27 Juni 2010

929 DPR Supaya Segera Membahas Revisi KUHP

Akhirnya Ariel dan insya-Allah akan menyusul lawan mainnya yaitu Luna Maya Cut Tari yang sebelumnya diduga keras berbuat mesum berzina telah dijadikan tersangka.  Bukti-bukti permulaan sudah cukup kuat untuk dijaring dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik serta UU Pornografi. Istilah yang digunakan Metro TV "mirip" artis,  "Itu keliru, karena kalau mirip, berarti sudah pasti bukan Luna Maya, Ariel dan Cut Tari," demikian menurut Prof. Ahmad Ali.
 
Pelaku porno-aksi itu memang patut dijadikan tersangka. Foto berbeda dengan film atau gambar hidup. Coba perhatikan roda sepeda yang berputar. Terali-teralinya seakan-akan bersambung. Itu adalah akibat sifat penglihatan manusia. Benda yang didepan mata masih akan terlihat beberapa detik setelah benda itu tidak ada lagi di depan mata. Itulah hakekat gambar hidup, yang terjadi dari beberapa frame foto yang bersambung. Kalau foto yang tidak bergerak memang mudah dimanipulasi, namun gambar bergerak yang terdiri atas ribuan frame foto atau gambar mati secara bersambung mana mungkin dimanipulasi.
 
Porno aksi itu hanya merupakan puncak gunung es dari kemesuman kehidupan seks bebas para artis. Terbuktilah pula ketidak-benaran alasan yang dikemukakan oleh yang anti UU Pornografi yang menyatakan KUHP sudah cukup, tidak perlu lagi UU Pornografi. Mengapa? Pelaku kasus mesum itu tidak bisa dijaring KUHP. Mengapa? Untuk itu baiklah kita kemukakan dahulu cuplikan dari Seri 757, yang berjudul "Melindungi Perempuan? Revisi KUHP, bukan UU Perkawinan", bertanggal 10 Desember 2006.
http://waii-hmna.blogspot.com/2006/12/757-melindungi-perempuan-revisi-kuhp.html
 
"Pada tanggal 5 Des 2006 secara mendadak, Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia Farida Hatta, dipanggil ke istana. Ia diminta menyiapkan revisi UU Perkawinan dan Peraturan Pemerintah soal perkawinan, karena SBY menilai UU maupun PP tentang perkawinan belum memberikan perlindungan bagi kaum perempuan.
 
Mengapa yang harus direvisi harus UU Perkawinan? Lain yang gatal, lain yang digaruk. Justru yang harus direvisi dalam konteks perlindungan gadis-gadis adalah KUHP. Untuk membicarakan hal ini kita mulai dahulu dengan pemahaman privasi! Apa itu privasi? Dalam bingkai apa dan di bumi mana? Pengertian privasi atau keleluasaan pribadi menjadi rancu, karena umumnya orang tidak menyadari bahwa kakinya berpijak di Indonesia, tetapi kepalanya di Eropah. Privasi itu menurut kepala Eropah adalah bagian dari humanisme agnostik. Demikian liberalnya, berdasarkan atas filsafat humanisme agnostik ini, sehingga demi privasi, itu kekuasaan negara cq kehakiman berakhir di ambang pintu masuk kamar tidur. Di dalam kamar tidur, siapapun tidak berhak mengganggu privasi orang-orang ataupun pasangan yang ada di dalamnya, kecuali jika salah seorang ataupun keduanya dari pasangan itu isteri atau suami seseorang. Yang laki-laki melanggar privasi suami perempuan teman sekamarnya dan yang perempuan melanggar privasi isteri laki-laki teman sekamarnya itu. Pemahaman privasi yang demikian itu terikut masuk ke Indonesia melalui Wetboek van Straftrecht voor Nederlandsch Indie. Setelah kita merdeka, menurut pasal VI UU 1946 no.1, diubah menjadi Wetboek van Strafrecht, atau (K)itab (U)ndang-Undang (H)ukum (P)idana.
 
Pemahaman privasi itu kita jumpai dalam KUHP pasal 284. Secara tersurat  adalah pelanggaran bermukah, yaitu perzinaan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang sudah kawin, bahasa Makassarnya, assangkili', bahasa Belandanya "overspel" (keliwat main), dan itupun cuma delik aduan. Dan secara tersirat adalah pelanggaran privasi. Oleh sebab itu polisi tidak dapat  menangkap orang yang berzina jika suami perempuan berzina itu atau isteri  laki-laki yang berzina itu tidak berkeberatan. Gadis yang hamil karena berzina dengan seorang jejaka, tidaklah dapat ia mengadukan musibah kehamilannya itu ke polisi, berhubung gadis itu tidak punya suami ataupun jejaka itu tidak punya isteri yang akan berkebaratan. KUHP tidak melindungi perempuan. Justru inilah yang harus diubah, bukan UU Perkawinan." Demikian cuplikan itu.
 
Mengapa Rancangan Undang Undang tentang Revisi KUHP yang disusun oleh Departemen Kehakiman dan HAM, saat ini belum dibahas di DPR ?
 
Berbeda dengan KUHP yang berlaku, di dalam revisi KUHP ini delik permukahan dan perzinaan diatur secara rinci. Dalam Pasal 419 secara rinci diatur bahwa permukahan dapat dipidana, bukan lagi delik aduan, jika laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya atau sebaliknya (butir 1a dan 1b); laki-laki yang tidak terikat dalam perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan, atau sebaliknya (butir 1c dan 1d). Terhadap laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan, bisa dipidana sesuai Pasal 420 (1).
 
Rancangan Undang Undang tentang Revisi KUHP yang disusun oleh Departemen Kehakiman dan HAM itu supaya segera dibahas di DPR, sebab perzinaan dan perselingkuhan sudah sangat merajalela dan terang-terangan seperti sekarang ini. Perlu sanksi hukum yang keras sebagai shock therapy.
 
-- WLA  TKRBWA ALZNY ANH KAN FhSyt WSAa SBYLA (S. ASRY, 17:32), dibaca: wala- taktabu zina- innahu- ka-na fa-hisyatan wa sa-a sabi-lan, artinya:
--  Dan janganlah kamu menghampiri zina, Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan jang jahat. WaLlahu a'lamu bisshawab.
 
*** Makassar, 27 Juni 2010
http://waii-hmna.blogspot.com/