26 Agustus 2001

489. Kloning Manusia Termasuk SunnatuLlah atau TaqdiruLlah?

Saya mendapat telepon dari seorang yang mengaku bernama Farid menanyakan apakah boleh mengklon manusia dilihat dari segi moral dan apakah itu termasuk sunnatuLlah atau taqdiruLlah. Suatu pertanyaan yang tidak dipaksa-paksakan, berhubung Seri 488 berjudul amruLlah, sunnatuLlah dan taqdiruLlah. Sedangkan berdampingan dengan kolom ini disajikan tentang kloning. Untuk dapat menjawab pertanyaan itu, elok kiranya diikuti ulasan yang berikut ini.

DNA adalah singkatan dari (d)esoxyribo(n)ucleic(a(cid, yaitu inti asam yang mengandung zat desoxyribose, terdapat utamanya dalam inti sel. DNA merupakan "disain dasar" (blue-print) dari Maha Pencipta, yaitu kode genetik bagaimana wujud suatu makhluk yang diturunkannya, apa mau jadi buaya, apa mau jadi manusia (jadi tidak mungkin manusia beranak buaya), dan kalau itu manusia, bagaimana jenisnya apa termasuk Mongoloid, Kaukasus, Semit ataupun Negroid. Setiap batang tumbuhan, setiap ekor binatang, setiap individu manusia mempunyai susunan rantai molekul DNA yang spesifik, sehingga tidak ada pohon kelapa yang sama betul dengan pohon kelapa lainnya, tidak ada domba yang sama betul dengan domba lainnya, tidak ada manusia yang sama betul dengan manusia lainnya.

Dalam sebutir sel manusia terdapat sekitar 1000-juta zarrah DNA yang terbagi rata dalam 23 pasang (46) khromosom. Sehingga merupakan kemustahilan teknologis untuk merekayasa manusia yang kumisnya seperti Saddam Husain, matanya seperti Chiang Kai Shek, postur tubuhnya seperti John Weis Muller, suaranya seperti Caruso, kepintarannya bermain biola seperti Yehudi Menuhin. Paling-paling yang dapat dilakukan yaitu mengambil DNA seutuhnya dari inti sel "tuan rumah" (hostcell) diklonkan ke dalam sel telur yang sudah dikeluarkan pula seluruh DNA-nya, seperti pada duplikat domba Dolly di Skotlandia itu (apabila berita itu memang benar). Konon baru berhasil setelah percobaan sebelumnya yang gagal sebanyak 277 kali. Maka pertanyaan yang menghebohkan timbul! Dapatkah pada manusia diperlakukan kloning, baik dari segi proses, maupun dari segi moral?

***
Untuk dapat menjawab pertanyaan di atas itu kita wajib membaca ayat Qawliyah. Firman Allah SWT:
-- FLYNZHR ALANSN MM KHLQ. KHLQ MN MAa DAFQ. YKHRJ MN BYN ALSHLB WALTRAaB (S. ALTHARQ, 1-5). FADZA SWYTH WNFKHT FYH MN RWHY (S. ALHJR, 29). Dibaca: falyanzhuril insa-nu mimma khuliqa. Khuliqa mim ma-in da-fiqin. Yakhruju mim baynish shulbi wattara-ib (s. aththa-riq). Faidza- sawwaytuhu wa nafakhtu fi-hi mir ru-hi- (s. alhijr). Artinya: Maka mestilah manusia itu memperhatikan dari apakah ia diciptakan. Ia diciptakan dari air yang memancar. Yang keluar dari antara tulang punggung dengan tulang rusuk (86:5-7). Maka tatkala Kusempurnakan dia Kutiupkan ruh (ciptaanKu) ke dalamnya (15:29).

Dari ayat-ayat itu dapat kita simak, yaitu yang dimaksud dengan Allah menyempurnakan adalah mulai dari pembuahan sperma pada sel telur sampai terbentuk bayi dengan organ yang lengkap, setelah itu barulah Allah meniupkan ruh ke dalamnya. Pertumbuhan kecambah hasil kloning, tidak melalui pancaran air mani, yaitu tanpa hubungan sex. Berarti walaupun kecambah itu telah terbentuk lengkap organ-organnya, tidaklah ia sempurna, sehingga Allah tidak meniupkan ruh ke dalamnya, maka hasilnya merupakan duplikat dari tubuh manusia yang DNA-nya diklonkan ke dalam sel telur, namun ia tidak mempunyai ruh.

Alhasil secara moral tidak ada masalah melakukan kloning pada tumbuh-tumbuhan dan binatang. Akan tetapi pada manusia sangatlah terlarang oleh karena hasilnya (apabila dapat tumbuh terus dalam rahim, kemudian berhasil dilahirkan?) adalah makhluq yang hanya postur tubuhnya seperti manusia, akan tetapi ia adalah binatang karena tidak mempunyai ruh, hanya mempunyai iradah untuk hidup layaknya binatang. Seperti makhluq "banu-jan" (manusia pra-Adam), yang menurut persepsi malaikat sifatnya seperti dinyatakan dalam ayat: ATJ'AL FYHA MN YFSD FYHA WYSFIK ALDMAa (S ALBQRT, 30), dibaca: ataj'alu fi-ha- may yufsidu fi-ha- wayasfikud dima-a (s. albaqarah), artinya: apakah Engkau akan menjadikan (khalifah dari jenis makhluq) di atasnya (bumi) yang merusak di atasnya dan menumpahkan darah? (2:30). Sekian kutipan yang diperas dari Seri 267, yang berjudul Kloning, edisi 6 April 1997.

Pertanyaan dalam kurung "apabila dapat tumbuh terus dalam rahim, kemudian berhasil dilahirkan?", ada dua kemungkinan, tidak atau ya. Kedua kemungkinan itu termasuk taqdiruLlah. Kalau taqdiruLlah menentukan "tidak", maka kecambah itu akan mati dalam rahim. Maka kloning itu perbuatan yang sia-sia. Kalau taqdiruLlah menentukan "ya", akan lahirlah nantinya binatang-binatang seperti "banu-jan", yang berperangai buas, yang telah disaksikan oleh malaikat, yang menyebabkan para malaikat itu khawatir Adam akan demikian pula buasnya, sehingga malaikat itu berkata kepada Allah seperti dalam ayat (2:30).

Proses sperma menembus sel telur, dengan energi yang dikandung sperma menyebabkan sel telur membagi diri (bukan dengan energi getaran listrik sebagaimana dalam proses kloning), kemudian ke dalam nafs jabang bayi Allah meniupkan ruh, sehingga lahirlah ke alam syahadah makhluq manusia, maka proses tersebut termasuk sunnatuLlah, karena itu menyangkut manusia dan kemanusiaan. WaLla-hu a'lamu bishshawa-b.

*** Makassar, 26 Agustus 2001