10 Februari 2008

814. Dosa Terkait dengan Maaf-Memaafkan

Firman Allah (transliterasi huruf demi huruf):
-- LHA MA KSBT W'ALYHA MA AKKTSBT (S. ALBQRt, 2: 286), dibaca:
-- laha- ma- kasabat wa'alaiha- maktasabat (tanda - dipanjangkan membacanya), artinya:
-- orang mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari dosa) yang dikerjakannya.

Ayat (2:286) di atas itu menunjukkan bahwa dosa itu ditanggung sendiri-sendiri. Manusia itu adalah makhluk individu sekaligus juga makhluk sosial. Dosa ada yang terkait dengan individu dan ada pula terkait dengan orang lain/masyarakat. Dosa individu terhadap Allah, adalah dosa secara langsung kepada Allah, dan akan diampuni Allah jika kita bersungguh-sungguh meminta ampun kepadaNya tanpa perantara dengan cara bertobat, tidak akan mengulangi perbuatan dosa yang telah kita lakukan. Lain halnya dengan dosa menzalimi orang lain dalam masyarakat, yaitu dosa secara tidak langsung. Dosa itu tidak diampuni Allah jika yang dizalimi itu tidak memaafkan kita. Sebagai contoh sederhana, seorang minum khamar sampai mabuk ataupun tidak sampai mabuk, maka ia berdosa karena telah melanggar perintah Allah. Jika ia bertobat tidak akan mengulanginya lagi perbuatan itu Allah Yang Maha Pengampun akan mengampuninya. Akan tetapi jika sehabis minum ia sedikit teler sehingga energinya bertambah untuk menganiaya orang lain, maka dosa terhadap orang yang dianiaya itu adalah dosa tidak langsung. Orang yang minum khamar itu baru diampuni Allah jika oarng yang dianiaya itu memaafkannya.

Salah satu jenis perbuatan dosa terhadap masyarakat yang sekarang naik daun adalah perbuatan yang tidak berperi keamnusiiaan, yaitu yang telah menimbun kacang kedelai yang merupakan kebutuhan orang banyak.

'AN M'AMR BN 'ABD ALLH 'AN RSWL Sh QAL LA YhTKR ALA KhAThYa (RWAH MSLM), dibaca:
'an ma'mari bni abdiLla-hi 'an rasuwliLla-hi sh qa-la la- yahtakira illa- khathiun (rawa-hu muslim), atinya:
Dari Ma'mar bin 'Abdullah, dari Rasulullah SAW sabdanya: Tidak menimbun (barang keperluan orang banyak) melainkan orang yang berdosa.

Betapa banyaknya orang miskin yang sehari-harinya mengkonsumsi tahu dan tempe, makanan/lauk yang murah yang terjangkau oleh golngan bawah dan betapa pula banyaknya industri kecil dan industri rumah tahu dan tempe yang dizalimi oleh penimbun kedelai itu. Sehingga betapa pula banyaknya yang harus memaafkannya sehingga para penimbun itu dapat diampuni Allah. Tidaklah mungkin orang yang sekian banyak itu akan bersedia memaafkannya. Dan hanya pilihan jumlahnya orang sudah mampu menahan amarahnya dan memaafkan sesamanya, sedangkan orang yang di bawah level orang pilihan itu jumlahnya tidaklah sedikit yang belum mampu untuk memaafkan, dan tentulah tidak boleh kita memaksakan kepada mereka untuk memaafkan:

-- LA YKLF ALLH NFSA ALA WS'AHA (S. ALBQRt, 2:286), dibaca:
-- la- yukallifuLla-hu nafsan illa- wus'aha-, artinya:
--Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.

Celakanya lagi keadaan sulit yang menimpa orang banyak itu menjadi komoditas politik bagi Megawati untuk malaksanakan "character assassination" atas pemerintahan pasangan SBY-JK. Ibarat main bola, kalau pasangan SBY-JK mampu mangadakan "serangan balik" menurunkan dan menstabilkan harga pangan, maka akan menjadi bumerang bagi Megawati. Ya ini permulaan pemanasan menjelang Pilpres yang sudah dekat waktunya itu.
Kalau di dunia ini belum terselesaikan maaf-memaafkan membayar hutang dosa kepada sesama, maka akan diselesaikan nanti pada hari kiamat, Hari Pengadilan, yang dibaca ummat Islam paling kurang 17 kali diucapkan dalam shalat:

-- MLK YWM ALDYN (S. ALFATht, 1:4), dibaca:
-- maliki (bisa juga dibaca ma-liki) yaumid di-n, artinya:
-- Raja (Yang mempunyai) Hari Pengadilan

'AN ABY HRYRt QAL, QAL RASWL ALLH Sh MN KANT LH MZhLMt LAhD MN 'ARDhH AW SyYa FLYTKLLH MNH ALYWM QBL AN LA YKWN DYNAR WLA DRHM AN KAN LH 'AML ShALh AKhdZ MNH BQDR MZhLMTH WAN LM TKN LH hSNAT AkHDz MN SYAT ShAhBH FhML 'ALYH (RWAH BKhARY), dibaca;

'an abi- hurairah qa-la, qa-la rasuwluLla-hu Sh man ka-nat lahu muzhlimatun lahadin min 'irdhihi aw syayin falyatahallhu minhul yawma qabla an la- yaku-na di-na-run wala- dirhmun in ka-na lahu 'amalun sha-lihun ukhidza minhu biqadrin muzhlimatihi wain lam takun lahu hasana-tun ukhidza min sayyia-ti sha-bihi fahumila 'alaihi (rawa-hu bukha-riy), artinya:
"Siapa yang pernah berbuat kezaliman terhadap orang, baik menyangkut kehormatan atau perkara-perkara lainnya, maka hendaklah ia meminta kehalalan dari orang tersebut pada hari ini (di dunia) sebelum (datang suatu hari di mana di sana) tidak ada lagi dinar dan tidak pula dirham (untuk menebus kesalahan yang dilakukan, yakni pada Hari Pengadilan). Bila ia memiliki amal shalih diambillah amal tersebut darinya sesuai kadar kezalimannya (untuk diberikan kepada orang yang dizaliminya sebagai tebusan/pengganti kezaliman yang pernah dilakukannya). Namun bila ia tidak memiliki kebaikan maka diambillah kejelekan/dosa orang yang pernah dizaliminya lalu dipikulkan kepadanya." (HR Al-Bukhari).

WaLlahu a'lamu bisshawab.
***

Makassar, 10 Februari 2008