13 April 2008

823. Insiden Film Fitna(h) dan Nilai Ganda Pemerintah Belanda

Insiden ini bermula dari tangan kotor Geert Wilders (wilder = Jalang) anggota tweede kamer (parlemen Belanda), ketua dari Partij voor de Vrijheid (Partai Kemerdekaan, Freedom Party), sebuah partai rasist di negeri Belanda. Pembenci Islam dan ummat Islam ini membuat film Fitna(h) berdurasi sekitar seperempat jam yang berisi kebohongan dan rekayasa. Film ini dimulai dengan buah tangan kriminal kartunis Denmark yang menggambarkan sebuah sumbu bom yang mulai disulut dan film ini diakhiri dengan bom yang disulut itu meledak. Si Jalang ini membuat pesan dengan filmnya ini bahwa Islam datang untuk menimbulkan malapetaka, dan dengan membiarkannya akan membinasakan bangsa-bangsa non-Muslim.

AlhamduliLlah, situs-situs populer seperti YouTube, MySpace, Multiply, RapidShare, telah diblokir oleh penyedia jasa Internet di Indonesia, termasuk Telkom Speedy. Menteri Komunikasi dan Informatika Muhammad Nuh mengatakan, pemerintah telah melakukan bloking terhadap film Fitna(h) di situs YouTube milik Google, setelah pemerintah melayangkan surat pemilik situs YouTube untuk menutup penyebaran film Fitna(h). M.Nuh mengatakan, google juga menawarkan kerjasama dengan pemerintah di antaranya adalah jika dari Indonesia ada file atau bahan yang bertentangan dengan hukum, maka google tidak akan menerima masyarakat yang akan meng-apload. Sehubungan dengan tawaran dari google itu, maka tentu akan lebih elok lagi jika Menteri Komunikasi dan Informatika Muhammad Nuh mengusahakan pula agar diblokir juga penyebaran di internet penghinaan atas Nabi Muhammad SAW antara lain karana mengahwini Siti Aisyah yang bagi mereka masih muda, contohnya dapat dilihat di youtube

Film ini dapat disorot dari segi:
Pertama: penyajian ayat yang di luar konteks dari maknanya, seperti contohnya:
-- WA'ADWA LHM MA ASThT'ATM MN QWt WMN RBATh ALKhBL TRHBWN BH 'ADW ALLH W'ADWKM WaAKhRYN MN DWNHM LA T'ALMWNHM ALLH Y'ALMHM (S. ALANFAL, 8:60), aerinya:
-- wau'iddu- lahum mastatha'tum min quwwatin wamir riba-thil khabli turhibu-na bihi- 'aduwwaLla-hi wa'aduwwakum wa a-khari-na min du-nihim la- ta'lamu-nahumuLla-hu ya'lamuhum, artinya:
-- Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk kamu menggentarkan dengannya musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya (dalam konteks kekinian kuda-kuda itu bisa berupa tank, pesawat tempur, artilleri, missil yang sebagiannya berhulu ledak nuklir dll.)

Si Jalang dalam filmnya itu memisahkan ayat itu dengan ayat berikutnya, untuk memberikan kesan "turhibu-na bihi-" (menggentarkan dengannya) yang mengindikasikan terror. Padahal secara rasional memperkuat negeri dengan senjata yang menggentarkan secara internasional dari dahulu higga sekarang dilakukan oleh negara-negara untuk menjadi "super power", seperti Amrika dan Inggris. Bedanya Amerika dan Inggris dengan isi ayat di atas itu, adalah makna ayat itu untuk mempertahankan diri, tidak agresif seperti Amerika Inggris cs yang menyerang negeri-negri Muslim seperti Afghanistan dan Iraq.

Lanjutnya ayat (8:60), yaitu ayat (8:61) yang sehrusnya keduanya tidak boleh dipisahkan:
-- WAN JNhWA LLSLM FAJNh LHA WTWKL 'ALY ALLH ANH HW ALSMY'A AL'ALYM (S. ALANFAL, 8:61), dibaca:
-- wain janahu- lissilmi fajnhu laha- wa tawakkal 'alaLla-hi innhu- huwas sami-'ul 'ali-m, artinya:
-- Dan jika mereka cenderung kepada perdamaian, maka cenderunglah juga kepadanya (nya=perdamaian) dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.

Kedua, Video clips yang di luar konteks, yaitu berupa tipuan berupa distorsi dari kejadian sebenarnya, sehingga dapat menipu mereka yang menyaksikannya. Ditayangkan seorang syaikh mengayunkan pedang untuk membangkitkan semangat jihad melawan kuffar yang menduduki Iraq. Apa mesti ummat Islam penduduk Iraq diam saja berpangku tangan, sedangkan kuffar menduduki negerinya. Islam bukan agama kekerasan, tetapi juga tidak boleh berlemah lembut, untuk tidak melawan mengangkat senjata. Islam bukan agama kekerasan, tetapi di satu sisi Islam adalah agama yang penganutnya harus bersikap muruah (dignity) pantang dihina.

***

Perdana Menteri Belanda Dr Jan Peter Balkanende, seperti yang tertulis dalam surat yang ditujukan kepada Ketua Umum PB NU KH Hasyim Muzadi, mengatakan Wilders tidak mewakili Belanda. Masih menurut PM Jan Peter, hukum Belanda tidak bisa menindak tegas pemutar film, apabila aspek yang ditimbulkan dari film itu belum terlihat.

Melihat surat Perdana Menteri Belanda itu, maka benarlah apa yang dikemukakan oleh Muhammad Ismail Yusanto, Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia, bahwa pemerintah negara-negara barat termasuk Belanda memakai *Standar ganda*, yaitu mengkritik kebenaran terjadinya Hollocaust (pembantaian massal) yang dilakukan oleh Nazi terhadap orang Yahudi di Eropa, maka pengkritik itu diseret ke pengadilan sebagai tindakan kriminal. Bukankah mengkritik Hollocaust juga bagian dari kebebasan berpendapat? Mengapa untuk kritikan terhadap Hollocaust dilarang, sementara penghinaan terhadap Islam dibiarkan?

Standar ganda seperti ini sering terjadi, terutama pada perkara yang berkaitan dengan Islam dan umat Islam. Hamas yang berjuang membebaskan negerinya dari penjajahan Israel disebut teroris. Tindakan Israel yang membunuh banyak rakyat sipil disebut aksi membela diri. Iran yang mengembangkan teknologi nuklir dicurigai ingin membuat bom nuklir, sedangkan Amerika, Inggris, Israel, Rusia, dll, bahkan sudah lama memproduksi bom nuklir.

Bagaimana kita, sebagai umat Islam menyikapi fenomena insiden film Fitna(h) ini? Ada seruan Mahatir Muhammad untuk memboikot
produk dari Belanda. Sungguhpun di Belanda tidak sedikit ummat Islam yang bekerja, namun seruan Mahatir Muhammad patut mendapat perhatian. Bahwa dalam perjuangan tentu ada yang korban. Pada sisi lain, effek seruan itu akan sama hasilnya dengan bangsa kita dahulu, yang oleh Belanda diterapkannya politik adu domba, sebagian bangsa Indonesia diadu dengan sebagiannya. Nah politik adu doma itu kita pakai juga sekarang: Belanda lawan Belanda. Biarkan si Jalang dan partainya dituntut secara hukum oleh pemilik Perusahaan Belanda yang dirugikan oleh aksi boikot itu. WaLlahu a'lamu bisshawab.

***

Makassar, 13 April 2008