12 Mei 1996

226. Taqiyah

Yang rajin mengikuti film-film tentu sudah pernah mendengar ikrar: the truth, the whole truth, and nothing but the truth. Yang belum pernah mendengarkan ikrar tersebut tentu membutuhkan penjelasan. Bahwa ikrar tersebut harus disikapi oleh saksi yang memberikan kesaksiannya di dalam sidang pengadilan di Amerika Serikat. Yang benar, seluruhnya benar, tidak ada selain yang benar. Keterangan yang benar artinya kesaksiannya itu tidak dusta, sesuai dengan fakta. Seluruhnya benar artinya kesaksian itu tanpa reserve, tidak ada informasi yang tidak disampaikan. Tidak ada selain yang benar artinya informasi itu tidak ditambah-tambah materinya, tidak mencampur-adukkan yang benar dengan yang tidak sesuai dengan fakta.

Taqiyah (dari akar kata Waw-Qaf-Ya = terpelihara, terjhindar) adalah suatu sikap dalam kebijakan penyampaian informasi dengan reserve (not the whole truth), dengan tujuan pertimbangan keselamatan bagi yang menyampaikan informasi, ataupun untuk kemaslahatan komunitas utamanya mencegah timbulnya kepanikan dalam masyarakat. Istilah taqiyah diambil dari ayat:
-- LA YTKhDz ALMaWMNWN ALKFRYN AWLYAa MN DWN ALMaWMNYN WMN YF’AL DzLK FLYS MN ALLH FY SyYa ALA AN TTQWA MNHM TQT WYhDzR KM ALLH NFSH WALY ALLH ALMShYR (S. AL’AMRAN, 3:28), dibaca:
--. la- yttakhizil mu’minu-nal ka-firi-na awliya-a min du-nil mu’mini-na wa man yaf’al dza-lika fa laisa minaLla-hi fi- syaiin illa- antattaqu- minhum tuqa-tan wa yuhadzdziru kumuLla-hu nafsahu- wa ilaLla-hil mashi-r (tanda – dipanjangkan membacanya), artinya:
-- Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali[#] dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali Karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka (illa- antattaqu- minhum tuqa-tan). dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan hanya kepada Allah kembali (mu).
---------------------------
[#] Wali jamaknya auliyaa: berarti teman yang akrab, juga berarti pemimpin, pelindung atau penolong.
---------------------------

Ayat al-Qur'an yang berkaitan dengan peristiwa taqiyah, yaitu setelah kedua orang tuanya dipaksa kafir, keduanya menolak sehingga dipenggal, maka Ammar bin Yasir mengaku kafir di hadapan musuh-musuh Islam, yaitu dalam ayat:
-- MN KFR BALLH MN B’AD AYMNH ALA MN AKRH WQLBH MThMaN BALAYMN (ALNhL, 16:106), dibaca:
-- man kafara biLla-hi mim ba’di i-ma-nihi- illa- man akriha wa qalbuhu- muthmainnun bili-ma-n, artinya:
-- Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman

Jelaslah bahawa taqiyah bukan menyembunyikan ilmu yang rahasia.

Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, sikap taqiyah yaitu menyempaikan informasi dengan reserve itu menurut ajaran Islam harus dibingkai dengan asas QulilHaqqa Walaw Ka-na Murran, katakanlah kebenaran itu walaupun pahit. Maksudnya sikap taqiyah dalam menyampaikan informasi itu tidak boleh bertentangan dengan aqidah, syari'at dan akhlaq.

Tersebut dalam sebuah riwayat, ada seorang berlari kencang lalu di depan Nabi Muhammad SAW. Tidak lama kemudian datanglah seorang dengan pedang terhunus di tangannya. Orang itu bertanya kepada RasuluLlah SAW: "Hai Muhammad, kemana larinya orang yang saya kejar itu?" Maka RasuluLlah maju sedikit ke arah orang itu sambil menjawab: "Selama saya berdiri di tempat ini, saya tidak melihat orang yang kau maksud itu."

RasuluLlah menyampaikan informasi yang benar (the truth, tidak dusta), tidak menambah-nambah informasi (nothing but the truth), oleh karena beliau telah menggeser tempatnya berdiri, sehingga memang beliau tidak pernah melihat orang yang lari itu sejak dalam posisi beliau yang baru itu. Beliau menghindarkan jawaban langsung dari pertanyaan orang yang berpedang itu. Beliau memberikan informasi dengan reserve (not the whole truth). Beliau tidak menunjukkan ke mana larinya orang yang dikejar itu, demi keselamatan orang yang dikejar tersebut.

Penanggung-jawab keamanan biasanya memberikan press release yang bersifat taqiyah (not the whole truth) untuk menjaga jangan sampai timbul rasa panik dalam masyarakat. Demikian pula dalam pemberitaan media massa tulis maupun elektronik, ada kebijakan pemberitaan untuk maksud yang sama. Kebijakan pemberitaan yang taqiyah ini biasanya berhasil menenangkan khalayak apabila peristiwa yang diberitakan itu hanya termasuk bentrokan yang tidak meluas dan tidak serius dalam arti tidak ada korban yang meninggal.

Namun apabila peristiwa yang diberitakan itu termasuk jenis bentrokan yang meluas serta ada yang meninggal, katakanlah misalnya peristiwa tragedi Makassar yang baru lalu, maka kebijakan taqiyah dalam pemberitaan resmi ataupun komentar secara pribadi dari para petinggi yang bersifat taqiyah, tidaklah boleh terlalu kaku, bertahan pada apa yang telah diinformasikan semula. Apabila ada informasi yang dikemukakan oleh yang nyata-nyata mengalami sendiri akan peristiwa itu dibantah secara resmi oleh penanggung-jawab keamanan, maka akibatnya adalah informasi resmi yang mulanya bersifat taqiyah, akan dinilai oleh pihak yang dibantah sebagai something wrong besides the truth (bukan lagi nothing but the truth). Kalau ini sampai terjadi (dan memang ini ada kalanya terjadi), maka keterangan resmi akan turun wibawanya. Akan timbullah polemik tidak langsung antara keterangan versi resmi dengan keterangan versi tidak resmi. Dalam kasus tragedi Makassar terjadilah informasi versi penanggung-jawab keamanan dan para petinggi disatu pihak dengan versi mahasiswa pada pihak yang lain, seperti yang kita baca dalam koran-koran dan lembaran-lembaran selebaran. Apabila informasi versi yang resmi turun wibawanya, membuahkan akibat khalayak akan lebih mempercayai lembaran-lembaran selebaran ataupun informasi yang bersambung dari mulut ke mulut, bahkan dalam era globalisasi informasi ini khalayak akan lebih tertarik pada pemberitaan melalui media massa elektronik dari luar negeri.

AlhamduliLlah, dengan pendekatan budaya yaitu dengan penanda-tanganan Piagam Kerukunan atas prakarsa Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Konmas HAM), maka polemik tidak langsung antara versi resmi dengan versi mahasiswa mereda. Konmas HAM menyerukan kepada semua pihak untuk menghormati Piagam Kerukunan yang telah disepakati bersama; agar semua pihak dapat menahan diri dalam memberikan pernyataan. Suatu seruan yang menyejukkan.

Kesimpulannya, kebijakan taqiyah dalam keterangan resmi patut diperhitungkan dengan cermat dalam iklim keterbukaan, terlebih-lebih lagi dalam era globalisasi informasi dewasa ini, agar supaya keterangan resmi dapat berwibawa di mata khalayak. WaLlahu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 12 Mei 1996