4 Juli 2010

930 Yang Bernyanyi, Bukan Lagunya

Kalau dalam Seri 392 judulnya The Singer not the Song, maka dalam Seri 930 ini judulnya seperti di atas.
 
Siapakah yang bernyanyi itu? Dia itu bernama Ribka Tjiptaning Proletariati, yang penulis buku "Aku Bangga Jadi Anak PKI" (ABJAP). Asal tahu saja, setelah buku ABJAP diluncurkan, segera tim yang dipimpin Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (JAM Intel), yang waktu itu dijabat oleh Basrief Arief, setelah mengadakan investigasi segera memberikan rekomendasi kepada Jaksa Agung, yang waktu itu dijabat oleh M.A. Rachman, agar itu buku ABJAP dinyatakan dilarang, disita dan ditarik dari peredaran. Tim berargumen, buku tersebut berpotensi menyebarkan kembali faham dan ajaran komunisme di Tanah Air.
 
Dan kita menyegarkan ingatan pembaca, bahwa UU No.27 thn 1999 dengan tegas menyatakan melarang penyebaran, pengembangan marxisme-komunisme atau bentuk perwujudan lainnya (Psl.107a).
 
Dan apakah itu lagunya? Yaitu Sosialisasi Kesehatan Gratis Komisi IX DPR. Supaya jelas, kita menyegarkan ingatan pembaca apa yang telah ditayangkan oleh media elektronik, yaitu Front Pembela Islam (FPI) bersama Forum Banyuwangi Cinta Damai (FBCD) dan LSM Gerak membubarkan acara Sosialisasi Kesehatan Gratis yang digelar Komisi IX DPR di salah satu rumah makan di Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis 24 Juni 2010. Jelas kita dengar ucapan-ucapan: "Ini ada komunitas anggota PKI (Partai Komunis Indonesia). Kenapa ada di sini? Ini acara temu kangen bekas anggota PKI dan keturunannya." Melihat suasana yang semakin memanas, panitia segera mengevakuasi/mengamankan Ribka Tjiptaning Proletariati dan Rieke Dyah Ayu Pitaloka(*). Menurut sumber (ANTARA News): "Memang benar, ada beberapa peserta yang keturunan keluarga bekas anggota PKI," kata Muhammad Abas Wakil Ketua DPC PDIP Kabupaten Banyuwang yang juga menjadi panitia dalam kegiatan tersebut. "Kami mengantisipasi tumbuhnya bibit PKI baru karena gerakan PKI pada tahun 1965 berawal dari Banyuwangi," demikian Ketua FPI Banyuwangi, Aman Faturahman.
 
Ketua DPR Marzuki Alie menulis ke VIVAnews, Jumat 25 Juni 2010: "FPI sebaiknya mengklarifikasi dulu pertemuan tersebut, tidak dengan cara-cara premanisme." Penulis Kolom ini sangat menyesalkan mengapa Marzuki Alie yang Ketua DPR tidak menyebut FBCD dan LSM Gerak? Ada apa gerangan Marzuki Alie tidak menyebutkan kedua organisasi itu? Mengapa Marzuki berlaku tidak adil? Marzuki mengabaikan Khutbah Jum'at yang setiap Khatib menutup Khutbahnya dengan ayat:
-- AN ALLH YaMR BAL'ADL (S. ALNhL, 16:90), dibaca: innaLla-ha ya'muru bil 'adli, artinya:
-- Sesungguhnya Allah memerintahkan (berlaku) adil.
 
***
 
Sekarang tentang FPI.
Baiklah kita nukilkan di sini cuplikan dari tulisan seorang ulama, yaitu Ahmad Sarwat, Lc.
 
Apa yang orang lihat tentang aksi-aksi FPI di media, kalau kesannya aksi-aksi itu anarkis, liputannya memang dibuat sedemikian rupa, setidaknya kesan anarkis itu memang diekspos, apakah tujuannya untuk memojokkan posisi FPI, atau untuk menggambarkan betapa umat Islam itu anarkis atau memang sekedar kerjaan insan media yang haus sensasi.
 
Yang terakhir itu dimungkinkan karena karekteristik media, terutama televisi memang butuh liputan dan gambar yang sensasional. Gambar-gambar yang menampilkan proses awal di mana para anggota FPI sedang melakukan negosiasi kepada para pemilik tempat hiburan yang secara hukum memang melanggar peraturan resmi, tidaklah menarik untuk ditampilkan.
 
Tetapi ketika dari pihak pengelola tempat yang berpenampilan hiburan -- yang sesungguhnya tempat maksiyat -- yang memanfaatkan preman sebagai "body guard" tempat maksiyat tsb melakukan pelemparan dan provokasi, lalu FPI mempertahankan diri sehingga terjadi bentrokan fisik, secara gambar memang merupakan momen yang cukup menarik. Karena secara visual, gambar bentrokan itu lebih menarik ketimbang gambar orang sedang melakukan negosiasi.
 
Namun tidak tertutup kemungkinan ada unsur kesengajaan dalam penayangan gambar anarkisme yang terjadi. Sangat dimungkinkan bahwa pihak media dimanfaatkan oleh para cukong pemilik tempat maksiyat yang bergelimang dengan harta itu untuk menampilkan kesan seolah-olah FPI itu tidak lebih dari segerombolan orang yang bertindak anarkis.
 
Mengapa analisa itu muncul?
 
Karena tindakan yang ditampilkan berulang-ulang di media itu nyaris tidak pernah menyentuh akar masalah. Tidak pernah diulas kenapa sampai terjadi tindakan itu. Media seolah-olah bagai macan ompong ketika harus bicara tentang para pengusaha tempat maksiyat yang melanggar Perda dan perundangan. Yang dimunculkan selalu kesan bahwa FPI adalah pelaku tindak anarki. Namun pengusaha tempat maksiat yang jelas-jelas melanggar hukum negara dan sekaligus hukum agama, sama sekali tidak pernah diungkap.
 
Mengapa tidak pernah diungkap?
 
Karena para cukong itu punya uang tak terhingga jumlahnya untuk bisa membuat orang-orang pada duduk manis dan tenang, tidak mengorek kesalahan para pengusaha maksiyat. Sebaliknya, uang juga bisa membuat orang-orang lebih fasih untuk mengatakan bahwa biang keroknya adalah FPI.
 
Di negeri kita, kebanyakan media dan institusi kepolisian memang masih belum bisa gagah seperti yang sering kita lihat di film-film idealis. Mungkin semua itu masih ada di 'Republik Mimpi'.
 
Dan kekuatan rakyat yang diwakili oleh organisasi semacam FPI masih harus terus menerima nasib buruk, yaitu dipelintir posisinya di media. Sayangnya, FPI sendiri juga tidak punya kekuatan media yang kuat untuk menangkis fitnah yang selalu memojokkan posisi mereka. Ini kritik positif buat teman-teman di FPI untuk punya perhatian lebih dari sisi media center. Wallahu a'lam bishshawab, demikian Ahmad Sarwat, Lc
 
Apa yang dilakukan FPI, FBCD dan LSM Gerak seperti juga yang telah dilakukan Forum Umat Islam (FUI) yang pada Jumat 26/3 - 2010 menyerbu lokasi tempat acara Kongres lesbian dan gay di Hotel Oval di Jalan Diponegoro, Surabaya. Memang masih dibutuhkan itu organisasi semacam FPI, FUI, FBCD, LSM Gerak dll pressure groups. WaLlahu a'lamu bisshawab.
 
*** Makassar, 4 Juli 2010
-----------------------------
(*)
Dapil Ribka Tjiptaning Proletariati dan Rieke Dyah Ayu Pitaloka itu di Jawa Barat.
Kalau tak ada berada,
tidaklah tempua bersarang rendah.
Kalau bukan temu kangen pki
buat apa bertempat di Banyuangi
 
Catatan:
tempua = weaverbird