22 Mei 1994

128. Qarraba Qurba-nan Mendekatkan diri kepada Allah dengan Memberikan yang Berkwalitas kepada Orang Lain

Dalam bulan Ramadhan yang lalu Ummat Islam telah melaksanakan ibadah puasa, yang bertujuan mengangkat insan ke derajat yang mulia yaitu taqwa. Dalam bulan Dzu lHijjah ini ketaqwaan itu diaplikasikan dalam ibadah qurban, yang wujudnya taqarrub kepada Allah SWT, mendekatkan diri kepadaNya. Pada hari 'Iydu nNahr ('Iydu lQurba-n) dan tiga hari berikutnya Ummat Islam dituntut menyembelih hewan kurban dengan semangat taqwa.

Apakah daging kurban itu dapat meredakan murka Tuhan? Apakah Tuhan berhajat kepada daging kurban itu? Apakah darah kurban yang mengalir itu sesuatu yang sakral, dapat mensucikan kembali manusia dari dosa? Apakah binatang kurban itu untuk kendaraan yang berkurban di hari kemudian kelak? Untuk itu marilah kita baca firman Allah dalam S. Al Hajj 36, 37, yang artinya:

Dan binatang-binatang kurban itu Aku jadikan dia buat kamu, sebagai sebahagian upacara-upacara agama Allah; padanya ada kebaikan buat kamu. Maka sebutlah nama Allah waktu menyembelihnya dalam keadaan berbaris-baris. Maka apabila gugur sembelihan-sembelihan itu makanlah daripadanya dan berilah makan kepada orang-orang miskin yang tidak meminta dan yang meminta. Demikianlah Aku mudahkan binatng-binatang itu untuk kamu, supaya kamu bersyukur. Tidak akan sampai kepada Allah daging-dagingnya dan tidak pula darah-darahnya, akan tetapi yang sampai kepadaNya ialah ketaqwaan kamu. Demikianlah Ia mudahkan kurban-kurban itu untuk kamu, supaya kamu mengagungkan Allah atas pimpinanNya yang diberikan kepada kamu. Dan hendaklah engkau gembirakan orang-orang yang berbuat kebajikan.

Jadi menurut Al Quran, daging dan darah tidak ada relevansinya dengan upacara kurban. Ajaran Islam menolak pemahaman kurban sebagai persembahan atau sesajen (offering), dan juga menolak pemahaman kurban sebagai pembasuh dan penebus dosa yang sakral sifatnya (sacrifice), tegasnya ajaran Islam menolak pengertian kurban sebagai persembahan yang sakral. Juga tidak benar bahwa binatang kurban akan menjadi kendaraan di hari kemudian.

Kurban harus diresapkan artinya menurut rasa bahasa asalnya yaitu bahasa Al Quran, yang dibentuk oleh 3 huruf Qaf, Ra, Ba, qarraba, artinya mendekatkan diri (kepada Allah SWT). Dalam S. Al Maidah 27 terdapat ungkapan Qarraba Qurba-nan, yang artinya mendekatkan diri dengan berkurban. Jadi upacara kurban adalah menyembelih binatang, dagingnya untuk dimakan sendiri dan dimakan oleh fakir miskin sebagai fungsi sosial, darahnya dibuang, tidak boleh dimakan karena najis, jadi sangat jauh dari sakral. Dan arti spiritualnya adalah mendekatkan diri, taqarrub kepada Allah SWT sebagai tanda berbakti kepadaNya, melaksanakan perintahnya dengan semangat taqwa. Demikianlah, menurut bahasa asalnya, yaitu bahasa Al Quran, berkurban bermakna mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan memberikan yang berkwalitas kepada orang lain sebagai realisasi taqwa.

Ibadah kurban adalah napak tilas secara spiritual dari Nabi Ibrahim AS. Beliau ikhlas mengurbankan puteranya, dan dari pihak lain, sang putera, Ismail, ikhlas pula dirinya untuk dijadikan kurban. Dengarkanlah dialog antara bapak dan anak dalam S. Ash Shafaat 102 yang artinya: Tatkala (puteranya itu) meningkat remaja sehingga telah sanggup membantu pekerjaan (ayah-)nya, maka (pada suatu hari Ibrahim mengajuk perasaan puteranya) berkata: Hai anakku, sesungguhnya aku melihat di dalam tidurku, bahwa aku menyembelihmu, maka bagaimanakah pendapatmu mengenai hal ini? (Dengan sikap tenang dan disertai suara rendah penuh penyerahan Ismail) berkata: Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, engkau akan mendapati aku, insya Allah, termasuk golongan orang-orang tabah.

Ayat tersebut itu mengungkapkan keikhlasan berkurban dari kedua belah pihak, namun Allah SWT mengganti Ismail dengan hewan domba, seperti firmanNya dalam S. Ash Shaffaat 107 yang artinya: Aku gantikan akan dia (Ismail) dengan seekor sembelihan yang besar.

Apakah yang tersirat di balik penggantian Ismail dengan domba ini? Apakah yang tersirat di balik pembatalan mengurbankan Ismail itu? Untuk dapat menyimak nilai yang tersirat dibalik penggantian Ismail dengan domba ini, perlu kita ketahui situasi keagamaan di zamannya Nabi Ibrahim AS, yaitu sekitar 18 abad sebelum Miladiyah. Menjadi kebiasaan dalam agama-agama penyembah berhala dan dewa-dewa melakukan upacara kurban dengan membunuh manusia. Di Kan'an bayi-bayi dipersembahkan kepada dewa Ba'al; di Mesir gadis-gadis perawan dilemparkan ke dalam S. Nil untuk dipersembahkan kepada dewi S. Nil, bahkan upacara kurban gadis-gadis perawan ini masih berlangsung hingga zaman permulaan Islam, hingga datangnya pasukan Amr ibn Al Ash ke Mesir, seperti dapat kita baca dalam roman sejarah karya Jirji Zaidan yang berjudul Armanusatu lMishriyah. Dengan demikian jelaslah bahwa nilai yang tersirat di balik penggantian Ismail dengan domba, ialah untuk memberikan penekanan, penggaris-bawahan, pembedaan yang jelas antara agama wahyu dengan agama-agama kebudayaan penyembah berhala. Yaitu upacara kurban dari agama wahyu yang diturunkan dari Allah SWT tidak boleh menyembelih, tidak boleh membunuh manusia. Jadi nilai yang dapat disimak dari sini adalah menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.

Keinginan Nabi Ibrahim AS yang dinyatakan dalam doa kepada Allah SWT untuk mendapatkan anak-cucu keturunan yang berkwalitas, dikabulkan Allah SWT, bahkan sejumlah nabi-nabi dan rasul-rasul berasal dari keturunannya, ditutup dengan nabi dan rasul yang terbesar, yaitu Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Disebutkan dalam Al Quran sejumlah 18 orang nabi keturunan Nabi Ibra-hiym AS. Silsilah keturunan Nabi Ibra-hiym AS telah disajikan dalam kolom ini hari Ahad yang lalu, yaitu Seri 127. Ni'mat berupa keturunan 18 orang nabi itu dianugerahkan kepada Nabi Ibrahim AS tidak secara gratis melainkan didahului dengan cobaan berat, perintah menyembelih anaknya. Dari sini dapat kita simak sebuah nilai yang penting sekali, yaitu tidak ada yang didapatkan dengan gratis di dunia ini

Demikianlah sebagian yang kami angkat dari Khuthbah kami dalam al Khuthbatu l'Iydi nNahr di Lapangan Olah Raga PLN UDIKLAT Mawang yang bertemakan: Qarraba Qurba-nan, Mendekatkan diri kepada Allah dengan Memberikan yang Berkwalitas kepada Orang Lain.

*** Makassar, 22 Mei 1994