25 Februari 2007

767. Atap Bocor vs Fenomena Alam

Saya pungut dari cyber space tulisan Adhi Rachdian seperti berikut:
atap rumah kita setiap tahun selalu bocor. kebocoran ini salah satu penyebabnya adalah hujan, sementara hujan bukan penyebab satu2nya karena ada penyebab lain diantaranya, kita lupa merawat atap tersebut sehingga setelah aus tidak cepat menggantinya. setelah kita ingat2 ternyata atap bocor ini terjadi setiap tahun, apakah ini bisa disebut fenomena? jawabnya adalah bisa. tetapi apakah hal tsb "fenomena alam"? tentu "tidak".

Dalam cerminan yang lebih makro, banjir di jakarta memiliki pola yang sama dengan ilustrasi atap bocor, hanya saja lebih kompleks faktor2 yang terlibat didalamnya.

***

Uraian Adhi Rachdian di atas itu bertolak dari asumsi Jakarta sebagai sistem setengah tertutup. Sistem hanya terbuka untuk input air hujan dan output ke laut . Lihat gambar:


Data curah hujan bisa diukur. Debit air ke laut adalah fungsi dari kapasitas sungai dibantu kanal. Resapan air ke tanah adalah fungsi perbandingan luas antara luas bangunan + pelataran + jalanan, berbanding luas daerah hijau. Banyaknya air yang ditampung kantong air adalah fungsi dari kapasitas
kantong air.

Baiklah saya kutip dari Seri 765 yang lalu::
Firman Allah SWT:
-- ZhHR ALFSD FY ALBR WALBhR BMA KSBT AYD ALNAS LYDzYQHM B'ADh ALDzY 'AMLWA L'ALHM YRJ'AWM (S. ALRWM, 30:41), dibaca:
--zhaharal fasa-du fil barri wal bahri bima- kasabat aidin na-si, liyudzi-qahum ba'dhal ladzi- 'amilu-, la'allahum yarji'u-na. (tanda - dipanjangkan membacanya), artinya:
-- Telah muncullah bencana di darat dan di laut akibat ulah tangan-tangan manusia, untuk dirasakan kepada mereka (oleh Allah) sebagian yang mereka kerjakan, supaya mereka kembali.

Ayat (30:41) difokuskan pada: bencana di darat, ulah tangan-tangan manusia dan supaya mereka kembali. Sudah dibahas bencana di darat dan ulah tangan-tangan manusia, yaitu bencana banjir karena ulah membabat hutan di hulu dan menanam hutan beton di hilir (baca: Jakarta). Lalu bagaimana dengan "supaya mereka kembali". Ada yang bisa dilakukan , tetapi ada pula yang sangat sukar dilakukan. Sekian kutipan tersebut.

Dalam hubungannya dengan potongan ayat: "supaya mereka kembali", maka yang bisa diupayakan sekarang dengan asumsi Jakarta sistem setengah tertutup hanyalah menambah kapasitas kanal, supaya dapat mengalirkan air yang dahulu tertampung oleh kantong-kantong air dan air yang dahulunya dapat meresap langsung ke dalam tanah. Atas Jakarta tidak mungkin lagi orang memenuhi "supaya mereka kembali". Tidak mungkin lagi ditambah kantong air, sama mustahilnya membongkar kembali gedung-gedung, dan pelataran supaya perbandingan antara luas tanah yang tertutup dengan luas tanah untuk resapan, yaitu 40% berbanding 60%. Yang bisa diupayakan sekarang dengan asumsi Jakarta sistem setengah tertutup adalah menambah kapasitas kanal seperti disebutkan di atas. .

Dalam realitas, Jakarta bukan sistem setengah tertutup. Ada banjir kiriman, lihat gambar di bawah..


Apakah kapasitas kanal mampu diupayakan oleh yang berwajib untuk mengimbangi debit banjir kiriman sehingga terjadi mizan (equilibrium) , antara input (banjir kiriman) dengan output (kapasitas sungai dibantu kanal) ? Itu bukan lagi fenomena atap bocor, melainkan fenomena alam bagi Jakarta. Fenomena atap bocor sudah pindah ke daerah hulu, yaitu atap bocor disebabkan oleh para orang kaya yang hampir semuanya penduduk Jakarta menanam villa-villa untuk kesenangan duniawi. Menanam villa-villa yaitu dengan membabat hutan, yang kena getahnya adalah seluruh penduduk Jakarta. Inilah yang disentil oleh Bidal Melayu lama: Tuah anjing, celaka kuda.

Alhasil atap bocor itu adalah lebih 1300 villa mewah di puncak tanpa IMB. Hulu Ciliwung meningkat 6 kali lipat pengurangan hutan mulai thn 2000.

Firman Allah:
-- WATQWA FTNt LA TSHYBN ALDZYN ZHLMWA MNKM KHASHt (S. AL ANFAl 8:25)
dibaca:
-- wattaqu- fitnatan la- tushi-bannal ladzi-na zhalamu- mingkum kha-shshah (s. Al anfa-l), artinya:
-- Peliharalah dirimu (waspadalah) dari bencana yang ditimpakan tidak hanya khusus atas yang berlaku zalim (aniaya) di antara kamu (saja).

Nah yang berlaku zalim penyebab atap bocor itu adalah itu para orangkaya penduduk Jakarta yang menanam pohon-beton sejumlah lebih 1300 villa mewah di puncak tanpa IMB, yang mengakibatkan hulu Ciliwung meningkat 6 kali lipat pengurangan hutan mulai thn 2000, karena hutan itu dibabat tanpa ampun. Penduduk Jakarta yang TIDAK zalimpun semuanya kena bencana. Jadi dalam hal ini wajib hukumnya bagi Pemda Jawa Barat memperbaiki atap di daerah puncak itu, yakni membongkar/membabat villa yang lebih 1300 yang tanpa IMB tersebut, kemudian bagiannya pranata hukum menuntut pemilik villa-villa itu atas dasar kejahatan lingkungan, dan di samping itu kejaksaan selaku kuasa hukum yang mewakili Negara menuntut secara perdata para pemilik villa tersebut atas kerugian negara akibat ulah mereka itu. Selanjutnya Pemda Jawa Barat bikin reboasasi secara intensif. Itulah makna kontekstual "supaya mreka kembali", yakni memperbaiki atap bocor di hulu Ciliwung.

Seperti diketahui Syari'at Islam yang dijabarkan dalam ilmu fiqh, ada empat klasifkasi:

  • Pertama yang 'ubudiyyaat, yakni tata cara beribadah yang ritual.
  • Kedua yang mu'amalaat, yaitu tentang hubungan antar manusia.
  • Ketiga yang munakahat, yakni pembinaan keluarga dan
  • Keempat jinayat, yaitu penegakan hukum.
Jadi menurut Syari'at Islam masalah lingkungan ini masuk dalam bidang jinayat. Para penanam hutan beton yang berwujud villa-villa mewah menurut Syari'at Islam harus diberlakukan sanksi yang tegas. Alhamdulillah kita sudah punya Undang-Undang tentang Lingkungan Hidup.WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 25 Februari 2007