3 Oktober 2004

645. Tujuan Nasional vs Arogansi Amerika

Amerika menampakkan arogansinya terhadap Indonesia. Kekecewaan pemerintah Amerika terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak tuduhan makar pada kasus yang dialami oleh Al Ustadz H.Abu Bakar Ba'asyir adalah jelas-jelas merupakan tindakan sewenang-wenang terhadap bangsa Indonesia yang berdaulat.

Pemerintah Amerika juga telah membujuk dan menekan para pemimpin bangsa Indonesia, baik dari kalangan pemerintah maupun organisasi massa Islam, seperti yang telah dilakukan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Ralph L.Boyce terhadap Ketua PP Muhammadiyah Prof Dr Ahmad Syafi'i Maarif.

Sebagaimana ditulis Pak Syafii pada sebuah koran nasional, Boyce atas perintah Gedung Putih pada 28 Maret 2004 lalu telah mendatanginya di kantor PP Muhammadiyah dan meminta pimpinan salah sati ormas Islam yang besar ini untuk membujuk para pejabat Indonesia seperti Ketua MA dan Kapolri agar tetap menahan Al Ustasz H.Abu Bakar Ba'asyir.

Namun dengan sikap ksatria dan tegas Pak Syafi'i menolak permintaan gila itu dengan alasan MA telah membebaskan Al Ustasz H.Abu Bakar Ba'asyir dari tuduhan makar dan hanya dihukum dalam kasus pelanggaran imigrasi. Sebagai warga negara Indonesia Pak Syafi'i menyatakan wajib bersikap menghormati keputusan tersebut dan pihak asing tidak patut mencampuri keputusan peradilan di negara lain. Dalam pada itu pemerintah Indonesia cq Polri berhasil ditekan Boyce, sehingga Al Ustasz H.Abu Bakar Ba'asyir, begitu selesai menjalani hukuman beliau karena pelanggaran imigrasi, segera "dijemput" oleh Polri dan Al Ustasz H.Abu Bakar Ba'asyir meringkuk kembali dalam tahanan.

Kembali Amerika menampakkan arogansinya terhadap Indonesia. Kasus pencemaran di teluk Buyat mengundang intervensi pemerintah Amerika Serikat. Lagi-lagi Boyce meminta penyidik Mabes Polri untuk melepas para tersangka pencemaran di teluk Buyat dari tahanan. Boyce mendesak pelepasan itu dilakukan secepatnya. "Saya minta nereka dapat segera keluar," kata Boyce yang ditemani Concellor Jenderal Australia, Graham Swifr. Pernyataan serupa juga diungkapkan Boyce seusai menemui Presiden Megawati Soekarnoputeri di Istana Negara. Kepada Presiden Boyce mengaku prihatin atas penahanan warga AS. Seperti diketahui ada lima tersangka kasus pencemaran teluk Buyat. Selain tiga warga Indonesia (David Sompie, Jerrry Kojansow, Putra Wijayanti) ada dua warga asing yaitu William Long (AS) dan Phil Turnet (Australia). Presdir PT Newmont Minahasa Raya (NMR), Richard Ness, masih dalam pemeriksaan.

Ketua Pendiri LBH Kesehatan , Iskandar Sitorus, menyesalkan langkah yang dilakukan Dubes AS tersebut. Manuver Boyce, kata Iskandar, menunjukkan adanya intervensi terhadap hukum Indonesia. "Ini sama saja Dubes AS mengobok-obok kedaulatan hukum kita," tegasnya. Semestinya, tutur Iskandar, Boyce tetap membiarkan proses hukum berjalan sesuai dengan ketentuan di Indonesia. Langkah Boyce yang ingin menemui Kapolri bisa dimaknai sebagai benruk tekanan AS terhadap masalah tersebut.

Bagaimanapun juga, Iskandar memandang bahwa secara psikologis permintaan itu akan berpengaruh terhadap kebijakan polisi. Apa lagi AS banyak memberikan bantuan kepadaPolri. Iskandar berharap Polri tetap bisa bersikap mandiri dalam mengambil keputusan penangan kasus Newmont. "Harga diri Kepolisian, bahkan harga diri bangsa Indonesia dipertaruhkan," tegasnya.

Eloklah juga saya kutip sedikit dari Seri 639, berjudul "Teluk Buyat Menuju Teluk Minamata", bertanggal 22 Agustus 2004, bagi pembaca yang kurang mengikuti kasus Buyat ini, ataupun kalau mengikutinya sebagai penyegaran ingatan kembali.

"Bahwa keempat warga Desa Buyat Pantai telah tercemar Hg itu tak dapat diragukan lagi. Ini terungkap dari hasil analisa sampel darah mereka yang dilakukan Pusat Kajian Risiko dan Keselamatan Lingkungan (Puska RKL) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Indonesia (UI) bekerja sama dengan Laboratorium Departemen Kimia FMIPA UI. Hasil analisa dipaparkan Direktur Puska RKL Dr Budiawan kepada wartawan di Kampus UI Depok, Kamis (29/7-2004). Dengan menggunakan instrumen Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS), ditemukan kandungan total merkuri pada darah Rasit 23,90 ug/l, Masna 14,90 ug/l, Juhriah 22,50 ug/l, dan Rafika 9,51 ug/l.

Jika ditarik garis lurus, lokasi tambang itu berjarak sekitar 6 km di arah utara Teluk Buyat. Di sini terdapat hulu sungai yang bermuara ke Teluk Buyat. Sekitar 4 km ke arah timur laut, terdapat daerah bernama Lobongan yang menjadi areal tua penambang emas rakyat. Di sini pun terdapat hulu sungai, namun bermuara ke Teluk Totok.

Aktivitas tambang PT NMR menjadi sangat bersentuhan dengan warga Buyat Pantai. Pasalnya, dari tambang perusahaan Amerika ini, menjulur pipa sepanjang 9,5 km ke dasar Teluk Buyat. Berubahlah perairan ini sebagai "bak sampah raksasa" untuk limbah tambang yang disebut tailing (lumpur sisa proses pemisahan bijih tambang). Stasiun katup buang dari pipa tailing itu jaraknya hanya 50 meter dari pintu masuk Kampung Buyat Pantai. Warga Buyat Pantai akhirnya hidup dekat kubangan sampah tailing yang mengandung zat kimia arsen, antimon, dan merkuri."

***

Apa itu Tujuan Nasional? Bacalah permulaan alinea keempat Piagam Jakarta yang kemudian berwujud Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, dengan perubahan 7 kata. Tujuan Nasional ini ada tiga: pertama, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, kedua, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, ketiga, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tujuan Nasional yang ketiga tersebut diwujudkan dalam politik luar negeri Republik Indonesia yang bebas dan aktif.

Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa pemerintahan Megawati tidak begitu memegang teguh politik luar negteri yang bebas, karena tidak tahan terhadap tekanan pemerintah Anerika. Mudah-mudahan saja pemerintahan Megawati mengakhiri jabatannya secara "khusnul khatimah: (akhir yang baik) bersikap tegas tidak takluk pada arogansi Amerika dalam kasus teluk Buyat ini. Firman Allah:
-- WLA THNWA WLA ThZNWA WANTM ALA'ALWN ANKNTM MWaMNYN (S. AL 'AMRAN, 3:139), dibaca:wala- tahinu- wala- tahzanu- waantumul a'lawna ingkuntuk ku'mini-n (a. ali 'imra-n), artinya: Janganlah kamu lemah, dan janganlah kamu risau, kamu lebih unggul jika engkau beriman. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 3 Oktober 2004
----------------------------
Note:
Saya pungut dari cyber space dalam milis Muhammadiyah, tanggapan seorang TKI, yang bernama Dana Pamilih (nama samaran?) yang mencari makan di United Kingdom (UK), Kerajaan Inggris (KI), yang silau dengan negeri tempatnya mencari makan, sehingga menjadi begitu "sombong". Ia mencerca pejabat negara RI yaitu Polri dengan menulis (sic): "Kasus Newmont ini memang sangat tolol penanganannya." Alasannya? Demikian tulisnya (sic): "Kasus perdata seperti Newmont ini tidak memerlukan penangkapan." Demikianlah mentalitas sebagian TKI yang merasa dirinya hebat, karena sudah dapat mencari makan di negeri "modern" seperti UK itu. UK yang menjadi partner Amrik dalam perbuatan biadab meluluh lantakkan dengan pemboman membabi buta atas Afghanistan, membunuh ribu-ribuan penduduk sipil, perempuan dan anak-anak. Memporak-perandakan Iraq membunuh ribu-ribuan penduduk sipil, perempuan dan anak-anak. Menerjunkan kedua negeri yang berpenduduk Muslim itu Afghanistan dan Iraq itu ke dalam mushibah khaos. Kembali kepada TKI Dana Pamilih, walaupun pengetahuannya sangat picik, tidak dapat memilah antara tindak pidana dengan masalah perdata, ia menulis asal menulis saja, silau oleh negeri modern tempatnya mencari makan itu. Tidak dapat memilah antara tindak pidana yang memperhadapkan Newmont yang melanggar UU Lingkungan hidup melawan Negara RI, dengan masalah perdata yang memperhadapkan Newmont kepada penduduk yang menjadi korban pencemaran