11 Februari 2001

462. Shock Therapy dan Menyimak Demokrasi

Ada petunjuk dari Syari'at Islam tentang gaya "tawasaw" (penyampaian) pesan-pesan. Yaitu dipergunakan perangkat kasar untuk menyampaikan perangkat halus, yang umum dikenal sebagai gaya metaphoris. Seperti misalnya pupusnya perangkat halus berupa pahala sedekah karena riya (penampilan, ero' nikana) diibaratkan pada perangkat kasar yang dikenal dalam alam sebagai "erosi", seperti dinyatakan dalam Al Quran (transliterasi huruf demi huruf demi keotentikan):
-- KMTSL SHFWAN 'ALYH TRAB FASHABH WABL FTRKH SHLDA LA YQDWN 'ALY SYY^ MMA KSBWA (S. ALBQRT, 264), dibaca: kamatsali shafwa-nin 'alayhi tura-bun fa asha-bahu- wa-bilun fatarakahu- shaldan la- yaqdiruwna 'ala- syay.in mimma- kasabu- (s. albaqarah), artinya: seamsal batu licin yang di atasnya ada tanah, lalu diguyur hujan lebat, maka tinggallah (batu) licin itu, mereka tiada mendapat sedikitpun pahala dari apa yang mereka usahakan (2:264).

Dalam seri yang baru lalu dijelaskan bahwa dalam bahan bakar tersimpan tenaga potensial kimiawi. Apabila bahan bakar itu disulut dengan oksigen maka terjadilah reaksi kimiawi eksoterm yang melepas api. Ini adalah perangkat kasar. Sedangkan perangkat halusnya ialah, dalam jiwa (nafs) manusia terdapat ALHWY (dibaca: alhawa-, selanjutnya dituliskan hawa). Hawa ini mempunyai tenaga potensial nafsun ammarah yang akan merebak keluar jika disulut oleh impuls atau rangsangan eksternal. Hawa yang terdapat dalam nafs(un) diadopsi menjadi kata majemuk dalam bahasa Indonesia, yaitu "hawa nafsu".

Manusia itu terdiri dari perangkat kasar yang dikenal dengan jism(un), dijabarkan menjadi jasmani (rupa tau, Mks), perangkat halus yang disebut nafs(un), dijabarkan menjadi nafsani (ilalanganna tauwa, Mks) dan perangkat yang terhalus yaitu ruh(un), dijabarkan menjadi ruhani (ma'nassa tau, Mks). Ada ilmu jasmani, ada ilmu nafsani (psychology, psy = nafs, logos = ilmu), tetapi tidak ada ilmu ruhani, karena ruh itu dirahasiakan Allah.

Dalam perangkat kasar terdapat qalb(un), yaitu jantung. Qalb(un) dibentuk oleh akar QLB artinya bolak-balik. Demikian pula dalam perangkat halus terdapat qalb(un). Kalau qalb(un) ini rusak maka rusaklah seluruh perangkat halus manusia yaitu nafs(un) atau jiwa manusia. Qalb(un) yang berupa perangkat halus ini diadopsi ke dalam bahasa Indonesia menjadi qalbu (saya tetap menuliskan dengan q bukan k, karena kalb(un) berarti anjing).

Qalbu mempunyai tiga komponen yaitu SHDR (dibaca shadrun, selanjutnya dituliskan shadru), FW^AD (dibaca fua-dun, selanjutnya dituliskan fuad) dan HWY (dibaca hawa-, sudah terlebih dahulu diperkenalkan di atas). Fungsi ketiga komponen tersebut ialah shadru berdzikir, fuad berpikir dan hawa berkemauan (iradah) mempertahankan atau membela diri. Kalau shadru yang dominan, maka diri manusia itu menjadi nafsun muthmainnah, jiwa yang tenang, jika fuad yang dominan manusia menjadi nafsun lawwamah, mencela diri, berjiwa kritis, dan apabila hawa yang dominan maka manusia itu menjadi nafsun ammarah.

Jadi seperti telah disebutkan di atas hawa itu mempunyai tenaga potensial nafsun ammarah yang akan merebak keluar jika disulut oleh impuls atau rangsangan eksternal. Apa yang terjadi sekarang impuls itu ialah Memorandum DPR. Pansus BB-gate menghasilkan dua opsi, yang pada pokoknya opsi yang satu mengatakan Gus Dur terlibat, sedangkan opsi yang satu lagi mengatakan Gus Dur tidak terlibat, melainkan orang-orang sekelilingnyalah yang terlibat. Kedua opsi itu berupa penafsiran tentang fakta-fakta yang telah dikumpul, artinya kedua opsi itu lahir dari fakta yang sama. Hasil voting dalam Pansus BB-gate menghasilkan keputusan yaitu opsi pertamalah yang dibawa ke dalam sidang paripurna. Opsi itu, yang kemudian menjadi keputusan DPR, diperlunak menjadi "patut diduga". Kalau kita mau nuchter, mengapa baru patut diduga, lalu dikatakan Gus Dur sudah melanggar sumpah jabatan.

Ketidak-matangan formulasi Memorandum DPR ini menjadi oksigen yang menyulut crowd pendukung dan "pendukung" Gus Dur di Jatim itu. Patut diduga bahwa "pendukung" itu berindikasi berasal dari PRD. Dalam perang sekalipun Nabi Muhammad SAW melarang bakar-membakar. Pembakaran oleh para pendukung yang dikendarai oleh "pendukung" di Jatim itu bertentangan dengan Syari'at Islam.

Demokrasi sudah cenderung diberhalakan, dianggap sudah sebagai sistem yang tak ada cacatnya. Merebaknya konflik horisontal akibat Memorandum DPR bukan karena semata-mata kita baru belajar berdemokrasi, melainkan pada hakekatnya demokrasi itu mempunyai cacat yaitu kemutlakan harus voting jika kata sepakat tidak tercapai. Penafsiran berbeda atas fakta yang sama tidak seharusnya divoting. Tokoh-tokoh Islam dalam DPR kurang berfungsi shadrunya, sehingga melupakan kebiasaan kita dalam fiqh. Penentuan 1 Ramadhan dan 1 Syawwal menurut metode hisab dan ru'yah tidak pernah dan tidak boleh divoting jika terjadi perbedaan. Tidak ada yang unggul-mengungguli oleh karena keduanya adalah hasil penafsiran atas fakta (baca: nash) yang sama. Kalaulah para anggota DPR mau belajar dari tradisi berfiqh ini, maka Pansus BB-gate tidak memvoting, artinya kedua opsi itu disodorkan oleh Pansus BB-gate ke dalam sidang pleno. Demikian pula dalam sidang pleno kedua opsi itu diterima sebagai dasar Memorandum yang kira-kira bunyinya seperti ini: Memberi peringatan kepada Presiden supaya memaksimalkan kinerjanya memberantas KKN tanpa pandang bulu, dan memberinya kesempatan selama empat bulan untuk memperlihatkan kesungguhannya itu.

'Ala kulli hal, kedua belah pihak yang bertikai dari elit sampai grass roots supaya cooling down, jadikanlah Memorandum itu sebagai shock therapy bagi Presiden Aburrahman Wahid untuk mengubah gaya kepemim-pinannya yang "one man show" menjadi "partisipative management" dan mengubah perangainya berucap kontroversial. Dan bagi DPR, juga MPR, perlu menyimak demokrasi lebih dalam, bahwa demokrasi mempunyai cacat yaitu kemutlakan harus voting jika kata sepakat tidak tercapai, sehingga terhindarlah dari dosa musyrik dengan memberhalakan demokrasi. WaLla-hu a'lamu bishshawa-b.

*** Makassar, 11 Februari 2001