20 Mei 2001

475. Penangkapan yang Berbau Politis, dan UUD 1945 versus KUHP

Dalam surat penangkapan yang ditandatangani oleh Direktur Pidana Tertentu Korps Reserse Polri, Brigjen (Pol) Aryanto Sutadi, MSc., ustadz Ja'far Umar Thalib (ust.JUT) diduga keras melakukan tindak pidana mengeluarkan perasaan permusuhan terhadap suatu agama sebagaimana dimaksud dalam pasal 156 a KUHP, dan melakukan tindak pidana melakukan penganiayaan dan pembunuhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 340 KUHP jo. Psl 355 (1) dan (2) KUHP jo. Psl 55 KUHP.

Penangkapan ust.JUT sangat kental berbau politis. Mengapa? Apabila betul-betul penangkapan ust.JUT murni yuridis dalam kaitannya dengan pelanggaran terhadap pasal-pasal KUHP seperti yang diperinci di atas, mengapa baru ditangkap pada hari Jum'at 4 Mei 2001, padahal peristiwa pelaksanaan ibadah Abdullah dilaksanakan secara terbuka dan telah lama berlangsung, yaitu pada hari Selasa, 27 Maret 2001, pukul 16.00 WIT. Artinya Polisi tidak mengalami kesukaran serta tidak membutuhkan waktu selama itu untuk mengadakan penyelidikan. Alhasil, sukar disangkal bahwa dalam hal penangkapan ust.JUT, sangatlah kental berbau politis, karena penangkapan ust.JUT mendahului perintah Kapolri Jend. S.Bimantoro agar segera menangkap tokoh-tokoh FKM antara lain: Hamidi Stania (Wakil Sekjen FKM), Hengki Manihutu (Sekjen FKM), W.Tamael Wattimena, Lois Risakota (perwakilan FKM Jakarta). Maka terasa di hati nurani dan diperkuat oleh pemikiran rasional, ada benang merah antara penangkapan ust.JUT dengan tuntutan massa pendukung separatis RMS/FKM ke Mapolda Ambon. (Ketika Alex Manuputty baru saja ditahan di Mapolda pada hari Senin 30 April 2001, karena mengibarkan bendera RMS pada hari Rabu 25 April 2001, tak berselang berapa lama, datanglah massa pendukung RMS/FKM ke Mapolda dengan aspirasi antara lain bahwa seharusnya Polisi terlebih dahulu melakukan penegakan hukum terhadap Laskar Jihad). Itulah dia maka dikatakan penangkapan ust.JUT sangat berbau politis!

***
Allah SWT adalah ArRahman dan ArRahim, Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dalam konteks ini ayat-ayat Al Quran bernada sejuk dan lembut. Allah SWT adalah Al Qahhar, Maha Gagah Perkasa. Dalam konteks ini ayat-ayat Al Quran bernada keras, seperti contoh ayat yang berikut (demi keotentikan, transliterasi huruf demi huruf):
-- QATLWHM Y'ADZBHM ALLH BAYDYKM WYKHZHM (S. ALTWBT, 14), dibaca: qa-tilu-hum yu'adzdzibhumuLla-hu biaydi-kum wayukhzihim (s. attawbah), artinya: Perangilah mereka itu niscaya Allah menyiksa mereka dengan tanganmu, dan menghinakan mereka (9:14). Ayat ini ditujukan kepada para agressor yang memusuhi ummat Islam, seperti kasus pembantaian ummat Islam di Ambon pada awal kerusuhan Idul Fitri Berdarah 19 Januari 1999. Semua ekspresi ust.JUT yang bernada keras, yang oleh polisi ditafsirkan sebagai melakukan tindak pidana mengeluarkan perasaan permusuhan terhadap suatu agama, sesungguhnya adalah merupakan jawaban atas tindakan kristen Maluku yang telah membantai warga Muslim pada awal kerusuhan Idul Fitri Berdarah, 19 Januari 1999 tersebut.

Sangatlah tidak adil rasanya Polisi mencap ust.JUT melakukan tindak pidana mengeluarkan perasaan permusuhan terhadap suatu agama. Semestinya Polisi berterima kasih kepada ust.JUT yang telah berhasil menghambat laju gerakan separatis RMS/FKM pada awal-awal kerusuhan, yang pada waktu itu Polisi kewalahan menghadapi para perusuh separatis RMS/FKM yang sangat bringas menyerang aparat keamanan. Untunglah saat itu dengan kekuasaan Allah SWT, ust.JUT dengan Laskar Jihadnya dapat membantu aparat keamanan menghadapi perusuh separatis RMS/FKM itu.

Pelaksanaan hukum rajam adalah atas kehendak Abdullah sendiri, itu adalah merupakan ibadah bagi Abdullah. Pelaksanaan ibadah Abdullah ini tidak mungkin dapat dikerjakan oleh Abdullah sendiri, melainkan harus dilaksanakan dengan bantuan kaum Muslimin. Pelaksanaan yang berkaitan dengan itu tidak hanya ditentukan atau diputuskan oleh ust.JUT dan Laskar Jihad saja melainkan atas kesepakatan kaum Muslimin yang ada di desa Ahuru, kodya Ambon. UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 menyatakan "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamnya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu." Pelaksanaan ibadah Abdullah yang meminta dirinya dihukum rajam, itulah yang ditafsirkan oleh polisi sebagai ust.JUT melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal-pasal KUHP seperti yang diperinci di atas. Padahal diktum "beribadah menurut agamanya" dalam UUD psl.29 (2), terkhusus beribadah menurut agama Islam, adalah melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi laranganNya. Inilah dilemma hukum yang menimpa ust.JUT, yang tidak melanggar konstitusi (baca: UUD 1945), namun dikatakan melanggar KUHP. Ingatlah, UUD 1945 dua tingkat lebih tinggi di atas KUHP.

***
Kami ingin mengetuk hati nurani penegak hukum dengan pertanyaan berikut: Mengapa Polisi belum (atau tidak?) berhasil menangkap dalang yang biadab dari akar kerusuhan Idul Fitri Berdarah 19 Januari 1999, yang jelas dapat ditelusuri di antara tokoh-tokoh separatis penggerak RMS/FKM, yang mengibarkan bendera RMS di Gunung Nona dan Kudamati pada 18 Januari 1999, sehari sebelum hari pembantaian Idul Fitri Berdarah?! Kasus ust.JUT sangatlah kecil ketimbang dalang biadab perusuh Idul Fitri Berdarah tersebut, yang belum (atau tidak?) berhasil diungkap Polisi hingga kini. WaLlahu A'lamu bi Al Shawa-b.

*** Makassar, 20 Mei 2001