26 Desember 2004

656. Menjawab Tangan-Tangan Gurita

Sebermula, perlu kiranya pembaca menengok kembali Seri 655 yang baru lalu. Metode yang termaktub dalam Al Quran, yaitu metode yang eksak secara matematis, sistem keterkaitan 19, seperti yang sering dibahas dalam Serial ini:
-- 'ALYHA TS'At 'ASyR, (S. ALMDTSR, 74:30), dibaca: 'alayha- tis'ata 'asyara, artinya: Padanya sembilan belas, lebih "sophisticated" dari metode hermeneutika. Mengapa? Karena metode hermeneutika hanya sampai membicarakan kata, akan tetapi metode Al Quran bukan hanya sampai pada kata, tetapi sampai kepada huruf dan bilangan, sedangkan pada Bible orang tidak bisa bicara huruf, dalam bahasa apa dan huruf mana dari Bible yang akan diambil jadi obyek pembahasan?

Perkara para penafsir Injil (bukan Injil saja, melainkan Bible secara keseluruhan -HMNA-) sudah berdamai dengan metode hermeneutika, maka mengapa para penafsir Al Quran tidak mau legowo berdamai pula dengan metode hermeneutika ini, seperti dikehendaki oleh Ari Condro, maka dengan tegas saya jawab: Itu urusan ummat Nashrani mau berdamai dengan hermeneutika, tetapi para penafsir Al Quran tidak perlu dan tidak ada gunanya berdamai dengan hermeneutika dengan argumentasi seperti berikut:
-- pertama, ketiadaan bahasa asal Bible dewasa ini,(*) maka mau tidak mau, suka atau tidak suka para theolog Yahudi dan Nashrani mencari jalan dan metodologi untuk memahami kembali Bible melalui hermeneutika, sedangkan bahasa asal Al Quran tetap exist, bahkan bahasa Arab itu hidup karena pengaruh yang dihidupkan oleh bahasa Al Quran (bandingkan dengan nasibnya bahasa yang dipakai dalam Taurah, yaitu bahasa 'Ibriyyah (Hebrew) kuno yang telah mati, nasibnya bahasa yang dipakai dalam Injil, yaitu bahasa Aram yang telah mati, dan nasibnya bahasa yang dipakai dalam Veda, yaitu bahasa Sangsekerta yang telah mati).
-- kedua, mau tidak mau, suka tidak suka, mereka harus berdamai, berhubung di dalam Bible tidak ada termaktub tentang metode yang menentang metode hermeneutika ini, sedangkan seperti dikemukakan di atas dalam Al Quran ada termaktub metode yang eksak secara matematis, yaitu metode sistem keterkaitan 19 untuk melawan metode hermeneutika yang antara lain berupaya dengan sia-sia untuk membongkar keotentikan mushhaf (teks) Al Quran Rasm 'Utsmaniy, seperti yang diupayakan oleh Taufik Adnan Amal MA (TAA), dalam karya otaknya berjudul "Al Quran Antara Fakta dan Fiksi" tersebut.

Maka asas paralelisme Abu Zayd dan Ari Condro yang memparalelkan Al Quran dengan Bibel tersungkurlah sudah dengan kedua argumentasi di atas itu.

Akan diberikan sebuah contoh di antara sekian banyak contoh yang telah dikemukakan dalam Kolom yang saya asuh ini. Khusus untuk menjawab bahasa gaulnya Muh Syafei yang nyleneh tersebut, saya ulang menulisnya: Apa iya kritik matan Hadits bisa dibawa ke tingkat yg lebih tinggi (Quran)? Mestinya sih bisa ya .. cuman, resistensinya itu lho .. mana tahan. Maka ini jawaban saya: Bukan mana tahan, tetapi ditahan oleh sistem keterkaitan matematis 19. Memang ada perbedaan antara Al Quran dengan Hadits, pertama dari segi balaghah bahasa Al Quran lebih tinggi dari bahasa yang dipakai dalam Hadits, kedua dalam hal Al Quran substansi dan redaksionalnya (teks) otentik, sedangkan dalam hal Hadits substansinya yang otentik, tetapi teksnya tidak, sehingga adab mengucapkan atau menuliskan Hadits dianjurkan ditambah dengan aw kamaa qaala (atau seperti yang dikatakan). Mengapa saya katakan kritik matan (teks) Al Quran bukan mana tahan tetapi ditahan?

Mari kita kritik kata BSM (bismi) dalam BSM ALLH ALRHMN ALRHYM. Sebenarnya BSM harus terdiri dari 4 huruf, bukan tiga huruf, yaitu seharusnya BASM, oleh karena kata ini terdiri dari huruf jar B (bi) dan ism ASM (ismun), jadi dalam menuliskan BSM sebenarnya telah dicopot Alif, dari BASM menjadi BSM. Namun kritik ini ditahan (bukan: mana tahan) oleh alat kontrol sistem keterkaitan matematis 19. Coba lihat hasil kritik teks, yaitu BSM menjadi BASM, yakni BASM ALLH ALRHMN ALRHYM, silakan dihitung sendiri 20 jumlah huruf bukan? Dan coba hitung sendiri teks yang asli: BSM ALLH ALRHMN ALRHYM, 19 huruf bukan? Jadi bukan mana tahan tetapi ditahan oleh alat kontrol sistem keterkaitan matematis angka 19.

Contoh Basmalah di atas juga untuk menjawab olah akal TAA: "Rincian perjalanan historis kitab suci ini, terutama pada tahapan awalnya, telah ditempa serta dijalin dengan sejumlah fiksi dan mitos yang belakangan diterima secara luas sebagai fakta sejarah. Bagi rata-rata sarjana Muslim, 'keistimewaan' rasm utsmani merupakan misteri ilahi dan karakter kemukjizatan al-Quran. Tetapi, pandangan ini lebih merupakan mitos ketimbang prasangka dogmatis." Wahai TAA, ini bukan fiksi dan mitos, melainkan fakta sejarah dan karakter kemu'jizatan Al Quran, karena keotentikan "teks" Rasm 'Utsmaniy diperkuat oleh data numerik yang eksak.(**)

Yang terakhir kritik TAA atas teks "ibil" dalam Rasm 'Utsmany dengan pendekatan qiraah, bahwa bacaan "ibil" (unta, 88:17) dalam konteks 88:17-20, sangat tidak koheren dengan ungkapan "al-sama'" (langit), "al-jibal" (gunung-2), dan "al-ardl" (bumi). Dalam bacaan Ibn Mas'ud, Aisyah, Ubay, kerangka grafis yang sama dibaca dengan mendobel "lam", yakni "ibill" (awan). Bacaan pra-utsmani ini, jelas lebih koheren dan memberikan makna yang lebih logis ketimbang bacaan mutawatir ibil.

Perkataan "ibil" (takhfif) mempunyai dua makna: pertama unta, dan yang kedua awan yang membawa hujan. Maka rasm "ibil" itu bisa memuat makna unta dan awan sekaligus, sedangkan rasm "ibill" (tatsqil) ia hanya memuat makna awan semata-mata. Lagi pula menurut Imam Al Qurthubi perkataan "ibil" itu muannats (gender perempuan), sesuai dengan pemakaian fi'il mabniy majhul "khuliqat", dalam ayat:
-- AFLA YNZHRWN ALY ALABL KYF KHLQT (S. ALGHASYYt, 88:17), dibaca: afala- yanzhuru-na ilal ibili kayfa khuliqat (s. algha-syiyah), artinya: Tidakkah mereka memperhatikan ibil bagaimana (ia) diciptakan.

Jadi Rasm 'Utsmaniy "ibil" yang berarti awan yang mengandung hujan dan unta lebih komprehensif ketimbang qiraah "ibill" yang hanya berarti awan, yang dikemukakan TAA sebagai penyambung lidah Luthfi tersebut. Alih-alih mau mengkitik/meluruskan rasm "ibil" dengan qiraah "ibill", TAA dan sekaligus Luthfi jadinya tersungkur.

Tulisan Masdar Farid Mas'udi "Meninjau Ulang Waktu Pelaksanaan Haji", telah dibahas panjang lebar dalam Seri 614, berjudul "Masalah Lempar Jamrah di Mina Tidak Perlu Fiqh Baru", jadi yang berminat silakan dibaca Seri 614 tersebut. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 26 Desember 2004
------------------------------
(*)
Septugiant yang berbahasa Yunani adalah rujukan asal Perjanjian Lama. Mengapa Septugiant berbahasa Yunani, karena Septugiant adalah terjemahan dalam bahasa Yunani dari bahasa Ibrani, yang teks aslinya sekarang sudah hilang. (Septuagiant [Lat.,=70], oldest extant Greek translation of the Hebrew Bible made by Hellenistic Jews, from Alexandria, c.250 B.C. The Septuagint was translated from texts now lost. No copy of the original translation exists; textual difficulties abound. The symbol for the Septuagint is LXX." => http://encyclopedia2.thefreedictionary.com/Septugiant).

(**) Tabulasi jumlah huruf alif+lam+mim dalam 8 surah yang dibuka dengan 3 huruf [alif, lam, mim] setelah Basmalah yang diikat oleh bilangan interlock 19, itu menunjukkan:

  • mu'jizat Al Quran, karena tidak mungkin jalinan interlock 19 itu buatan manusia.
  • keotentikan teks Rasm 'Utsmaniy, sebab kalau tidak otentik, tentu saja tabulasi itu tidak dapat bertahan terhadap mengalirnya sang waktu.
  • teks Rasm 'Utsmaniy bukan mitos, karena siapa bilang data numerik itu mitos.
  • teks Rasm 'Utsmaniy kebal terhadap hermeneutika.

Surahmimlamalif
Al Baqarah2175 3204 4592
Ali 'Imran1251 1885 2578
Al A'raf1165 1523 2572
Ar Ra'd260 479 625
Al 'Ankabut 347 554 784
Ar Rum318 396 545
Luqman 177 298 348
As Sajadah158 154 268
Jumlah 5871+ 8493 +12312
= 26676 = 1404 x 19