Suwarlo (nama samaran?), menanggapi dalam Surat dari Pembaca, Harian FAJAR, edisi 23-12- 1998 atas Seri 341, yang berjudul Partai-Partai Politik yang Berdasar Marxisme yang Pernah Hidup di Republik Indonesia, edisi 27-09- 1998. Ia membuka suratnya dengan S. Al Buruj, 10 yang isinya melarang memfitnah dan menanyakan dari mana keterangan saya peroleh tentang gerombolan Merapi-Merbabu komplex dan mengenai Tan Malaka yang marxist trotzkist.
Pertama, saya dapatkan keterangan itu dari pendidikan politik oleh guru saya Allahu Yarham K.H. Isa Anshary, seorang tokoh Masyumi (parpol ini sekarang muncul kembali dalam wujud Partai Bulan Bintang) dan Ketua Front Anti Komunis. Beliau antara lain mengajarkan untuk mengenal aliran ataupun ideologi sesungguhnya dari organisasi-organisasi baik partai politik maupun organisasi kemasyarakatan, apabila aliran ataupun ideologi organisasi bersangkutan tidak dengan secara jelas tercantum dalam Anggaran Dasarnya. Gunanya supaya pemuda Islam tidak dapat dimanfaatkan oleh golongan lain yang merugikan ummat Islam. Karena banyak pemuda Islam dimanfaatkan tanpa sadar oleh golongan tersebut. Seperti halnya sekarang ini banyak pemuda (baca: mahasiswa) Islam yang tanpa sadar dimanfaatkan oleh kepentingan politik kubu segi-tiga TUA (Trisakti, UKI, Atmajaya) untuk shalat tarwih tidak di masjid melainkan di kampus Katolik Atmajaya.
K.H. Isa Anshary ditangkap dan ditahan tanpa diadili bersama-sama dengan tokoh-tokoh Masyumi lainnya dan tokoh-tokoh PSI oleh rejim Soekarno. Saya lebih mempercayai keterangan dari guru saya itu ketimbang dari koran mengenai gerombolan Merapi-Merbabu komplex. Juga saya lebih meyakini keterangan guru saya bahwa Tan Malaka(*) itu sesungguhnya seorang marxist trotzkist ketimbang bantahan dari Tan Malaka sendiri bahwa dia bukan marxist trotzkist (maksudnya marxisme yang diterapkan oleh Leon Trotzky, 1877 - 1940, yang nama aslinya Lev Davidovich Brottstein). Pengakuan bahwa Tan Malaka bukan marxist trotzkist bukanlah suatu jaminan dari hal yang sesungguhnya. Hal ini diisyaratkan oleh ayat: W MN ALNAS MN YQWL AMNA BALLH W BALYWM ALAKHR W MA HM BMW"MNYN (S. ALBQRT, 2:8), dibaca: wa minanna-si mayyaqu-lu a-manna- billa-hi wa bilyawmil a-khiri wa ma-hum bimu'mini-n, artinya: Di antara manusia ada yang berkata kami beriman kepada Allah dan hari kemudian, padahal sesungguhnya dia itu tidak beriman (2:8).
Kedua, Tan Malaka adalah seorang marxist saya ketahui dari buku karangan Tan Malaka sendiri: Madilog. Materialisme dan dialektika bukanlah buah pikiran asli dari Tan Malaka, melainkan diambilnya dari Karl Marx (1818 - 1883) yang membedah sejarah memakai pisau filsafat hitorische materialisme dengan metode dialektika: pertentangan kelas (these, anti-these) dan synthese. Dialektika ini bukanlah asli buah pikiran Marx melainkan dipinjamnya dari Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770 - 1831). Marx bersama Friedrich Engels (1820 - 1895) menulis buku: Communist Manifesto (1847) dan Das Kapital (3 jilid, 1867, 1885, 1895). Islam dalam Tinjauan Madilog, berbentuk brosur, dicungkil dari buku Madilog tersebut, yang disindir dengan gaya yang khas oleh Allahu Yarham Haji Abdul Malik Karim Amrullah, (bukan Haji Abubakar Muhammad Karim Amrullah menurut Suwarlo, dari mana pula Suwarlo ini memungut nama yang keliru tersebut!). Demikianlah, Madilog bukanlah buah pikiran orisinel dari Tan Malaka, melainkan diambilnya dari filsafat historische materialisme yang dialektis. Alhasil Tan Malaka adalah seorang penganut filsafat materialisme.
Jangan dikacaukan antara istilah materialis dengan materialisme. Materialis adalah orang mata duitan. Materialisme dipakai dalam filsafat, yaitu pandangan yang tidak mau tahu, tidak mengakui dan tidak percaya existensi di luar materi. Materialisme inilah yang menjadi paradigma ilmu pengetahuan yang diajarkan di sekolah-sekolah umum. Materialisme memperanakkan atheisme (tegas menolak eksistensi Tuhan) dan agnostisisme (meragukan adanya Tuhan). Filsafat historische materialisme yang dialektis dari Karl Marx termasuk dalam kategori ini. Jadi penggunaan S. Al Buruj, 10 oleh Suwarlo itu asal-asalan, Seri 341 tidak memfitnah siapa-siapa. Karena seperti ditunjukkan di atas Tan Malaka itu sungguh-sungguh seorang marxist, penganut materialisme yang tidak percaya pada existensi di luar materi.
***
Tanggapan Suwarlo ini mengingatkan saya akan tanggapan seorang paramedis terhadap Seri 334 yang berjudul: HIV/AIDS dan Reformasi Pasal 284 KUHP edisi 09-08-1998, dalam sebuah majelis yang membicarakan HIV/AIDS, bertempat di ruang Kesra Kantor Gubernur Sul-Sel. Berita ini saya dapatkan dari tangan pertama, yaitu dari isteri saya sendiri yang hadir dalam majelis itu mewakili Pengurus Wilayah 'Aisyiyah. Kemudian berita tanggapan itu saya dengar pula dari Ir M.Ridwan Abdullah MSc. dan Drs Ishak yang mewakili IMMIM yang juga hadir dalam majelis itu.
Saya pikir tanggapan ini perlu dipublikasikan, sebab boleh jadi ada beberapa orang yang mempunyai persepsi seperti paramedis itu, namun tidak sempat dikomunikasikannya kepada saya. Paramedis itu berkata dalam majelis tersebut bahwa ada seorang ustaz entah dari mana ia mendapatkan keterangan sehingga ia menulis tentang penyebaran virus HIV itu oleh nyamuk. Padahal yang saya tulis dalam Seri 334 itu berhubungan dengan penyuluhan-penyuluhan bahwa orang berpenyakit AIDS tidak perlu dihindari seperti halnya pengidap penyakit TBC, karena berjangkitnya HIV/AIDS hanya melalui jalur hubungan seksual, transfusi darah, jarum suntik dan dari ibu ke janin di dalam rahim. Saya mempertanyakan apa bedanya jarum suntik dengan moncong pengisap milik nyamuk. Boleh jadi virus itu mati atau nyamuknya yang mati jika virus itu diisap nyamuk. Akan tetapi suatu kenyataan ada virus yang kebal terhadap nyamuk (atau nyamuknya yang kebal virus?) seperti nyamuk yang menularkan virus malaria, nyamuk yang menularkan virus demam berdarah dan lalat yang dapat memindahkan virus penyakit tidur. Sehingga menurut hemat saya ada risiko potensial serumah dan bergaul dekat dengan pengidap AIDS oleh karena boleh jadi siapa tahu, hanya Allah Yang Maha Tahu, dengan berkembangnya penelitian belakangan akan dapat pula terungkap bahwa ada sejenis serangga yang dapat memindahkan HIV. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 27 Desember 1998
-------------------------
(*)
Percobaan kudeta 3 Juli 1946 dilancarkan di bawah pimpinan Tan Malaka dari Partai Murba. Tan Malaka mengajak kalangan militer Jawa Tengah, termasuk Soeharto. Yang akan digulingkan adalah Perdana Menteri Sjahrir. Awalnya, 20 Juni 1946 PM Sjahrir dan kawan-kawan diculik di Surakarta. Penculiknya adalah kelompok militer di bawah komando Divisi III dipimpin oleh Sudarsono. Soeharto selaku salah seorang komandan militer Surakarta terlibat dalam penculikan itu.
2 Juli 1946 kelompok penculik berkumpul di markas Soeharto sebanyak dua batalyon. Pasukan lantas dikerahkan untuk menguasai beberapa sektor strategis seperti RRI dan Telkom. Malam itu juga mereka menyiapkan surat keputusan pembubaran Kabinet Sjahrir dan menyusun kabinet baru yang sedianya akan ditandatangani oleh Presiden Soekarno di Istana Negara Yogyakarta, esok harinya.
SK dibuat dalam empat tingkat. Keputusan Presiden dimuat dalam maklumat nomor 1, 2 dan 3. Semua maklumat mengarah ke kudeta. Misalnya, maklumat nomor dua berbunyi demikian: Atas desakan rakyat dan tentara dalam tingkatan kedua terhadap Ketua Revolusi Indonesia yag berjuang untuk rakyat, maka kami atas nama Kepala Negara hari ini memberhentikan seluruh kementrian negara Sutan Sjahrir. Yogyakarta, 3 Juli 1946, tertanda: Presiden RI Soekarno.
Tetapi percobaan kudeta ini ternyata gagal. Para pelakunya ditangkap dan ditahan. Soeharto menangkapi komplotan penculik. Keberadaannya sebagai anggota komplotan penculik merupakan upaya Soeharto mengamankan penculik.
27 Desember 1998
[+/-] |
354. Dari Mana Keterangan Didapatkan |
20 Desember 1998
[+/-] |
353. Bulan Introspeksi |
Sejak matahari terbenam tadi malam, masuklah 1 Ramadhan 1419 Hijriyah. Bulan suci Ramadhan adalah bulan untuk introspeksi, seperti Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari: man sha-ma ramadha-na i-ma-nan wahtisa-ban ghufira lahu- ma- taqaddama min dzanbih, artinya: Siapa yang berpuasa ramadhan dalam keadaan beriman dan introspeksi diampuni bagi dia dosanya yang silam.
Ihtisa-ban, dari akar kata Ha, Sin, Ba, berarti menghisab, mengintrospeksi diri mengenai semua tindak tanduk kita lahir dan batin selama ini tentang pahala atau dosa dalam kriteria: benar atau salah, baik atau buruk, adil atau zalim, istiqamah atau munafiq, menyejukkan atau meresahkan, sabar atay bringas, sopan atau brutal, lemah lembut atau vulgar, terpuji atau tercela, rendah diri atau arogan, membujuk atau menterror, mau mendengar pendapat orang atau memaksakan kehendak, tasamuh atau tidak toleran, jujur atau curang, ikhlas atau ada pamrih, cermat atau ceroboh, menolong atau mencelakakan, bermanfaat atau merugikan, membangun atau merusak, menghormati atau melecehkan, beradab atau jahil.
Amin Rais mengatakan boleh saja berdemo dalam bulan Ramadhan asal tertib, tidak anarkis. Menurut hemat saya selama bulan Ramadhan sangatlah terpuji jika para mahasiswa berhenti turun kejalan. Sebab kenyataan menunjukkan pimpinan demonstran mahasiswa tidak dapat mengontrol kelompoknya dari mahasiswa radikal yang memprovokasi petugas keamanan dengan lemparan batu sehingga terjadi benrokan fisik yang akan menodai bulan Ramadhan. Andaikata pun benturan fisik dapat dihindarkan dalam berdemo, namun ingat buruh dan karyawan yang berpuasa yang terpaksa jalan kaki ke kantor kemudian pulang ke rumah terpaksa pula capek jalan kaki dan terlambat buka puasa, karena jalan tersumbat oleh aksi demo. Bukankah itu sangat melanggar HAM karena menzalimi orang yang sedang berpuasa?
Lebih baik mencoba secara kreatif memikirkan thema baru untuk diutarakan dengan cara yang lebih beradab yang berwarna akademis. Seperti misalnya mengundang pimpinan fraksi-fraksi dari DPR dan tokoh-tokoh partai baru untuk datang berdiskusi di kampus mengenai sistem distrik yang wakil rakyat dipilih secara langsung lebih demokratis ketimbang sistem proporsional. Bukankah thema yang selama ini dikemukakan telah direspons hampir seluruhnya dalam wujud Tap MPR? Bukankah menyampaikan aspirasi dengan cara turun ke jalan itu mengganggu aktivitas kehidupan rakyat sehari-hari yang justru diperjuangkan nasibnya itu?
Bahkan ada aspirasi yang sudah tidak proporsional lagi. Melalui layar kaca saya sempat melihat poster bertuliskan BUBARKAN ABRI, dalam pawai hari HAM baru-baru ini. ABRI bertugas melindungi tumpah darah Indonesia kok minta dibubarkan. Itu berarti melecehkan Hak Asasi Bangsa Indonesia untuk merdeka. Suatu pemikiran dan sikap yang sangat jahil, memperingati HAM dengan melecehkan Hak Asasi Bangsa Indonesia. AlhamduliLlah, ada kemajuan dari kepolisian, karena mulai bersikap tegas memberlakukan UU no.9 thn 1998, yaitu menangkap 143 orang dari Forkot, 15 Desember 1998 ybl. Juga telah berhasil menggiring mahasiswa Forkot dll ke kampus Atmajaya, tanpa ada korban tewas, tanggal 17 Desember 1998 ybl.
Bulan Ramadhan adalah bulan introspeksi. Ada baiknya dalam rangka introspeksi itu kita angkat sedikit ucapan WS Rendra alias Willy si burung merak, yang ditujukan kepada sebagian mahasiswa dalam dialog nasional MASA DEPAN BANGSA di Hotel Indonesia, tanggal 14 Desember 1998 sbb: Kalau anda menjadi pemimpin akan menjadi fasis yang lebih kejam dari Soeharto. Anda benar-benar fasis, dan saya tidak bisa menerima cara-cara anda yang memaksakan kehendak seperti itu. Anda itu belum ada apa-apanya sudah berlaku fasis seperti itu. Mencekal orang yang ingin berbicara. Anda fasis sangat berbahaya kalau anda menjadi pemimpin nanti.
Dalam mengintrospeksi diri ataupun kelompok dalam bulan suci Ramadhan ini tidak ada salahnya merenungkan ucapan Rendra ini, untuk dapat membersihkan jiwa dari penyakit tidak mau mendengarkan orang lain. Secara ilmu nafsani penyakit 'ujub (arogan) dapat timbul dalam diri seseorang apabila menganggap dirinya berjasa dalam memenangkan perjuangan.
Dalam mengintrospeksi diri ataupun kelompok dalam bulan suci ini perlu merenungkan keberhasilan menumbangkan Orde Baru. Dalam konteks kemenangan gerakan reformis nilai dari alinea ketiga Pembukaan UUD dapat diterjemahkan menjadi: Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan sinergi kekuatan-kekekuatan reformis, maka rakyat Indonesia berhasil menggulingkan Orde Baru.
Yang manakah gerangan kekuatan-kekuatan yang bersinergi itu. Pertama, gerakan moral mahasiswa sebagai motor pendorong. Kedua, KH Ali Yafie berkata di depan Soeharto bahwa yang dimaksudkan dengan reformasi ialah Pak Harto harus turun. Ketiga, 14 orang menteri tidak bersedia lagi duduk dalam kabinet baru yang akan dibentuk oleh Soeharto. Keempat, Yusril Ihza Mahendra yang menyusun konsep pidato singkat Soeharto dengan memakai ungkapan berhenti jadi presiden, sehingga dengan alasan itu Soeharto bersedia turun tahta. Tak kurang pula pentingnya adalah Rahmat Allah yang menyebabkan hati nurani (al Fuad) Soeharto mencegah nalurinya (al Haway) untuk mempertahankan kekuasaannya dengan pertumpahan darah. Ini betul-betul Rahmat Allah, karena ingat ada Tap MPR yang memberikan kekuasaan penuh kepada Soeharto untuk bertindak apa saja.
Inilah antara lain bahan-bahan yang dapat berguna untuk melakukan introspeksi diri dalam bulan suci Ramdhan ini, sehingga mudah-mudahan terbacalah dosa-dosa kita terhadap sesama manusia dalam wujud: perbuatan salah, buruk, zalim, munafiq, meresahkan, bringas, brutal, vulgar, tercela, arogan, menterror, memaksakan kehendak, tidak toleran, curang, tidak ikhlas, ceroboh, mencelakakan, merugikan, merusak, melecehkan, jahil.
Kaum reformis telah mencapai kemenangan menggulung Orde Baru. Firman Allah yang berikut adalah obat supaya orang tidak merasa hebat setelah mencapai kemenangan.
FSBH BHMD RBK W ASTGHFRH ANH KAN TWABA (S. ALNSHR, 3), dibaca: fasabbih bihamdi rabbika wastaghfirhu innahu- ka-na tawwa-ba-, artinya: maka sucikanlah serta panjatkanlah puji kepada Maha Pemeliharamu dan minta ampunlah kepadaNya, sesungguNya Dia Maha Penerima taubat (110:3).
Walla-hu a'lamu bishshawa-b.
*** Makassar, 20 Desember 1998
13 Desember 1998
[+/-] |
352. Khutbah Jum'at Tentang Pam Swakarsa |
Ajaran Islam diklasifikasikan dalam tiga unsur: yang strategis, yaitu aqidah, yang taktis yaitu akhlaq dan yang operasional yaitu syari'ah. Supaya efektif, Khutbah Jum'at waktunya tidak boleh terlalu lama, paling lama sekitar 20 menit. Untuk itu seorang khatib walaupun materi khutbahnya mengandung ketiga unsur tersebut namun harus memilih penekanan atas salah satu di antaranya.
Generasi saya dan boleh jadi satu generasi sesudahnya tentu masih ingat materi Khutbah Jum'at di Masjid Raya oleh KH Muh. Danyal, adik A.M. Dg Miyala seorang pujangga di daerah ini yang tergolong dalam angkatan Pujangga Baru. KH Muh. Danyal kalau masih belum di atas mimbar raut mukanya masih biasa-biasa saja. Namun apabila di atas mimbar raut mukanya menampilkan semangat yang tinggi, sorotan mata yang tajam. Nampak sekali tak ada yang ditakutinya selain Allah SWT. Materi khutbahnya yang diucapkan di samping dalam bahasa Al Quran, yang dijalinnya dalam 3 bahasa, yaitu: Indonesia, Bugis dan Makassar, bobotnya banyak-banyak mengenai yang operasional. Misalnya menyampaikan mengapa baru sekian di antara sekian banyak perkara yang belum diselesaikan pengadilan. Hasilnyapun ada, pengadilan meresponsnya, proses peradilan dipercepat.
Kalau dalam zaman tahun empat-puluhan, KH Muh.Danyal dan beberapa khatib yang lain melakukan kontrol sosial melalui Mimbar Jum'at, maka di zaman reformasi ini ada pula beberapa khatib bukan saja melakukan kontrol sosial melalui Mimbar Jum'at, melainkan mengkaunter pemberitaan mas media baik yang elektronika maupun yang grafika. Tepatnya memberikan perimbangan terhadap informasi yang berat sebelah. Mimbar Jum'at berfungsi sebagai mas media. Inilah hal yang baru yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mas media yang melakukan kontrol sosial, dikontrol pula melalui Mimbar Jum'at. Seperti misalnya berita yang terlalu diekspos pada korban di pihak mahasiswa, kurang diekspos pada korban di pihak ABRI dan Pam Swakarsa.
Harus diakui dengan jujur bahwa pemberitaan mas media sangat menyudutkan Pam Swakarsa, sehingga seorang tokoh semacam Amin Rais bahkan terbius pula, dengan mengatakan supaya segenap para Pam Swakarsa kembali saja ke rumah masing-masing. Ini diakibatkan oleh pemberitaan yang mengekspos bambu runcing yang dipegang oleh beberapa orang Pam Swakarsa.
Beberapa Jum'at yang lalu di Masjid Syura, seorang khatib yang mengkhususkan diri pada materi yang operasional dalam khutbahnya mengkaunter dalam arti memberikan perimbangan berita mas media tentang Pam Swakarsa. Khatib ini mengatakan apa bedanya bambu runcing dengan batu dan bom molotov. Mengapa Amin Rais tidak pula menyuruh demonstran yang bersenjatakan batu dan bom molotov itu pulang saja ke rumahnya masing-masing. Apabila kelompok yang bersenjatakan batu dan bom molotov itu merasa berhak untuk menggagalkan SI MPR, lalu mengapa kelompok Pam Swakarsa itu tidak pernah digubris oleh mas media bahwa mereka itu berhak pula mengambil sikap membela SI MPR, apakah kelompok Pam Swakarsa itu warga negara kelas dua? Kelompok Pam Swakarsa berhasil menggagalkan sidang tandingan kelompok radikal di tugu prolkamasi, karena Pam Swakarsa lebih dahulu menduduki lokasi itu. Bahkan korban yang tewas dari pihak Pam Swakarsa lebih banyak jumlahnya yaitu 7 orang. Mereka perlu pula menjadi perhatian Kontrasnya Munir dan perlu pula diekspos oleh mas media. Anggota Pam Swakarsa yang tewas itu adalah sebagian terdiri atas para remaja dan pemuda masjid. Mereka juga termasuk pahlawan yang gugur dalam membela negara.
Saya pikir benar juga sang khatib ini. Kalau saya tidak salah ingat pernah Menpen mengatakan bahwa pembentukan Pam Swakarsa ini didukung oleh undang-undang. Kemarin malam, yaitu malam Sabtu saya menyaksikan dalam tayangan TV dikemukakan tentang Rakyat Terlatih menurut UU no.20, tahun 1982. Coba bayangkan, andaikata para demonstran yang radikal yang berupaya menggagalkan SI MPR, yang belum tentu semuanya terdiri atas mahasiswa, dapat menerobos masuk menduduki dan menggagalkan SI MPR, maka Pemilu tahun 1999 tidak akan sampai terlaksana, demokrasi akan habis riwayatnya. Penanda-tangan komunike ke-17 orang para benggolan dari Barnas, PUDI dan PDI Megawati, akan berhasil membentuk komite rakyat dan membentuk presidium yang akan mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan Habibie.
Tak terpikirkah ke-17 orang yang tersangka makar itu, bahwa Indonesia bukan Jakarta saja. Mereka itu ibarat keledai yang terantuk pada patok untuk kedua kalinya. Seruan untuk membentuk Dewan Revolusi di daerah-daerah yang dilontarkan oleh Gerakan 30 September 1965 (baca: komunis) tidak mendapat respons sama sekali. Mereka ke-17 orang yang ingin memebentuk komite rakyat dan presidium itu tidak belajar dari kenyataan sejarah di Indonesia bahwa Indonesia itu bukan Jakarta. Boleh jadi penanda-tangan komunike itu belajar dari sejarah pemberontakan Bolsyewik (baca: komunis) di Rusia yang berhasil dengan strategi, menguasai Moskow berarti menguasai seluruh imperium Czar Rusia.
Jadi andaikata kelompok radikal dapat menembus barisan pagar betis penjaga keamanan dan dapat menggagalkan SI MPR, serta-merta kelompok 17 jadi membentuk komite rakyat dan presidium, maka daerah-daerah di luar Jawa tidak akan merespons dan tidak akan mengakui komite rakyat dan presidium itu. Akibatnya Indonesia di luar Jawa akan terpecah-pecah menjadi paling tidak negara bagian, bahkan akan terbentuk negara-negara tersendiri berdasarkan atas wilayah pulau ataupun kesatuan etnis. Sedangkan di Jawa akan timbul khaos yang berakhirkan revolusi sosial. AlhamduliLlah, SI MPR tidak sampai digagalkan, komite rakyat dan presidium tidak jadi terbentuk. Allah SWT masih melindungi bangsa Indonesia dari musibah terpecah-belah dan dari musibah khaos dan revolusi sosial.
Kembali pada sejumlah khatib yang mengkhususkan diri pada materi yang operasional, supaya meneruskan mengambil bagian khusus tersebut, mengontrol para pengontrol sosial: W TWASHWA BALHQ (S.AL'ASHR, 100:3) dibaca: watawa-saw bilhaqqi, artinya: informasikanlah wasiat di atas kebenaran (100:3).
Mulai seri 349 penulisan ayat-ayat Al Quran ditransliterasikan secara huruf demi huruf demi pertimbangan keotentikan, kemudian disusul cara membacanya, terakhir baru artinya. Ini atas saran para pakar dosen senior IAIN.
Walla-hu a'lamu bishshawa-b.
*** Makassar, 13 Desember 1998
6 Desember 1998
[+/-] |
351. Ummat Islam dan Nasrani Supaya Menahan Diri, serta Jangan Mudah Terpancing |
Firman Allah dalam Al Quran:
W LW LA DF'A ALLH ALNAS B'ADHHM BB'ADH LHDMT SHWAM'A W BY'A W SHLWAT W MSJD YDZKR FYHA ASM ALLH KTSYRA (S. ALHJ, 22:40), Dibaca: walaw la- daf'u lla-hi nna-sa ba'dhahum biba'dhi llahuddimat shawa-mi'u wa bi-'un wa shala-tun wa masa-jidu yudzkaru fi-ha smu lla-hi katsi-ra-, Artinya: sekiranya Allah tidak menahan manusia sebagian mereka terhadap yang lain niscaya robohlah biara-biara, gereja-gereja, sinagog-sinagog dan masjid-masjid yang di dalamnya diingat nama Allah banyak-banyak.
Ayat (22:40) yang dikutip di atas itu menunjukkan bahwa Allah menyuruh ummat menahan diri supaya tidak terjadi perobohan tempat-tempat ibadah yang didalamnya manusia mengingat Allah banyak-banyak. Ummat Islam mempunyai landasan moral dan hukum untuk mencegah perobohan (perusakan dan pembakaran) tempat-tempat ibadah berlandaskan ayat (22:40) tersebut.
Kita angkat sedikit beberapa kalimat dari Seri 350 ybl. yang berjudul Tragedi Ketapang.
Tragedi Ketapang menunjukkan masih aktifnya aktor intelektual (aktel) yang terpendam sosoknya namun muncul pula menunggangi tragedi Ketapang ini. Aktel itu mengeluarkan dan menyebarkan isu ada mesjid dibakar di Ketapang sehingga membakar kemarahan ummat dengan bertindak di atas batas kewajaran.
Siapa tahu, hanya Allah Yang Maha Tahu, para tersangka makar dari tokoh-tokoh Barnas, Pudi dan PDI perjuangan yang mengklaim atas nama rakyat (entah dari mana mereka mendapatkan legitimasi untuk mengklaim itu) untuk membubarkan MPR dan menggantinya dengan MPRS atau komite rakyat dan mengganti Pemerintahan Habibie dengan presidium, boleh jadi mereka sang tersangka itu hanya sekadar pion-pion dari seorang atau sekelompok kecil aktel tersebut.
Kita lihat bagaimana liciknya aktel ini mengirim pion-pionnya mengeruhkan kemurnian gerakan moral reformasi damai anak-anak kita mahasiswa yang berunjuk-rasa membawakan aspirasinya untuk didengarkan oleh anggota SI MPR yang sedang bersidang. Anak-anak kita mahasiswa yang masih murni itu tidak menginginkan untuk menggagalkan SI MPR, sebab kalau gagal lalu bagaimana aspirasinya itu dapat tertampung. Harapan atau keinginan aktel itu untuk menciptakan khaos dengan sasaran menggagalkan SI MPR tidak tercapai. Sekian kutipan itu.
Baik selama Orde Lama maupun selama Orde Baru ummat Islam di bidang politik senantiasa dipojokkan berhadapan melawan pemerintah dan ABRI. Namun dalam Orde Reformasi ini ummat Islam, dengan legitimasi Kongres Ummat Islam di Jakarta, berdiri di pihak pemerintah dan ABRI.
Secara pemikiran logis yang rasional ada benang merah atau sekurang-kurangnya resonansi antara gerakan mahasiswa radikal yang berupaya menerobos untuk menduduki gedung MPR guna menggagalkan SI MPR dengan komunike ke-17 tersangka makar, benggolan-benggolan Barnas, PUDI, PDI perjuangan. Seperti dijelaskan dalam kutipan dari Seri 350 di atas, komunike ke-17 tersangka makar tersebut mengklaim atas nama rakyat supaya SI MPR dihentikan, supaya dibentuk komite rakyat semacam MPRS dan supaya membentuk prsedium yang menggantikan pemerintahan Habibie. Upaya kepolisian memeriksa Syahrir yang berorasi di depan mahasiswa yang anti SI MPR patut diduga keras bahwa kepolisian sedang berupaya mengungkapkan benang merah tersebut.
Biarkanlah kepolisian menyidik benang merah tersebut, namun secara teori sangat diterima akal adanya aktel di belakang penanda tanganan komunike dan gerakan mahasiswa radikal yang didanai oleh Arifin Panigoro. Ini bukan trial by the press (baca: kolom Wahyu dan Akal - Iman dan Ilmu) melainkan sekadar mengemukakan opini dalam rangka kebebasan mengeluarkan pendapat.
Tragedi Kupang menyusul tragedi Ketapang sangat masuk diakal tidak berdiri sendiri. Ini merupakan rentetan upaya aktel untuk memancing kemarahan ummat Islam di daerah-daerah lain di seluruh Indonesia untuk mengadakan pembalasan. Ada perbedaan antara tragedi Ketapang dengan tragedi Kupang. Masyarakat Ketapang dibangunkan malam-malam oleh penyerbuan preman-preman bayaran yang menyerang mereka dan merusak masjid. Jadi pada mulanya masyarakat Ketapang melakukan serangan balik terjadi secara spontan, tidak ada yang menggerakkan mereka. Nantilah setelah itu keributan meluas keluar daerah Ketapang karena dipicu oleh isu pembakaran masjid yang disebarkan oleh pion-pion aktel. Pada tragedi Kupang secara akal sehat dapat kita lihat penyerangan dan perusakan itu tidak terjadi secara spontan, betul-betul direkayasa. Itulah sebabnya dikatakan di atas bahwa tragedi Kupang sangat masuk diakal tidak berdiri sendiri, melainkan sengaja direkayasa oleh aktel untuk memancing kemarahan ummat Islam di daerah-daerah lain di seluruh Indonesia untuk mengadakan pembalasan.
Maka jelas aktel yang membuat skenario tragedi Ketapang dan tragedi Kupang itu ibarat mata gergaji yang bekerja ganda. Pertama menciptakan khaos untuk mengkondisikan timbulnya revolusi sosial, dan kedua menyudutkan posisi ummat Islam menjadi lawan ABRI. Sebab apabila ummat Islam secara meluas terpancing untuk merusak gereja tentu akan berhadapan dengan petugas keamanan dari ABRI yang menjaga gereja. Sama keadaannya dengan gerakan moral reformasi damai anak-anak kita mahasiswa yang berunjuk-rasa membawakan aspirasinya untuk didengarkan oleh anggota SI MPR yang sedang bersidang. Terjadi bentrokan fisik yang disebabkan oleh pion-pion yang dikirim oleh aktel ikut mengambil bagian pada baris terdepan, yang tatkala berhadap-hadapan dengan petugas keamanan menggoda, menghasut, melempari batu bahkan kotoran, sehingga memancing emosi petugas keamanan. Pada saat petugas keamanan terpancing emosinya pion-pion tersebut membuka barisannya, sehingga anak-anak kita mahasiswa yang membawakan aspirasi murni dilibatkan dalam bentrokan fisik dengan petugas keamanan.
Oleh sebab itu sangat diharapkan supaya ummat Islam utamanya di Makassar ini dapat menahan diri untuk tidak melanjutkan perusakan gereja. Dan kepada saudara-saudara sebangsa dan setanah air yang beragama Nasrani dapat pula menahan diri. Jangan terpancing oleh ulah pion-pion aktel sehingga keadaan menjadi aman dan kita dapat memfokuskan perhatian kita untuk menanggulangi krisis di tanah air kita yang tercinta ini.
Walla-hu a'lamu bishshawa-b.
*** Makassar, 6 Desember 1998