21 Januari 1996

212. Menebus Dosa dan Memahami Puasa Dengan Pendekatan Input Proses Output

AlhamduliLlah kita dipanjangkan umur oleh Allah SWT, sehingga Insya-Allah besok kita sempat pula tiba pada tonggak sejarah perjalanan hidup kita yaitu bulan Ramadhan. Umur kita bertambah dari tahun ke tahun dan setiap tahun kita melintasi tonggak sejarah yang berwujud sebulan penuh merenungkan diri dengan Ihtisaban, introspeksi diri, seperti sabda RasuluLlahi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari: Man Sha-ma Ramadha-na Iymanan waHtisa-ban Ghufiralah Ma- Taqaddama min Dzanbihi. Barang siapa berpuasa Ramadhan dengan iman dan introspeksi diampuni dosanya yang lalu.

Setelah meliwati bulan Ramadhan dengan kesungguhan berpuasa dan introspeksi diri, Allah SWT menjanjikan pengampunan dosa, sehingga setelah melampaui tonggak sejarah itu, mereka yang berhasil ibarat lahir kembali, suci dari dosa. Dengan kesungguhan introspeksi diri menurut RasuluLlah, orang dapat terbebas dari dosa, menebus dirinya sendiri. Menurut ajaran Islam, membebaskan diri dari dosa haruslah oleh diri sendiri, tidak membutuhkan seorang penebus. Seseorang tidak ditimpa dosa yang dibuat oleh orang lain. Kakek dan Nenek kita Adam dan Hawa yang melanggar perintah Allah SWT dengan makan buah larangan, tidaklah menurunkan dosa kepada anak cucunya. Tidak ada konsep dosa warisan (erf zonde) menurut ajaran Islam.

Laha- Ma- Kasabat wa 'Alayh- Ma- Ktasabat (S. AlBaqarah, 286), baginya (pahala kebajikan) yang diusahakannya, dan atasnya (dosa kejahatan) yang diperbuatnya (2:286).

***

Selanjutnya tulisan ini mencoba untuk memberikan pemahaman tentang puasa kepada orang-orang yang bergelimang dalam bidang-bidang ilmu-ilmu exakta. Dalam Teknik Mengatur dikenal sebuah diagram (gambar) aliran input, proses, output seperti berikut:
Banyak sekali yang dapat dijelaskan dengan diagram di atas itu. Gambar itu menunjukkan aliran mulai dari panah masuk (input, masukan), selanjutnya kotak proses, kemudian panah keluar (output, luaran). Kalau gabah yang menjadi input, diproses oleh mesin penggiling padi, maka yang menjadi output adalah beras. Gabah itu diberi nilai tambah oleh mesin penggiling padi. Dengan teknologi penggiling padi, gabah diberi nilai tambah menjadi beras. Teknologi alu dan lesung juga dapat memberikan nilai tambah pada gabah untuk menjadi beras. Mesin penggiling padi lebih tinggi mutunya ketimbang kombinasi alu dengan lesung. Itu berarti makin canggih proses makin tinggi pula nilai tambah yang dihasilkan.

Contoh itu dapat digeneralisasikan, sehingga kita dapat memberikan pemahaman tentang teknologi yang lebih jelas. Teknologi adalah suatu proses yang memberikan nilai tambah pada suatu komoditi. Makin canggih teknologi, makin tinggi pula nilai tambah yang dihasilkannya. Itulah sebabnya dalam menghadapi pembangunan orang selalu mengingatkan akan pentingnya sumberdaya manusia yang memiliki ilmu dan teknologi.

Itu dari segi lahiriyah (substantial). Sumberdaya manusia itu bukan hanya dilihat dari segi lahiriyah, akan tetapi yang lebih penting adalah dari segi ruhaniyah. Berfirman Allah SWT dalam Al Quran:

Ya-ayyuha- Lladziyna Kutiba 'Alaykumu shShiya-mu Kama- Kutiba 'alay Lladziyna min Qablikum La'allakum Tattaquwna (S. AlBaqarah, 183). Hai orang-orang yang beriman telah ditetapkan atasmu berpuasa seperti telah ditetapkan atas orang-orang sebelum kamu supaya kamu bertaqwa (2:183).

Ada tiga kata yang kita garis bawahi, iman, puasa dan taqwa. Iman adalah input, puasa adalah proses dan taqwa adalah output, seperti diperlihatkan dalam diagram berikut:
Iman diberi nilai tambah menjadi taqwa dengan melalui proses puasa. Artinya bertaqwa lebih tinggi nilai ruhaniahnya ketimbang beriman. Menurut Al Quran, iman adalah salah satu komponen dari taqwa:

Alif, lam, mim. Dzalika lKita-bu La- Rayba Fiyhi Hudan lilMuttaqiyna. Alladziyna Yu'minuwa bilGhaybi waYuqiymuwna shShala-ta wa Mimma- Razaqna-hun Qunfiquwna (S. AlBaqarah, 1-3). Alif, lam, mim. Inilah Al Kitab tidak ada keraguan di dalamnya petunjuk bagi orang-orang taqwa. Yaitu yang beriman kepada yang Ghaib, mendirikan shalat dan dari sebagian dari apa yang Kami rezekikan kepada mereka, mereka nafaqahkan (2:1-3).

Menurut ayat di atas itu jelaslah bahwa iman, shalat dan zakat merupakan komponen-komponen yang membentuk taqwa. Artinya taqwa mempunyai nilai ruhaniyah yang lebih tinggi ketimbang iman. Atau dengan perkataan lain, nilai ruhaniyah iman dapat ditingkatkan ke nilai ruhaniyah yang lebih tinggi, yaitu taqwa. Hal ini lebih diperjelas dengan gambar anak panah iman (input) kotak puasa (proses) dan anak panah taqwa (output).

Walhasil, dalam ungkapan kalimat yang sering kita dengar: meningkatkan iman dan taqwa, kata penghubung dan harus diganti dengan untuk menjadi, sehingga ungkapan kalimat itu seharusnya menjadi: meningkatkan iman untuk menjadi taqwa. Kalaupun ingin dihubungkan kata meningkatkan dengan kata taqwa, maka dikatakanlah: Meningkatkan taqwa menjadi sebenar-benarnya taqwa, sesuai dengan ayat:

Ya-ayyuha- Lladziyna Amanuw Ittaquw Llaha Haqqa Tuqa-tihi (S. Ali 'Imra-n, 102). Hai orang-orang beriman taqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa (3:102).

Orang-orang beriman meningkatkan dirinya menjadi taqwa dan orang-orang bertaqwa meningkatkan dirinya menjadi sebenar-benarnya taqwa. Ungkapan sebenar-benarnya taqwa adalah penyataan kualitatif yang tidak bertepi, sebatas kemampuan manusiawi. WaLlahu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 21 Januari 1996