23 Juli 2000

433. Tabayyun

Tabayyun adalah bahasa Al Quran yang dibentuk oleh akar kata yang terdiri dari 3 huruf: BA, YA, NUN, artinya "jelas". Tabayyun bermakna mengusut, mencari kejelasan tentang suatu ALNBA (dibaca: annaba'). Dalam bahasa komunikasi politik kontemporer annaba' disebut "bisikan-provokasi" dan tabayyun disebut "klarifikasi". Anggota DPR menurut undang-undang mempunyai hak tabayyun yang disebut hak interpelasi (bukan interpolasi = sisipan), yang diuraikan panjang lebar dalam jawaban tertulis Presiden Abdurrahman Wahid pada sidang DPR tgl 20 Juli 2000 yang baru lalu, yang dinilai oleh beberapa anggota DPR sebagai bahasan akademik, namun suasana gayung bersambut dalam sidang tersebut ibarat suasana ceramah dan tanya-jawab bidang UUD-45 dalam Penataran P4.

Diriwayatkan, Al Walid bin 'Uqbah bin Abu Mu'ith mendapat amanah, yaitu diutus oleh RasuluLlah SAW untuk mengambil zakat dari Bani Musthaliq. Tatkala tim Al Walid hampir tiba di pemukiman Bani Musthaliq, maka sayup-sayup dari jauh tim Al Walid menyaksikan "pengerahan massa" di pemukiman Bani Musthaliq tersebut. Tampaklah pula dengan tergopoh-gopoh seseorang (kemudian ternyata orang itu fasiq) menemui tim Al Walid, kemudian menyampaikan annaba', bahwa Bani Musthaliq telah murtad, mereka tidak mau membayar zakat, bahkan mereka telah berhimpun berdemonstrasi untuk "menyambut" kedatangan tim Al Walid. Serta-merta Al Walid memerintahkan kepada timnya untuk pulang kembali ke Madinah, tanpa mengutus salah seorang anggota tim ke pemukiman Bani Musthaliq tersebut untuk melakukan tabayyun. Tiba di Madinah dengan segera Al Walid melapor kepada RasululLah SAW annaba' yang diterimanya dari orang fasiq itu, bahwa Bani Musthaliq telah murtad, mereka tidak mau membayar zakat,. Maka turunlah ayat yang berikut ini:
--
YAYHA ALDZYN AMNWA AN JA^KM FASQ BNBA FTBYNWA AN TSHYBWA QWMA BJHALT FTSHBHWA 'ALY MA F'ALTM NADMYN (S. ALHJRAT, 6), dibaca: ya-ayyuhal ladzi-na a-manu- in ja-kum fa-siqum binabain fatabayyanu- an tushi-bu qawman bijaha-latin fatushbihu- 'ala- ma- fa'altum na-dimi-n (s. al hujura-t), artinya: Hai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang-orang fasiq dengan annaba', maka lakukanlah tabayyun, jangan sampai kamu tanpa pengetahuan menimpakan musibah kepada suatu kaum, lalu kamu menyesal atas perbuatanmu (49:6).

Maka Nabi Muhammad SAW segera menugaskan Khalid ibn Walid membawa pasukan kecil kepemukiman Bani Musthaliq itu dengan perintah: "Jangan terburu-buru mengambil tindakan represif, kedatangan pasukan harus secara diam-diam sehingga tidak menghebohkan, lakukan penyelidikan saksama." Khalid mengatur laju pasukannya untuk dapat tiba di pemukiman Bani Musthaliq di malam hari, dan segera mengirim masuk pengintai secara diam-diam. Hasil pengintaian dilaporkan kepada Khalid, azan subuh berkumandang, penduduk shalat berjama'ah subuh di masjid. Bani Musthaliq tidaklah murtad. Annaba' yang diterima oleh tim pengumpul zakat Al Walid berasal dari orang fasiq.

Sementara itu tiba pula di Madinah tim utusan dari Bani Musthaliq, yang rupanya berselisih jalan sehingga tidak bertemu dengan pasukan kecil Khalid di tengah perjalanan. Utusan itu menyatakan sikap bernuansa protes: "Ya RasulaLlah, kedatangan kami ke mari untuk bertanya mengapa utusan RasuluLlah tidak sampai kepada kami untuk memungut zakat, mengapa mereka kembali sebelum sampai kepada kami, padahal kami dengan gembira telah bersiap-siap menyambut tim itu beramai-ramai."

***

Bahwa penggunaan hak interpelasi untuk mendapatkan klarifikasi tentang alasan pencopotan kedua menteri, mana yang benar: tidak dapat bekerja sama, ataukah KKN, yang secara substansial tidak dijawab oleh jawaban tertulis Presiden Abdurahman Wahid, yang menyebabkan kurs rupiah terpuruk lagi, sesungguhnya berasal-muasal dari annaba' yang sampai ke telinga Presiden Abdurrahman Wahid. Apabila annaba' tentang KKN itu benar, maka konsekwensinya harus diproses secara hukum. Akan tetapi jika annaba' KKN itu tidak benar, maka itu berarti penasihat-penasihat pribadi Presiden yang juga sekali-gus menyapaikan bisikan annaba' (karena Presiden tidak mampu membaca), tidak profesional seperti ketidak-profesionalan ketua tim pemungut zakat Al Walid bin 'Uqbah bin Abu Mu'ith itu. Al Walid tidak profesional sebagai pembantu RasuluLah, lekas percaya annaba' dari orang fasiq. Bisikan orang fasiq itu dilulur bulat-bulat oleh Al Walid, bahwa Bani Musthaliq telah murtad, tidak mau membayar zakat, faktanya didukung oleh pengerahan massa yang berdemonstarsi yang disaksikan oleh Al Walid sayup-sayup sampai dari jauh. Padahal orang-orang yang dilihat Al Walid sayup-sayup sampai itu sebenarnya ingin menyambut dengan gembira tim Al Walid.

Hendaknya Presiden Abdurrahman Wahid dalam sehari dua hari ini (tulisan ini ditulis hari Sabtu) dapat memberikan jawaban secara tertulis apa adanya sejujur-jujurnya, serta minta maaf jika ternyata alasan pemecatan karena KKN itu tidak benar (ibarat pengerahan massa yang berdemonstrasi yang disaksikan oleh Al Walid sayup-sayup sampai dari jauh, penulis). Janganlah pula himbauan Eky Syachruddin agar Gus Dur minta maaf disambut oleh Gus Dur dengan mengatakan bahwa dalam Al Quran tidak ada perintah untuk meminta maaf, karena yang ada hanya perintah untuk memberi maaf. Andaikan Gus Dur sampai hati tidak minta maaf karena tidak adanya perintah minta maaf itu, maka tidak ada salahnya Gus Dur meminta maaf, karena dalam Al Quran tidak ada pula larangan untuk meminta maaf. Dengan minta maaf suhu politik menurun, iklim politik menjelang Sidang Umum MPR menjadi sejuk alias "comfortable", SU MPR dapat berjalan santai tetapi serius.

Kalau memang annaba' KKN itu ternyata tidak benar, patutlah Presiden Abdurrahman Wahid membersihkan lingkungannya dari penasihat-penasihat yang tidak profesional, yang bermental beo, kuning kata Gus Dur kuning kata dia, yang beri'tikad tidak baik, mulai dari lapisan lingkaran pertama, kedua dan seterusnya. Patutlah pula Presiden Abdurrahman Wahid tidak hanya mau mendengar dengan telinga kirinya, tetapi juga dengan telinga kanannya. Dengan demikian mudah-mudahan Gus Dur dapat bertahan hingga tahun 2004, karena di samping Gus Dur itu aset ummat Islam, juga tak kurang pentingnya ialah suatu preseden buruk menurunkan Presiden di tengah jalan, lagi pula akan terjadi ketidak-stabilan politik yang akan berdampak pada iklim perekonomian dan keamanan. WaLla-hu a'lamu bishshawa-b.

*** Makassar, 23 Juli 2000