4 Agustus 2002

535. Kultural dan Struktural

Dalam satu kali bumi berpusing pada sumbunya ummat Islam yang shalat paling kurang 17 kali mengucapkan:
-- AHDNA ALSHRATHA ALMSTQYM (S. ALFATht, 6), dibaca: ihdinash shira-thal mustaqi-m (s. alfa-tihah), artinya: tunjukilah kami jalan yang lururs (1:6). Maka Allah menjawab:
-- DZLK ALKTB LA RYB FYH HDY LLMTQYN (S. ALBQRt, 2), dibaca: dza-likal kita-bu la- rayba fi-hi hudal lilmuttaqi-n (2:2), artinya: itulah Al Kitab tak ada keraguan dalamnya menjadi petunjuk bagi orang-orang yang taqwa.

Jadi hanya orang yang taqwa yang tidak ragu terhadap Al Quran. Taqwa berasal dari akar kata yang dibentuk oleh 3 huruf: Waw, Qaf, Ya, artinya terpelihara. Maksudnya terpelihara dari ditimpa malapetaka. Ibarat orang menerobos semak-semak beronak duri, bahkan pakaiannyapun selamat dari tusukan onak duri, atau ibarat orang berlalu-lalang di jalan yang ramai kendaraan, selamat dari tabrakan ataupu senggolan kendaraan yang ramai. Supaya terhindar dari malapetaka yang siap selalu menghadang hendaklah orang itu mengerjakan seluruh perintah Allah dan menjauhi segala larangannya, tegasnya melaksanakan Syari'at Islam(*).

Kalau semua orang telah melaksanakan Syari'at Islam, maka amanlah dunia. Untuk itu perlu da'wah "manajemen qalbu" supaya orang-orang dengan kesadaran sendiri melaksanakan Syari'at Islam. Da'wah dengan pendekatan manajemen qalbu inilah yang disebut dengan pendekatan da'wah kultural. Itu idealnya, karena dalam realitasnya tidaklah mudah untuk mengajak khalayak semua orang untuk dapat melaksanakan Syari'at Islam atas dasar kesadaran melulu. Oleh sebab itu di samping pendekatan da'wah kultural tidak dapat tidak harus bersinergi dengan pendekatan da'wah politik / struktural.

***
Dalam setiap bulan Ramadhan ayat ini menjadi populer dibaca:
-- SYHR RMDHAN ALDZY ANZL FIYH ALQURAN HDY LLNAS WBYNT MN ALHDY W ALFRQAN (S. ALOBQARt,, 185), dibaca: syahru ramadha-nal ladzi- unzila fi-hil qur.a-nu hudal linna-si wa bayyina-tim minal huda- wal furqa-n (s. albaqarah), artinya: bulan Ramadhan yaitu diturunkan dalamnya Al Quran, petunjuk bagi manusia dan keterangan-keterangan dari petunjuk itu dan Nilai Mutlak Al Furqan (2:185).

Kalau dalam ayat (2:2) Al Quran itu petunjuk dalam konteks taqwa, yaitu orang-orang taqwa saja yang dengan penuh kesadaran menjalankan Syari'at Islam, maka ayat (2:185), Al Quran itu adalah petunjuk dalam konteks manusia sebagai spesi, yaitu sebagai makhluq pribadi dan makhluq sosial. Sebagai makhluq pribadi Nilai Mutlak itu ditanamkan dengan metode manajemen qalbu, pendekatan da'wah kultural menanamkan Syari'at Islam. Sedangkan manusia sebagai makhluq sosial keterangan-keterangan dari petunjuk itu menyangkut aturan-aturan berupa norma-norma yang ditimba dari Syari'at Islam yang harus ditaati oleh masyarakat, yaitu "law enforcement" dengan mekanisme pranata hukum(**). Itu yang disebut menegakkan Syari'at Islam secara da'wah politik / struktural, yang dikenal sebagai social engineering.

***
Syahdan, menanamkan Syari'at Islam secara da'wah kultural dari bawah ke atas, sedangkan menegakkan Syari'at Islam secara da'wah politik / struktural dari atas ke bawah. Oleh sebab itu mesti ada "pembagian kerja" antara lembaga yang bergerak di bidang da'wah kultural dengan lembaga-lembaga yang bergerak di bidang da'wah politik / struktural. Maka simaklah ayat yang berikut:
-- WLTKN MNKM AMT YD'AWN ALY ALKHYR WYAaMRWN BALM'RWF WYNHWN 'AN ALMNKR WAWLaK HM ALMFLHWN (S. AL 'AMRAN, 104), dibaca: waltakum mingkum ummatuy yad'u-na ilal khayri waya'muru-na bil ma'ru-fi wa yanhawna 'anil mungkari wa ula-ika humul muflihu-n (s. ali 'imra-n), artinya: Mestilah ada di antara kamu kelompok yang menghimabu kepada nilai-nilai kebajikan dan memerintahkan berbuat baik dan mencegah kemungkaran, serta mereka itulah orang-orang yang menang (3:104).

Waltakun, di dalamnya ada lam al amar, lam yang menyatakan perintah, jadi Allah memerintahkan mesti ada tiga kelompok, yaitu

  • pertama, organisasi yang menghimbau, seperti MUI, Muhammadiyah, NU, IMMIM dll.
  • kedua, organisasi yang memerintahkan, yang beroperasi di bidang da'wah politik / struktural, yaitu birokrasi yang memerintah dengan peraturan perundang-undangan yang ditimba dari Nilai Mutlak Al Furqan.
  • ketiga, organisasi yang mencegah, yaitu pranata hukum(**) yang mencegah kejahatan.
Membuat peraturan perundang-undangan sebagai mekanisme "law enforcement" adalah suatu keputusan politik. Itulah sebabnya dikatakan pendekatan da'wah politik / structural, karena membuat mekanisme peraturan perundangan-undangan adalah suatu keputusan politik, sehingga pendekatan structural tidak dapat dipisahkan dari perjuangan politik.

Alhasil, agar Syari'at Islam menjadi Rahmatan lil'a-lamin, haruslah tegak di atas tiga kaki, yaitu:
Kaki yang pertama, adalah nilai-nilai Islami yang mengakar di masyarakat, kemudian kaki yang kedua, nilai-nilai Islami yang berakar di masyarakat ditimba lalu diformalkan ke dalam hukum-hukum positif peraturan perundang-undangan, akhirnya kaki ketiga birokrasi dan pranata hukum yang melaksanakan ya'muruwna bil ma'ru-fi dan yanhawna 'anil mungkari (memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran), sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Maka bertemulah di sini da'wah kultural (kaki yang pertama) dan da'wah politik / struktural (kaki kedua dan ketiga). Alhasil, adalah seperti penutup ayat [3:104], ula-ika humul muflihu-n, Syari'at Islam membawa Rahmatan li l'a-lamiyn. WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 4 Agustus 2002
-----------------------------
(*) Syari'at Islam diklasifikasikan atas: 'aqidah, hukum-hukum Syari'ah dan akhlaq. Klasifikasi menurut Al Hadits: iman, islam dan ihsan. Kalau kedua cara klasifikasi itu digabungkan, maka menjadilah: 'aqidah/iman, hukum-hukum Syari'ah/Islam dan akhlaq/ihsan. 'Aqidah/iman tercakup dalam S. Al Fatihah, ayat 1 s/d 4, hukum-hukum Syari'ah/Islam tercakup dalam S. Al Fatihah, ayat 5, dan akhlaq/ihsan tercakup dalam S. Al Fatihah, ayat 6 s/d 7
(**) Pranata hukum yang melaksanakan yanhawna 'anil mungkari, yaitu polisi, jaksa dan hakim