TPI sementara menayangkan serial Kisah Nabi Yuwsuf AS. Adegan terkhir pada waktu kolom ini ditulis yakni perihal ayah (Nabi Ya'qub AS atau Israil), ibu serta saudara-saudara beliau yang jumlahnya sebelas orang menghadap pada Nabi Yuwsuf AS sebagai Raja Muda Mesir. Dengan demikian menjadi kenyataanlah takwil mimpi Yusuf semasa kecil, Inniy Raaytu Ahada 'Asyara Kawkaban wa sySyamsa wa lQamara Raaytuhum liy Sa-jidiyna, sesungguhnya kulihat sebelas bintang serta matahari dan bulan bersujud kepadaku (S.Yuwsuf 4).
Seperti diketahui Al Quran memiliki gaya yang unik dalam menuturkan Ahsanu lQashas, kissah-kissah yang terbaik (S.Yuwsuf 3), yaitu keringkasannya dalam menuturkan sosio-naratif, hanya memilih fragmen yang mengandung aspek pesan-pesan moral yang dikandungnya. Seperti misalnya dalam S.Yuwsuf 33: Qa-la Rabbi sSijnu Ahabbu Ilayya mimma- Yad'uwnaniy ilayhi, Berkata (Yusuf), ya Maha Pengaturku, penjara itu lebih kucintai dari apa yang mereka ajakkan kepadaku.
Namun dengan gaya yang ringkas itu, yang hanya menekankan aspek yang mengandung pesan-pesan nilai itu, Al Quran menggugah kita untuk mempelajari sejarah, oleh karena keunikannya itu bukan hanya sekadar gaya yang ringkas tersebut, melainkan mengandung pula isyarat yang menantang kita untuk mengkaji sejarah.
Marilah kita kaji tantangan tersebut.
Wa Qa-la lMaliku inniy Aray Sab'a Baqara-tin Sima-nin Ya'kuluhunna Sab'un 'Ija-nun .....(S.Yuwsuf 43), And the king said: surely I see (in my dream) seven fat kine devoured by seven lean (kine), .....
And the ill favoured and leanfleshed kine did eat up the seven well favoured and fat kine. So Pharaoh awoke (Genesis 41:4).
Wa Qa-la lMaliku 'Tuwniy bihi .....(S.Yuwsuf 50), And the king said: Bring him (Yuwsuf) to me, .....
The Pharaoh sent and called Yoseph, .....(Genesis 41:14).
Wa Qa-la Fir'aunu 'Tuwniy bikulli Sa-irin 'Aliym. Falamma- Ja-a sSaharatu Qa-la lahum Muwsay Alquw ma- Antum Mulquwna. (S.Yuwnus 79,80), And Fir'aun said: Bring to me every skilful magician.
Then Pharaoh also called the wise men and the sorcerers; now the magicians of Egypt they also did in like manner with their enchantments (Exodus 7:11).
Kutipan dari ayat-ayat Al Quran di atas disengaja dengan terjemahan bahasa Inggeris untuk dapat dikomparasikan dengan ayat-ayat yang dikutip dari The Holy Bible, King James Authorized Version.
Sepintas lalu tidak ada perbedaan isi cerita menurut Al Quran dengan Bible tentang Nabi Yusuf dan Nabi Musa 'Alahima sSala-m dalam hal persentuhan sejarah dengan penguasa Mesir. Namun apabila ditilik lebih saksama, maka cerita menurut Al Quran mengandung tantangan yang menggugah wawasan intelek kita untuk mengkaji sejarah, oleh karena Nabi Yusuf AS bersentuhan dalam sejarah dengan Malik (Raja), sedangkan Nabi Musa AS dengan Fir'aun.
***
Napoleon Bonaparte ternyata bukan hanya seorang penakluk biasa. Artinya ia bukanlah orang yang ambisinya melulu pada kekuasaan belaka, melainkan iapun peminat kebudayaan. Kita kenal misalnya Code Napoleon di bidang hukum. Ia pula yang mula-mula membuat aturan lalu lintas.
Dalam usahanya untuk menguasai Mesir yang sia-sia, walaupun dalam keadaan terdesak harus meninggalkan Afrika, Napolen sempat membawa Batu Rosetta (Rasyid) ke Perancis. Seperti diketahui Batu Rosetta adalah batu bertulis, yang di dapatkan dalam tahun 1799 dekat kota Rosetta, sebuah kota yang terletak di kuala S.Nil. Di atasnya secara bersebelahan terdapat naskah yang bertuliskan tiga aksara yang berbeda: huruf Yunani, tulisan kuno Mesir dalam bentuk hieroglyph dan dalam bentuk yang sudah disederhanakan (demotic), sehingga memungkinkan dapat diungkapkan kembali cara membacanya oleh Jean Francois Cahampollion (1790 - 1832). Maka dengan dapatnya dibaca hierolyph itu, terkuaklah sejarah Mesir Kuno dengan lebih jelas.
***
Dalam kurun waktu antara 3000 - 2000 sebelum Miladiyah, merupakan zaman perunggu permulaan, mulailah zaman sejarah yang tertulis. Mesir diperintah oleh Dinasti Fir'aun I selama kurang lebih 3 abad (3000 - 2700 sebelum Miladiyah). Dalam kurun waktu antara 2000 - 1500 sebelum Miladiyah, zaman perunggu pertengahan, terdapat dua kerajaan yang berpengaruh: Mesir dan Mesopotamia. Terjadi emigrasi besar-besaran ke seluruh daerah subur bulan sabit (fertile crescent). Kemudian orang Hyksos (Raja Gembala) dari Kan'an menaklukkan Mesir dan menumbangkan Dinasti Fir'aun. Dinasti Hyksos ini menguasai Mesir selama kurang lebih 150 tahun (1700 - 1550 sebelum Miladiyah). Dinasti Raja-Raja Hyksos, sebagai dinasti XV dan XVI mendapatkan legitimasi dalam Dokumen Hieroglyph yang tertera dalam Daftar Penguasa Mesir di Turin.
Asal-usul Hyksos dari qabilah 'Ad, kaum terkuat bangsa Semit, penghuni asli Arabia, menguasai padang pasir luas Arabia Tenggara dari pantai teluk Parsi sampai perbatasan Iraq. Al Quran menyebutkan daerah yang dikuasai kaum 'Ad itu dengan Al Ahqaf (46:21), yang juga menjadi nama surah. Karena merasa dirinya kuat, kaum 'Ad menyombongkan diri dengan mengatakan: "Siapakah yang lebih unggul dari kami dalam kekuatan?" Itulah yang dikatakan mereka tatkala Allah SWT mengutus Nabi Hud AS kepada mereka. Mereka dihancurkan Allah dengan angin kencang dan dingin selama 7 malam 8 hari terus-menerus lalu mereka mati terguling seakan-akan tunggu-tunggul pohon kurma yang keropos (69:6-7). Kaum 'Ad yang dibinasakan Allah ini adalah kaum 'Ad yang terdahulu.
Nabi Hud AS beserta semua pengikutnya pindah ke Hijaz sebelum angin itu datang. Mereka ini disebut kaum 'Ad yang akhir menurunkan seorang yang terkenal yaitu Luqman alHakim. Kaum 'Ad yang akhir ini dikenal dalam sejarah sebagai kaum Al 'Ibriyah Al Qadimah (Proto 'Ibriyah), yang kemudian menguasai L. Tengah yang dikenal sebagai bangsa Finiqy (Phunicia). Kata 'Ibriyah berasal dari 'Ain, Ba, Ra, 'Abara artinya penyeberang. Dalam dokumen hieroglyph orang Mesir menamakan bangsa 'Ibriyah ini dengan nama Khabiru. Mereka menyeberang (beremigrasi) dan mendirikan kerajaan-kerajan di Babilonia, di Kan'an, kemudian ke Mesir mendirikan Dinasti Hyksos setelah menundukkan Dinasi Fir'aun, seperti dikemukakan di atas. Bangsa Al'Ibriyah Al Qadimah ini disusul kemudian dengan emigrasi gelombang kedua yaitu kaum Al 'Ibriyah Al Jadidah (Deutro 'Ibriyah), di bawah pimpinan Nabi Ibrahim AS.
Dinasti Hyksos dari kaum Al'Ibriyah Al Qadimah inilah yang menerima kedatangan kepala kaum Al 'Ibriyah Al Jadidah, yaitu Nabi Ibrahim AS yang datang ke Mesir. Nabi Ibrahim AS diperlakukan baik sebagai tamu oleh Dinasti Hyksos, bahkan mengawinkan Nabi Ibrahim AS dengan puteri istana, Hajar. Tiga generasi kemudian Hyksos memberi izin menetap kepada orang-orang Ibrani (Habiru) di delta s. Nil (Goschen), dipelopori oleh Nabi Yusuf AS. Dalam kurun waktu 1500 - 1200 sebelum Miladiyah, zaman perunggu terakhir, Dinasti Fir'aun kembali berkuasa, setelah mengalahkan Dinasti Hyksos dalam tahun 1550. Politik Dinasti Fir'aun yang mendominasi negeri-negeri tetangganya ini berubah 180 derajat terhadap orang-orang Habiru. Orang-orang Habiru mulai ditekan, kemudian diperbudak. Maka pada sekitar tahun 1224 sebelum Miladiyah, orang-orang Habiru hijrah (exodus) dari Mesir dipimpin oleh Nabi Musa AS.
Alhasil atas jasa Napoleon dan Champollion berhasillah dipenuhi tantangan Al Quran yang mengisyaratkan perbedaan dinasti penguasa Mesir yang bersentuhan sejarah dengan Nabi Yusuf AS dan dengan Nabi Musa AS. Dan dari sisi lain tampaklah pula Mu'jizat Al Quran yang telah mengisyaratkan bahwa ada ketidak-sinambungan Dinasti Fir'aun yang memerintah Mesir, yang baru terkuak secara historis setelah hieroglyph Mesir kuno telah mampu dibaca orang. Maka terhindarlah dichotomi antara scriptural approach dengan historical approach. WaLla-hua'alamu bishshawab.
*** Makassar, 28 Agustus 1994
28 Agustus 1994
[+/-] |
142. Nabi Yusuf dan Nabi Musa 'Alaihimassalam dalam Sentuhan Sejarah dengan Penguasa Mesir |
21 Agustus 1994
[+/-] |
141. Biarkanlah Rontok, Seperti Daun Dimakan Ulat! |
Kemarin hari ke 12 bulan Rabiu lAwwal, adalah mawlid Nabi Muhammad SAW. Seperti diketahui, Nabi lahir pada hari bulan tersebut dalam Tahun Gajah, yaitu tahun yang ditandai dengan peristiwa serangan tentera bergajah (Asha-bu lFiyl), terhadap Ka'bah, Rumah 'Ibadah Tertua (alBaytu l'Atiyq), yang dibangun oleh Kakek dan Nenek kita Nabi Adam AS dan ibunda Sitti Hawa, yang kemudian dibangun kembali di atas bekasnya berupa tumpukan pelataran tanah yang ketinggian oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Isma'iyl 'Alaihima sSala-m, atas petunjuk Malaikat Jibril. Tentara bergajah itu dipanglimai oleh Abraha, seorang Amir (Gubernur) Yaman yang dibawah protekrorat Kerajaan Habasyah. Abd. Muththalib, nenek Nabi sebagai pemimpin Qabilah Quraisy, tidak mampu berbuat apa-apa untuk menahan pasukan bergajah Abraha itu, dan penduduk Makkah menyingkir berlindung di atas bukit-bukit. Dalam keadan kritis itu Allah mengirimkan burung berbondong-bondong yang menghancurkan seluruh pasukan itu, termasuk Abraha sendiri, seperti termaktub dalam Al Quran S. Al Fiyl, 3,4,5:
Wa Arsala 'alayhim Tayran Aba-biyla. Tarmiyhim bi Hija-ratin min Sijjiylin. Faja'alahum ka'Asfin Ma'kuwlin. Dan (Allah) mengirim ke atas mereka (pasukan bergajah) burung berbondong-bondong. Yang melempar mereka dengan batu kerikil yang penuh azab (dengan bibit penyakit, virus?,pen.). Maka jadilah mereka itu rontok ibarat daun yang dimakan ulat.
Ummat Islam sedunia senantiasa memperingatinya menurut cara dan tradisinya masing-masing. Secara hukum, Nabi Muhammad SAW tidak pernah menyuruh ummat Islam memperingati Mawlid Nabi, sehingga bagaimanapun ragam tradisi negeri-negeri Islam sebagai perwujudan kecintaan ummat Islam kepada Nabi, tidaklah pernah ada peringatan Mawlid Nabi yang menjurus pada upacara yang ritual. Seperti biasa dari tahun ke tahun thema sentral Peringatan Mawlid Nabi berupa penyampaian pesan-pesan nilai: Uswatun Hasanah, contoh-contoh yang baik dan Ramhmatan li l'A-lamiyn, rahmat bagi beberapa alam (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, batu-batuan dan mineral, alam sekitar, sumberdaya alam dan lingkungan hidup).
***
Dalam kolom ini kita akan berbicara sedikit di luar dari kedua thema sentral di atas itu. Kita akan menyimak makna prahara dramatis serbuan terhadap Ka'bah oleh pasukan bergajah yang dihancurkan Allah dengan azab penyakit, berupa virus yang melekat pada batu-batu kerikil yang dilontarkan oleh pasukan burung.
Sejak dahulu budaya ummat manusia sudah mengenal pelacuran. Namun dalam budaya kekinian, pelacuran itu sudah meningkat menjadi industri yang sudah menjadi rahasia umum mengadakan link and match dengan industri pariwisata, yang meramaikan bisnis import-export budak-budak sex (raqabah). Bahkan menurut Tumbu Saraswati, seorang pengacara, yang beromong melalui Majalah Sinar, terbitan 1 Agustus 1994, dalam forum pendapat, halaman 10, bahwa dari asalnya pelacuran bukanlah bentuk kejahatan. Karena dianggap tidak ada pihak yang dirugikan. Jadi prinsipnya suka sama suka. Ada uang, suka lalu bayar. Itu prinsipnya. Walaupun kemudian Saraswati mengaitkannya dengan UU Perkawinan dan KUHP, maka yang prisip tadi itu menjadilah kejahatan kesusilaan.
Pernah saya baca dalam sebuah buku, sudah lupa judul buku dan tak teringat juga siapa pengarang dan penerbit serta tempat dan tahun terbiatnya, karena buku itu saya baca telah lama berselang, bahwa menurut pola pikir budaya barat yang menjiwai peraturan perundang-undangannya, bahwa kekuasaan hakim sudah berakhir pada batas pintu kamar tidur. Maka pola pikir inipun masuk merasuk dalam KHUP kita, yang menganggap bahwa bermukah (overspel) hanyalah delik aduan belaka, yang sampai sekarang masih bercokol dalam pasal 284, tak pernah digubris untuk diperbaiki. Jadi berzina tidak melanggar hukum, yang melanggar hukum, adalah bermukah, perzinahan khas, yaitu oleh pasangan yang telah diikat tali perkawinan, itupun hanya berupa delik aduan. Maka budaya kekinian dengan pola pikir seperti di atas itu turut brtanggung jawab dalam hal meningkatnya secara global industri jasa pelacuran yang mengadakan link and match dengan industri jasa pariwisata, yang meramaikan bisnis import-export budak-budak sex, sehingga mengakibatkan musykilnya memberantas pelacuran.
Contoh soal kecil yang masih aktual adalah bisnis Hartono, yang secara profesional berhasil mengelola bisnisnya. Sukarlah Hartono ini untuk dapat dituntut, oleh karena undang-undang kita hanya menyangkut larangan bermukah, itupun berupa delik aduan.
Syahdan, demikianlah prahara angin puting beliung yang menerjang budaya ummat manusia kekinian. Inilah terjangan budaya jahiliyah (biadab) modern, yang sukar dilawan dalam bentuk upaya apapun. Lalu di mana manusia sudah tidak berdaya lagi, seperti Abd.Muththalib yang tak berdaya melawan pasukan bergajah, maka Allah SWT mengirim pasukanNya: Wa Arsala 'alayhim Thayran Aba-bila. Demikian pula halnya ummat manusia yang beradab, yang kewalahan menghadapi situasi prahara, serbuan industri jasa pelacuran yang sudah menggoyahkan sendi-sendi nilai-nilai wahyu dan nilai-nilai luhur budaya manusia, khususnya nilai kemanusiaan yang beradab, maka Allah SWT mendatangkan azab penyakit AIDS, yang dikirim dengan perantaran "burung-burung" milik "tentera bergajah" itu sendiri. Tidaklah perlu mengeluarkan biaya begitu banyak, seminar-seminar, menyuruh pakai alat pelapis karet sintetis yang disebut kondom, biarkanlah sang penyerbu itu rontok sendiri ibarat daun dimakan ulat. WaLlahu a'lamu bisshawab
*** Makassar, 21 Agustus 1994
14 Agustus 1994
[+/-] |
140. Sikap yang Normatif Harus Berbingkai Kelayakan Manusiawi |
Allah SWT berfirman:
Innamaa Harrama 'Alaykumu lMaytata wa dDama wa Lahma lKhinziyri waMaa Uhilla bihi- li Ghayri Lla-hi, faMani Dhthurra Ghayra Baaghin waLaa 'Aadin faLaa Itsma 'alayhi, Inna Lla-ha Ghafuwrun Rahiymun (Al Baqarah 2:173). Hanyalah yang diharamkan bagimu adalah bangkai, darah, daging babi, dan (hewan) yang disembelih bukan dengan nama Allah. Tetapi barang siapa yang terpaksa, sedang ia tidak atas dasar keinginan (untuk memakannya) dan tidak pula melampaui batas (memakannya), maka tidak ada dosa atasnya (karena memakannya). Sedikit catatan tentang haramnya daging babi (Lahmu lKhinziyri), itu tidak berarti bahwa tulang rawan dan sumsumnya tidak haram. Jelasnya Lahmu lKhinziyr dalam bahasa Inggerisnya pork, sedangkan al Khinziyr adalah pig. Jadi Lahmu lKhinziyr adalah potongan-potongan tubuh babi yang biasa dimakan orang, sedangkan al Khinziyr adalah babi seutuhnya.
Ya-ayyuha Lladziyna A-manuw Kutiba 'Alaykumu shShiyaamu kaMaa Kutiba 'Ala Lladziyna Min Qablikum La'allakum Tattaquwna. Ayyaaman Ma'duwdaatin faMan Kaana Minkum Mariydhan aw 'Alay Safarin fa'Iddatun Min Ayyaamin Ukhara, wa 'Ala Lladziyna Yuthiyquwnahu- Fidyatun Tha'aamu miskiynin, (Al Baqarah 2:183-184). Hai orang-orang beriman, diwajibkan atasmu berpuasa,
seperti telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, supaya kamu bertaqwa. Beberapa hari yang tertentu (29 atau 30), maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan, maka berpuasalah pada hari yang lain, dan atas mereka yang kepayahan berpuasa, maka berfidyahlah memberi makan orang-orang miskin (2:183-184).
Ayat-ayat yang di atas itu berhubungan dengan hukum, jadi sifatnya normatif. Ayat-ayat itu mengandung perintah larangan dan suruhan. Perintah larangan yang hukumnya haram tentang yang dimakan dan perintah suruhan yang hukumnya wajib tentang puasa. Dengan ayat-ayat itu Allah SWT mengajarkan kepada kita tentang hal yang normatif yang tidak kaku. Yang normatif bukan sekadar normatif belaka. Yang normatif yang berbingkai kelayakan manusiawi. Daging babi itu haram, namun kalau orang terpaksa, artinya tidak atas dasar keinginan untuk memakannya dan tidak pula melampaui batas memakannya, maka tidak ada dosa atasnya karena memakannya. Berpuasa itu wajib, tetapi kalau orang sakit atau dalam perjalanan, berpuasalah ia pada hari yang lain di luar bulan puasa, dan kalau orang yang kondisi fisiknya akan kepayahan jika berpuasa apakah ia orang tua, ataukah ibu yang sedang hamil, ataukah sedang menyusukan anak, ataukah buruh kasar pekerja berat, mendapatkan kelonggaran tidak berpuasa, ia hanya wajib berfidyah dengan memberi makan orang-orang miskin. Dan kalau ia sendiri miskin, memberi makan anak isterinya termsuklah dalam kategori berfidyah pengganti berpuasa.
***
Mereka datang dari kampung, mereka berurbanisasi ke kota Makassar ini. Mereka mendapatkan tanah kosong, mereka membangun rumah di atasnya mula-mula yang sangat sederhana. Mereka mencari nafkah di sektor yang informal, mereka beranak-pianak, berdikit-dikit memperbaiki rumah tempat tinggal. Secara normatif mereka bersalah, tidak minta izin membangun, tidak mendaftar sebagai warga kota secara resmi. Namun tidak ada dari birokrat yang menegur, menyuruh mereka mengurus surat izin membangun, memanggil mereka ke kantor kelurahan, menyodorkan kepada mereka kartu rumah tangga yang akan diisi, artinya memberikan mereka bimbingan agar tahu dan mengerti bagaimana seharusnya aturan main membangun rumah, menjadi warga. Mereka didiamkan saja demikian, dalam keadaan buta aturan main.
Arkian, maka terjadilah musibah, prahara kebakaran, dengan sejumlah rentetan kemalangan dan kesedihan pula. Sudah jatuh diimpit tangga pula. Muncul papan pengumuman Pemda yang melarang mendirikan bangunan di lokasi bekas kebakaran, hanya beberapa jam setelah api melahap habis rumah kediaman mereka. Disusul kemudian oleh Surat Edaran Pemda yang berisi perintah pengosongan lokasi kebakaran, lalu berikutnya pernyataan Walikota bahwa hanya 2 orang warga kota yang resmi ber-KTP, sedangkan selebihnya adalah penghuni liar, dan supaya penghuni liar ini lebih baik pulang saja ke kampung masing-masing. Ini terjadi di Jalan Kerung-Kerung, Kelurahan Persiapan Bara-Baraya Utara. (Terbetik rumor di msyarakat, bahwa itu sebenarnya bukan kebakaran, tetapi "terbakaran", imbuhan ter-an yang diciptakan oleh nn di masyarakat yang berarti "sengaja", sehingga terbakaran berarti sengaja dibakar. Konon kabarnya yang membakar itu adalah Pendekar Lima suruhan Datuk Maringgih, personofikasi dari pengembang alias developer).
Maka gayungpun bersambutlah: "Kalau kami penghuni liar mengapa kami didaftar dijadikan pemilih dalam Pemilu yang lalu." Mereka secara tersirat menggugat: "Bukankah suara kami itu berharga mensukseskan Pemilu, memenangkan kontestan yang menang sekarang, yang duduk dalam DPRD, yang selanjutnya memilih balon, yang kemudian menjadi calon yang kemudian menjadi yang terangkat menjadi Wali Kota. Mengapa kami yang masih bersedih kena musibah, kena prahara kebakaran ini disuguhi pernyataan yang arogan, kamu itu penduduk liar, pulang saja ke kampungmu. Kami ini adalah anak-anak ayam, engkaulah induk kami. Janganlah sampai terjadi, di waktu panas lupa kacang akan kulitnya."
***
Syahdan, itulah gunanya wahyu diturunkan kepada RasuluLlah SAW, yang disebar luaskan kepada seluruh ummat manusia di globa ini, untuk menuntun nalar manusia, untuk menuntun kebijakan para pembijak. Antara lain khususnya dalam hal yang normatif, yang berbingkai dengan kelayakan manusiawi. Memecahkan masalah dengan sikap normatif, namun dengan hasil akhir yang sebaik-baiknya. Dengan bersikap lembut, terjauh dari sikap arogan, memegang nilai luhur kita, sipakatau, yaitu tenggang rasa. Bukankah sikap tenggang rasa ini adalah salah satu Wujud Pengamalan Kemanusiaan yang adil dan beradab?
*** Makassar, 14 Agustus 1994
7 Agustus 1994
[+/-] |
139. Rambang-Rambang, Nostalgia Tempo Doeloe dan Gelitik bagi TVRI Stasiun Ujung Pandang |
Pada malam Jumat, 4 Agustus 1994, di Gedung Harian Fajar lantai 3, budayawan Mappaseleng Dg Maqgauq, membawakan sekapur sirih yang disudahi dengan menyanyikan lagu daerah Makassar: Minasa ri Boritta (Harapan bagi Negeri Kita). Ada seorang budayawan, entah budayawan siapa saya telah lupa, yang pernah mengatakan kepada saya bahwa lagu itu sebenarnya lebih elok jika diubah judulnya menjadi: Passolongang Ceratta (Tumpah Darah Kita, assolong = tumpah, cera' = darah). Keesokan harinya, Jumat 5 Agustus 1994, sementara menunggu pengantin laki-laki di rumah Mashudulhaq R. Sanggu, saya konsultasikan hal tersebut kepada budayawan Hamzah Dg Mangemba yang juga turut hadir. Dg Mangemba membenarkan bahwa lagu itu memang lebih baik jika berjudul Passolongang Ceratta.
Malam Jumat di lantai 3 Gedung Harian Fajar itu tatkala mendengarkan alunan suara Dg Maqgauq, saya bernostalgia, ingat tempo doeloe, ketika saya masih kecil di kampung halaman, sewaktu lagu-lagu daerah masih sangat dominan, oleh karena belum terjadi akulturasi budaya kita dengan budaya luar. Waktu itu setiap ada "paqgaukang", pesta kenduri, tidak pernah ketinggalan acara kesenian Rambang-Rambang, yaitu nyanyian solo diiringi oleh empat atau lima biola dan rabbana (rebana). Perangkat bunyi-bunyian biola dan rebana yang mengiringi nyanyian solo ini beberapa tahun lalu pada waktu Aziz Husein masih menjabat Kepala TVRI Stasiun Ujung Pandang, secara perodik ditayangkan di TVRI, yang dikenal dengan Orkes Turiolo. Namun sekarang sudah menghilang bersama-sama dengan alunan sinriliq dari Mappaseleng Dg Maqgauq bersama iringan kesoq-kesoq (rebab)nya. Halo, bagaimana ini TVRI Stasiun Ujung Pandang?
Kembali pada pembicaraan tentang perihal rambang-rambang. Mengapa nyanyian solo yang diiingi dengan perangkat bunyi-bunyian biola dan rebana itu dinamakan apparambang-rambang, menggelar rambang-rambang, oleh karena senantiasa lagu pertama yang dinyanyikan ialah lagu Rambang-Rambang. Ini adalah istilah pelaut, kalau dijadikan kata-kerja "aqrambangang" berarti dua tiga buah perahu pinisiq atau sampan layar yang berlayar berdampingan.
Sayang sekali apparambang-rambang ini mulai pudar diganti dengan "appabattiq-battiq". Adapun battiq-battiq ini sejenis alat bunyi-bunyian hasil akulturasi antara bunyi-bunyian tradisional kecapi dengan gambus. Batang tubuhnya kurang lebih berbentuk kecapi namun dawai (tali)nya seperti gambus, yaitu setiap nada tidak hanya terdiri satu dawai saja seperti kecapi, biola dan gitar, melainkan setiap nada terdiri atas dua utas sawai seperti gambus. Beberapa tahun yang lalu tatkala Letkol Zainal Arifin Kammi mengawinkan puterinya, maka pada resepsi perkawinan di Gedung Manunggal digelarkan pabattiq-battiq. Rombongan pabattiq-battiq tersebut didatangkan Arifin Kammi dari Selayar, yang waktu itu masih menjabat Bupati Kepala Daerah Tingkat II Selayar.
Mungkin sekali kekalahan parambang-rambang dari pabattiq-battiq ini, oleh karena battiq-battiq jauh lebih gampang dibuat dari biola. Tempo doeloe harga biola dapat terjangkau oleh golongan bawah sampai kepada masyarakat nelayan, sedangkan sekarang ini biola adalah barang langka bagi masyarakat luas. Dewasa ini untuk membeli biola bagi masyarakat nelayan ibarat pungguk merindukan bulan, dan untuk membuatnya sendiri tak sanggup pula. Maka menanglah battiq-battiq atas rambang-rambang. Barangkali ada baiknya jika kemampuan membeli komoditi seharga biola ini dapat dijadikan tolok ukur bagi meratanya kesejahteraan di kalangan rakyat.
Adapun syair ataupun kelong rambang-rambang itu seperti berikut:
Rambang-Rambang
Pakabajiki boritta
Ikkattepa-ssamaturuq
Nakiqrambangang
Ansombali mateqnea
Teaki naparakatte
Sigeaq sigenra-genra
Nalewa lino
Naamang paqrasanganta
Perbaiki negeri kita
Mari membina kesepakatan
Berlomba berdampingan
Berlayar menuju bahagia
Janganlah di antara kita
Tumbuh silang-sengketa
Agar tercapai keseimbangan
Amanlah kampung-halaman
Adapun assamaturu' ambajiki bori, bersepakat memperbaiki negeri menurut syair Rambang-Rambang di atas itu adalah dengan metode aqrambangang, berlayar berdampingan. Artinya dalam membangun itu bekerja sama secara sinkron, bukan dalam arti sama-sama bekerja (para najama jamanna). Sudah bukan hal yang langka bahwa di sana-sini cara sama-sama bekerja itu dapat kita saksikan. Ada yang bekerja membangun jalan yang bagus licin dan mulus beraspal. Sudah itu ada pula yang bekerja menggali saluran dengan merusak jalan yang sudah mulus itu untuk keperluan menanam kabel listrik maupun kabel telkom ataupun untuk pipa air. Assamaturu' ambajiki bori dengan aqrambangang tersebut bermakna memabangun memperbaiki negeri berbimbing tangan bertolongan terkait antara satu dengan yang lain. Ini adalah penjabaran dari Ta'aawanaw 'ala lBirri (S. Al Maaidah, 6:2), tolong-menolonglah kamu dalam berbuar berbuat baik (6:2). Itulah isi bait pertama Rambang-Rambang itu. Adapun bait kedua adalah penjabaran dari laa Ta'aanaw 'ala lItsmi wa l'Udwaani (S. Al Maaidah, 6:2), janganlah kamu bertolong-tolongan berbuat dosa dan agressi (6:2). WaLla-hu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 7 Agustus 1994