18 Juni 2000

428. Barzanji

  • Assalamu 'alaykum.
  • Wa'alaykumussalam, inainjo rawa ri tukaka? (Siapa itu di bawah tangga)
  • Inakke katte I Doraq. (Saya I Doraq)
  • Ikau Doraq, naikko mae. (Engkau hai Doraq, mari naik ke rumah)
  • Apantu mae nukunjuk-kunjungi Doraq.(Apa maksud kunjunganmu hai Doraq)
  • Salanna katte uwakku, naminasaiki battu ri ballaka ri bangnginna jumaka. (Salamnya uwakku, beliau mengundang bapak datang ke rumah pada malam Jum'at)
  • Apantu mae acara eroq na pareq uwaknu? (Ada acara apa yang akan diselenggarakan uwakmu)
  • Lappabarajanji katte. (Akan menyelenggarakan pembacaan Barzanji)
Kitab Barzanji adalah sebuah karya sastra mengenai riwayat hidup Nabi Muhammad SAW. Kitab tersebut diberi bernama menurut nama pengarangnya, yaitu seorang sufi bernama Ja'far ibn Hasan ibn AbdulKarim ibn Muhammad Al Barzanji (1690 - 1764) M. Al Barzanji (atau lebih tepatnya Al Barzinji) adalah nama keluarga dari ulama-ulama khusus syaikh-syaikh tarikat yang paling berpengaruh di Kurdistan bagian selatan. Dewasa ini negeri Kurdistan dirobek dalam tiga cabikan, bagian utara masuk wilayah Turki, bagian timur masuk Iran dan bagian selatan masuk Iraq. Bangsa Kurdistan sampai sekarang masih dengan sengit memperjuangkan kesatuan dan persatuan negerinya baik di bidang politik maupun di medan laga. Demikianlah, sudah sejak lama beberapa ulama Kurdi bermukim di Haramain (dua Kota Suci) Makkah dan Madinah berfungsi sebagai guru-guru agama. Orang-orang Indonesia yang ke Haramain umumnya menimba ilmu agama dari ulama-ulama Kudistan ini. Mengapa orang-orang Jawi (sebutan orang-orang Indonesia sebelum kemerdekaan), dahulu umumnya menimba ilmu pada ulama Kurdi, ini disebabkan oleh tiga perkara: pertama, persamaan mazhab yaitu Syafi'i, kedua kesamaan kekhususan penghayatan keagamaan yaitu tasawuf, ketiga yaitu konsekwensi dari yang kedua, kesamaan dalam hal penghormatan dan kepercayaan yang penuh dengan keajaiban-keajaiban para wali serta tradisi berziarah ke makam-makam para wali tersebut. Maka orang-orang Jawilah dahulu yang menimba ilmu pada ulama-ulama Kurdi itu yang membawa kitab Barzanji ke Indonesia ini, yang menjadi bacaan nomor dua sesudah Al Quran dalam tahun 70-an kebawah. Barzanji bukan hanya merata dibaca pada waktu peringatan Maulid, namun dibaca pula pada malam Jum'at, pada upacara kelahiran, aqiqah dan potong rambut, perkawinan, kematian, syukuran, berangkat mencari rezeki, bahkan tidak kurang pula pada waktu berangkat naik haji diupacarai dengan pembacaan barzanji dan selama pemilik rumah masih di tanah suci di rumahnya orang membaca barzanji setiap malam Jum'at.

***

Hari Kamis, 12 Rabiulawwal 1421 H, atau 15 Juni 2000 dalam rangka peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, DPP IMMIM menyelenggarakan diskusi tentang Maulid dan Barzanji. Ada tiga buah makalah tertulis, yaitu: Pro dan Kontra Perayaan Maulid dan Pembacaan kitab Barzanji oleh Drs KH Muhammad Ahmad, Maulid dan Barzanji, Tinjauan Sejarah dan Akidah oleh DR H.Ahmad M.Sewang MA, Kepercayaan dan Budaya Masyarakat Terhadap Barzanji oleh DR KH Sahabuddin, dan sebuah makalah secara lisan dibawakan oleh Drs KH Abdurrahim Amin. Para pemakalah memakai gaya yang sama, yaitu ibarat orang melempar umpan kepada ikan, yaitu mengemukakan isu untuk memancing peserta diskusi, ya seperti gaya Gus Dur. Pancingan pemakalah itu berhasil menimbulkan gairah peserta diskusi yang juga umumnya terdiri dari para kiyai dan pakar, ada juga yang seniman, sehingga diskusi berlangsung sengit tetapi semarak.

Gayung KH AR Amin yang melontarkan HQYRT ALMHMDYT, dibaca: Haqi-qatul Muhammadiyah tentang kepiawian balaghah dalam nuansa tasawuf Ja'far Al Barzanji sehingga dapat diterima baik oleh golongan Syi'ah, maupun Ahlussunnah, disambut dengan sanggahan oleh Drs KH Syukri Limpo yang menyorot HQYRT ALMHMDYT dari syari'ah dengan mengemukakan qaidah bahasa Arab. DR H.Rafiq Yunus yang menanggapi Tinjauan Sejarah Barzanji dari H.Ahmad M.Sewang, mengemukakan hal yang baru sama sekali, yang diakui oleh pemakalah bahwa walaupun satu kantor belum pernah dia mendengarkan hal baru yang dikemukakaN oleh H.Rafiq tersebut. Hal yang baru tersebut yaitu ada Riwayat Nabi Muhammad SAW yang ditulis 3 abad sebelum Ja'far Al Barzanji yang mirip-mirip dengan isi kitab Barzanji, yaitu karya Sulaiman Chelibi i Bursevi berjudul Merlidi Sherif. Hari lahir dan wafatnya tidak tercacat, namun ia hidup dalam rentang waktu pemerintahan Sultan Turki, bernama Sultan Bayazid Yilderin (Sang Halilintar, 1389 - 1403) M. Kemiripan dalam hal Nur Muhammad antara Chelibi dengan Ja'far Al Barzanji boleh jadi inspirasi (yang menurut bahasa filosof adalah imajinasi, yang dalam bahasa sufi disebut kasyaf) tersebut sebenarnya bersumber dari dari 2 abad sebelum Sulaiman i Bursevi atau 5 abad sebelum Ja'far Al Barzanji, yaitu dari Ibn 'Araby (1165 - 1240) M.). Husni Jamaluddin mengemukakan bahwa Barzanji harus didekati dari tiga segi, yaitu agama, ilmu dan seni. Secara ekspelisit Husni telah menjawab isu yang dikemukakan oleh Muhammad Ahmad yang diambil dari Barzanji bahwa pada malam kelahirannya (Muhammad) Asiyah (isteri yang beriman dari Fir'aun) dan Maryam (ibunda Nabi 'Isa AS) datang menjenguk ibunya (Aminah) dari Hazhiratul Qudsiyyah. Bahwa ungkapan itu harus ditanggapi dari segi seni sastra yang kaya dengan imajinasi dan perlambang. DR Qasim Mathar menyanggah KH Sahabuddin tentang generalisasi pemakalah tersebut tentang hal bahwa ulama-ulama terdahulu tidak menggunakan dan tidak membutuhkan buku-buku rujukan (references) berhubung para ulama tersebut mendapatkan ilmunya dari kasyaf. Juga Qasim Mathar mengemukakan bahwa FY RSWL ALLH USWT HSNH (S.ALAHZAB, 21), dibaca: fi- rasu-liLla-hi uswatun hasanah (s.alahza-b), artinya: dalam diri utusan Allah adalah contoh yang baik (33:21), bagi para kiyai dan muballigh tidak perlu dibahas lagi, sebab sudah eksak, yang penting bagaimana para muballigh, para kiyai pemimpin ummat menjadi contoh yang baik. Pengasuh kolom ini mengemukakan dalam diskusi itu antara lain bahwa perlu diteliti kitab Barzanji apakah otentik, oleh karena tidak mungkin seorang sufi seperti Ja'far Al Barzanji melanggar etika mendahulukan Salawat daripada Basmalah, seperti dapat kita lihat pada permulaan kitab Barzanji. WaLlahu A'lamu bi Al Shawa-b

*** Makassar, 18 Juni 2000