7 Februari 2010

909. Dari Bali ke Century, dari Syahril Sabirin ke Boediono

Firman Allah:
-- WLTNZhR NFS MA QDMT LGhD (S. ALHSyR, 59:18), dibaca:
-- waltanzhur nafsum ma- qaddamat lighadin, artinya:
-- Dan mestilah orang mengkaji apa yang lalu untuk masa depan.
Kita mulai dahulu dengan MA QDMT (apa yang lalu). Kasus bank Bali begitu banyak pelanggaran, baik secara pidana, perdata maupun politis. Ada jaringan money politics, dalam transaksi penagihan piutang bank Bali terhadap BDNI, BUN dan Bank Bira senilai Rp 3 triliun, yang melibatkan sejumlah pejabat tinggi negara. Presiden BJ Habibie menyetujui pemeriksaan tiga pejabat tinggi waktu itu, salah satunya Gubernur bank Indonesia Syahril Sabirin, sebagai saksi dalam kasus skandal bank Bali. Syahril kemudian jadi tersangka setelah Wakil Dirut bank Bali Firman Soetjahja saat diperiksa tim penyidik bernyanyi ada pertemuan di Hotel Mulia pada 11 Februari 1999 yang membahas soal cessie (perjanjian pengalihan). Dan akhirnya Syahril divonis tiga tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
***
Di masa Presiden Soekarno, tercatat beberapa kali posisi Wapres dilowongkan. Di masa Presiden Soeharto, pernah terjadi 2 kali masa yang posisi Wapres juga dilowongkan. Terakhir, Presiden B.J.Habibie tidak pernah didampingi Wapres. Demikianlah, perihal kekosongan Wapres, dilihat dari kejadian masa lalu, ternyata hal itu bukan hal yang tabu.
Pada tanggal 20 Nopember 2008, di kantor Wapres di gelar rapat kabinet terbatas yang dipimpin oleh Jusuf Kalla sebagai Presiden Ad Interim, yang dihadiri antara lain oleh Gubernur BI Boediono, Menkeu Sri Mulyani, Menperin Fahmi Idris, Meneg BUMN Sofyan Djalil, Kepala BKF Anggito Abimanyu, dan Staf Khusus Presiden urusan Timteng Alwi Shihab.
Pada rapat yang dipimpin oleh pelaksana tugas Presiden tersebut, antara lain dibahas juga mengenai situasi dan keadaan ekonomi nasional. Selama rapat tersebut berlangsung, Boediono selaku Gubernur BI dan Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan sekaligus (baca: KSSK), sama sekali tidak menyinggung bahwa keadaan ekonomi nasional Republik Indonesia lagi genting, artinya perekonomian sampai dengan saat rapat itu normal saja.
Selanjutnya, masih di tanggal yang sama, Boediono dan Sri Mulyani dalam rapat KSSK, memutuskan untuk menyuntikkan dana sebesar Rp. 6,7 trilyun kepada bank Century, karena katanya keadaan ekonomi negara Republik Indonesia lagi genting dan gawat serta mencekam akibat bahaya sistemik. Sungguh luar biasa, tidak masuk akal sehat, hanya dalam selang beberapa jam saja, keadaan ekonomi yang normal pada siang harinya, langsung berubah menjadi gawat pada malam harinya. Itu artinya ada kebohongan, tidak ada yang gawat, keadaan sistemik hanya alasan pembenaran saja untuk menutup alasan sebenarnya, yaitu patut diduga memberikan keuntungan dari keuangan negara kepada sesiapa/Mr X. Itu yang pertama. Dan yang kedua kebijakan KSSK (Boediono dan Sri Mulayani) tanpa payung hukum. Mengapa? Karena keputusan DPR tidak menerima Perpu No 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK).
***
Selanjutnya LGhD (tinjauan masa depan) dalam konteks Skandal bank Century. Mudah-mudahan Pansus tidak masuk angin, sehingga pada akhirnya Pansus menyatakan Boediono dan Sri Mulyani yang bertanggungjawab dan skandal bank Century tersebut diselesaikan oleh hukum, seperti yang menimpa Syahril Sabirin. Jika hal itu yang harus terjadi, maka setidaknya ada dua opsi yang bisa dilakukan oleh Presiden SBY terhadap jabatan Wapres yang terpaksa secara teknis (bukan impeachment thd Wapres yang lambang negara) harus ditinggalkan oleh Boediono karena mengalami proses hukum yang waktunya dari penyelidikan ke penyidikan ke persidangan makan waktu yang tidak terukur.
Opsi pertama, adalah mengisi kembali jabatan Wapres. Menurut aturan, jika kekosongan itu dikehendaki untuk diisi kembali, maka Presiden harus mengajukan 2 orang calon Wakil Presiden kepada MPR. Selanjutnya, selambat-lambatnya dalam waktu 60 hari, MPR akan menyelenggarakan Sidang MPR untuk memilih Wapres dari 2 orang calon yang diajukan oleh Presiden.
Opsi kedua, posisi Wapres tetap dilowongkan, karena itu bukan hal yang tabu seperti dikemukakan di atas. Dan tokh didalam menjalankan pemerintahan, Presiden SBY telah dibantu oleh 3 orang Menteri Koordinator, yang masing-masing membawahkan bidang perekonomian, Polhukam, dan Kesra. Di samping itu Presiden SBY dapat menunjuk seorang atau dua orang Menteri sebagai pembantu utamanya dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya sebagai Kepala Pemerintahan. Tokh, ada Wakil Menteri yang akan melaksanakan tugas Menteri yang ditunjuk sebagai pembantu utamanya tersebut.
Alhasil, patut diduga bahwa opsi inilah yang akan dipilih oleh SBY. Dan kalau ini yang terjadi, lepaslah kabinet SBY dari pengaruh neo-lib. Tidaklah perlu SBY mengikuti jejak Soeharto untuk legowo menyatakan berhenti menjadi Presiden, asal saja di samping Sri Mulyani, itu Menteri Perdagangan yang penganut neo-lib juga diganti.

WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 7 Februari 2010