |
151. Manunggaling Kawula Gusti |
Dalam Seri 019 dikemukakan cerita tiga orang tokoh di negeri Makassar, yang diambil dari sebuah Lontara tentang hikayat Syaikh Yusuf Tuanta Salamaka. Ketiga tokoh itu adalah Lu'muka ri Antang, Datoka ri Pa'gentungang dan Tuanta Salamaka. Sebenarnya di situlah letak kejeniusan nenek moyang kita. Menyelipkan cerita yang berbau mistik dalam suatu cerita, yang sebenarnya mengandung sebuah pesan berupa ilmu yang tersirat, yang perlu disimak, dicerna dengan mempergunakan akal budi.
Marilah kita simak yang berikut ini. Al Qissah, tersebutlah konon Wali Songo(*) risau karena terkabar Syaikh Sidi Jenar menyiarkan ajaran sesat kepada orang-orang awwam. Sunan Kalijaga turun ke lapangan menyelidik, dan hasilnya: Syaikh Sidi Jenar menyebarkan ajaran Manunggaling Kawula Gusti, Al'Abidu wa lMa'budu Wahidun, penyembah dan Yang Disembah menyatu. (Dalam realitas sejarah Wali Songo tidak mungkin dapat bertemu, karena tidak hidup dalam satu zaman, sehingga qissah ini tidak berbeda dengan hikayat Syaikh Yusuf, yang perlu disimak karena mengandung pesan berupa ilmu yang tersirat).
Wali Songo memutuskan mengirim utusan khusus membawa surat undangan. "Ini undangan untuk sampeyan dari Wali Songo", kata utusan. "Sampeyan siapa?" tanya Syaikh Sidi Jenar, dengan tekanan pada kata sampeyan. "Saya utusan Wali Songo", jawab sang utusan. "Bukan sampeyan itu yang saya maksudkan", ujar Syaikh Sidi Jenar sambil menunjuk sang utusan, "melainkan sampeyan yang ini", sambil menunjuk dirinya sendiri", menegaskan Syaikh Sidi Jenar sambil tersenyum. Dengan agak gugup utusan menjawab: "Ya, sampeyan, Syaikh Sidi Jenar". Maka Syaikh Sidi Jenar menulis surat jawaban, ringkas saja. Isinya mengatakan bahwa surat itu salah alamat, karena yang menerima surat undangan itu adalah Allah.
Menerima jawaban sedemikian itu, gusarlah para Wali Songo kecuali Sunan Kudus. Beliau manggut-manggut lalu berkata: "Bukan main, Syaikh Sidi Jenar menyatakan ajarannya kepada siapa saja, kepada utusan, dan kepada kita. Tulis surat undangan lagi, undang Allah dan Syaikh Sidi Jenar". Barulah Syaikh Sidi Jenar berkenan memenuhi undangan Wali Songo untuk bermusyawarah.
Kesimpulan musyawarah: Syaikh Sidi Jenar telah bersalah menyesatkan orang-orang awwam, ia harus dihukum mati. Namun Wali Songo tidak mengambil sikap terhadap ajaran Manunggaling Kawula Gusti, karena Syaikh Sidi Jenar akan membuktikan bahwa ajarannya tidak sesat. Rupanya Syaikh Sidi Jenar tidak dapat memenuhi janjinya, karena sampai pada pelaksanaan eksekusi, ia belum membuktikan apa-apa. Setelah pelaksanaan eksekusi, maka darah mengalir membentuk tulisan: La- ila-ha illa Lla-h, tiada Tuhan melainkan Allah.
Dalam Seri 001 telah dikemukakan bahwa filsafat dan tasawuf harus dibingkai oleh Al Quran dan Hadits shahih, sebab kalau tidak demikian, maka filsafat dan tasawuf itu menjadi liar. Sungguh-sungguh suatu keniscayaan, para penganut dan pengamal filsafat dan tasawuf tanpa kendali itu menjadi sesat. Pesan yang disampaikan oleh cerita di atas itu ialah, bahwa Manunggaling Kawula Gusti harus dibingkai oleh La- ila-ha illa Lla-h, tiada Tuhan melainkan Allah.
***
Saya mempunyai warisan yang tak ternilai harganya, yaitu sebuah "Handbook", berisi ilmu bertuliskan aksara lontara dan huruf Arab, dituliskan oleh Kakek saya, Opu Tuan Imam Barat Batangmata, Selayar. Menurut hemat saya beliau mempunyai otoritas tentang ilmu yang direkam dalam "Handbook" itu, karena beliau sekitar 12 tahun menimba ilmu di AlMakkah lMukarramah. "Handbook" itu diberikan kepada ayah saya, diteruskan kepada saya, disertai dengan pesan: Ajaran dalam "Handbook" tidak boleh sembarang diajarkan secara terbuka, dikuatirkan yang menerimanya salah faham sehingga dapat menyesatkan. Namun pesan itu tidak saya tanggapi secara kaku, melainkan sekali-sekali beberapa materi saya ungkapkan keluar secara umum, baik dalam khutbah, maupun dalam bentuk tertulis.
Berikut ini saya kutip dari "Handbook" tersebut, dalam fasal Al'Abidu wa lMa'budu Wahidun. Kutipan dalam bahasa daerah (Makassar, dialek Selayar) bertuliskan aksara lontara dan yang selainnya dalam huruf Arab.
Iyaminni passala Al'Abidu wa lMa'budu Wahidun, tunyomba na turisomba assilennarang. Nubajiki pahanna. Inni paruntu' kananni gelepi ganna'. Riye' tambana iyamintu: Tunyomba ma'nassa atatonji, turisomba ma'nassa karaengtonji, La- ila-ha illa Lla-h.
Inilah fasal Al'Abidu wa lMa'budu Wahidun, penyembah dan Yang Disembah melebur. Camkan baik-baik. Kata-kata mutiara ini tidak lengkap, harus ditambah dengan: penyembah tetaplah hamba, Yang Disembah tetaplah Raja, La- ila-ha illa Lla-h.
Anggu'rangiko, assikirikko, solanna assilennarangi pikkirannu surang pakkasiqnu(**) ri hidayana Allahu Ta'a-lay, nasurangampole limannu battuanna panggaukannu assilennarantommi ri pappageo'na Allahu Ta'a-lay. Nasaba' lakuana Allahu Ta'a-lay lalang ri Koraang S. Al Fatah,10: Yadu Lla-hi fawqa Aydiyhim. Nainjo limanna Karaeng Allahu Ta'a-lay lapageoi limanna atanna tungngu'ranginjo ri Iya. Akolalo salapahang rikuanjo limanna Karaeng Allahu Ta'a-lay lalang ri ayainjo. SubhanaLla-h, injo rikuanjo limanna Allahu Ta'a-lay, gelesikali assipole surang limanna atanna, nasaba' injo Allahu Ta'a-lay tide' sipolena: Lam Yakun laHu Kufuwan Ahadun .
Ingatlah, berdzikirlah, maka pikiranmu dan rasamu senantiasa melebur dan menyatu ke dalam Hidayat Allah SWT, maka tanganmu dalam arti perbuatanmu melebur pula dalam Kendali Allah SWT. Sebab bersabda Allah SWT dalam Al Quran, S. Al Fatah,10: Yadu Lla-hi fawqa Aydiyhim. Bahwasanya Tangan Allah SWT di atas tangan hambaNya yang selalu ingat kepadaNya.(**) Jangan sekali-kali salah faham dengan istilah Tangan Allah SWT dalam ayat itu. SubhanaLlah, adapun yang dimaksud dengan Tangan Allah SWT tidaklah sama dengan tangan hambaNya, sebab Allah SWT tak ada samanya: Lam Yakun laHu Kufuwan Ahadun.
Nampa baji'mi sikkiri ri atinu, assilennarammi pikkirannu surang pakkasiqnu ri hidayana Allahu Ta'a-lay, nasurangampole assilennarantommi panggaukannu ri pappageo'na Allahu Ta'a-lay, ma'nassa atamakontu ri karaennu, gelemakontu akkulle laatai ibilisi. Appakonjominjo ara'na rikuanjo: Al 'Abidu wa lMa'budu Wahidun, tunyomba na turisomba assilennarang, tunymba ma'nassa atatonji, turisomba ma'nassa karaengtonji, La- ila-ha illa Lla-h.
Kalau sudah berkualitas dzikirmu dalam qalbu, maka meleburlah pikiranmu dan rasamu senantiasa dalam Hidayah Allah SWT, demikian pula perbuatanmu melebur dalam Kendali Allah SWT, maka sesungguhnya engkau telah menjadi hamba yang sejati dari Tuhanmu, tidak kuasalah Iblis untuk memperhambamu. Demikianlah makna: Al'Abidu wa lMa'budu Wahidun, penyembah dan Yang Disembah menyatu, penyembah tetaplah hamba, Yang Disembah tetaplah Raja, La- ila-ha illa Lla-h.
Apa yang dapat kita simpulkan adalah: Manunggaling Kawula Gusti, Al'Abidu wa lMa'budu Wahidun, penyembah dan Yang Disembah menyatu, bukanlah ajaran yang sesat, namun cenderung menyesatkan, apabila tidak dipagar oleh: Sesungguhnya penyembah tetaplah hamba, turisomba tetaplah Raja, La- ila-ha illa Lla-h. WaLlahu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 2 November 1994
------------------------------
(*)
Sunan Ampel alias Bong Swie Ho
Sunan Drajat alias Bong Tak Keng
Sunan Bonang alias Bong Tak Ang
Sunan Kalijaga alias Gan Si Cang
Sunan Gunung Jati alias Du Anbo - Toh A Bo
Sunan Kudus alias Zha Dexu - Ja Tik Su
Sunan Giri adalah cucunya Bong Swie Ho
Sunan Muria
Maulana Malik Ibrahim alias Chen Yinghua/Tan Eng Hoat
(**)
pikkiran, pikiran berhubungan dengan filsafat dan pakkasiaq (sauq), rasa berhubungan dengan tasawuf
(***)
Ayat yang sejenis dengan ayat ini, yang artinya: "Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mu'min, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (QS Al-Anfaal 8:17).
Hadits yang substansinya sama:
"Seorang hamba-Ku yang senantiasa berusaha mendekat kepada-Ku dengan mengerjakan ibadah nafal sehingga Aku mencintainya, apabila Aku telah mencintainya, maka Aku akan menjadi matanya...; Aku akan menjadi telinganya...; Aku akan menjadi tangannya...; Aku akan menjadi kakinya...; Aku akan menjadi hatinya...; Aku akan menjadi lidahnya...;..." (HR. Bukhari)