22 Agustus 2010

937. Jasmani, Nafsani dan Ruhani

Dalam bahasa Makassar dikenal ungkapan: rupa tau, ilalanganna taua dan maqnassa tau. Manusia dapat dikenal identitasnya dari tubuh kasarnya, inilah yang disebut dengan rupa tau (rupa manusia), yang dikenal dengan istilah jism. Di dalam jism ada bagian halus, itulah yang disebut ilalanganna taua (bagian dalam manusia), yang dikenal dengan istilah nafs. Lebih dalam dari itu ada bagian yang sangat halus, itulah yang disebut maqnassa tau (manusia sesungguhnya), yang dikenal dengan istilah ruwh (ruh).
 
Ilmu yang menyangkut dengan jism disebut ilmu jasmani, ilmu tubuh manusia. Ilmu mengenai nafs disebut ilmu nafsani (ilmu kedirian, ilmu jiwa, psikologi). Nafs inilah yang berpikir (berakal) serta berkemauan. Ruh menyebabkan manusia sadar akan existensinya. Ruh itu menyinari jiwa sehingga jiwa itu menyadari semua aktivitasnya: berpikir dan berkemauan. Jadi tidak ada alam bawah sadar, karena sesungguhnya yang disebut alam bawah sadar itu itu tidak lain dari rekaman dalam kulit otak ibarat pita rekaman (tape recorder) ttg pengalaman masa lalu. Ruh juga mengatur perimbangan aktivitas jiwa dalam sauq (merasa ruhaniyah), berpikir dan bernaluri. Hanya itulah pengetahuan manusia yang sedikit tentang ruh. Tidak ada ilmu ruhani, oleh karena ruh tidak dapat dikaji oleh manusia. Mereka bertanya kepada engkau tentang ruh, katakan ruh itu urusan Maha Pengaturku dan tidaklah kamu  diberi pengetahuan kecuali sedikit (S. Bany Israaiyl, 17:85).
 
Ada tiga jenis kecerdasan, yaitu kecerdasan sauq, kecerdasan pikiran (rasio) dan kecerdasan naluri (instink). Sauq di dalam shadr (sadru), berpikir di dalam fuad, dan bernaluri di dalam haway (hawa). Berpikir dan bernaluri memakai mekanisme otak. Sauq diukur dalam besaran sauq quotient (SQ), kecerdasan pikiran diukur dalam besaran intelligence quotient (IQ), namun sepanjang pengetahuan saya  kecerdasan naluri belum ada tolok ukurnya. Ada pula yang disebut qalb (qalbu) dan lubb (lub). Hubungan di antara kelima substansi itu dapat dijelaskan dalam bentuk rumus:
 
    qalbu = lub   + hawa
    lub   = sadru + fuad
    qalbu = sadru + fuad + hawa
 
Iman diganggu / dibisiki setan di dalam sadru manusia (S. An Naas, 114:5).
 
Puncak kecerdasan sauq ialah rasa cinta, al-Nafs al-lMuthmainnah, nafs yang tenang (S. Al Fajr, 89:27). DzikruLlah (ingat akan Allah) ialah dengan sauq. DzikruLlah bagi seorang sufi dalam lapangan tasawuf akan mencapai puncaknya berupa rasa cinta kepada Allah dan RasulNya. Kecerdasan berpikir filosof dan pakar dalam lapangan filsafat dan ilmu pengetahuan akan menghasilkan kepuasan intelektual.
 
Apabila dalam diri seseorang tercapai keseimbangan antara sauq dengan pikiran, maka dalam Al Quran yang bersangkutan mendapat predikat Ulu l-Albaab. Al-Albaab adalah bentuk jama' dari al-Lubb. Siapakah Ulu l-Albab itu? Yaitu mereka yang berdzikir (ingat) akan Allah tatkala berdiri, duduk dan berbaring, dan memikirkan tentang terciptanya (benda-benda) langit dan bumi (lalu berkata): Wahai Maha Pemelihara kami tidaklah Engkau jadikan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau peliharalah kami dari azab neraka (S. Ali 'Imraan, 3:191).
 
Demikianlah, Ulu l-Albaab ialah mereka yang jiwanya berdzikir dan berpikir secara seimbang, SQ dan IQ-nya sama tingginya. Keseimbangan SQ dengan IQ dikenal dengan ESQ (emotional spiritual quotient).
 
Naluri mempertahankan diri berwujud mencari makanan kalau lapar, mencari minuman kalau haus, melawan atau melarikan diri kalau diancam bahaya, dan hasrat sexual untuk melanjutkan keturunan. Apabila manusia mati, ruhnya ke alam barzakh menanti hari qiyamat (berbangkit). Demikianlah ruh itu kekal, sedangkan jiwa padam dalam genggaman Allah, dan tubuh hancur menjadi tanah setelah manusia mati. Pada hari qiyamat ruh mendapat jasad baru yang tidak akan rusak lagi dan jiwa hidup kembali.
-- ALLH YTWFY ALANFS hYN MWTHA WALTY LM TMT FY MNAMHA FYMSK ALTY QDhY 'ALYHA ALMWT WYRSL ALAKhRY ALY AJL MSMY (S. ALZMR, 39:42), dibaca: Alla-hu yatawaffal anfusa hiyna mawtihaa wallati- lam yamut fi- mana-miha- fayumsikul lati- qadha- 'alayhal mawta wayursilul ukhra- ila- ajalin musamman, artinya:
-- Allah mewafatkan jiwa ketika matinya dan yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia genggamlah jiwa yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan.
 
Bukan saja sauq dan pikiran yang harus seimbang. Jiwa harus pula menyeimbangkan lub di satu pihak dengan naluri di lain pihak. Naluri yang agresif akan menurunkan kecerdasan naluri hingga ketitik yang serendah-rendahnya, (S. At-Tiyn, 95:5), yaitu naluri mempertahankan diri itu menjadi liar, sehingga  seseorang akan menjadi pemangsa sesamanya (kannibal). Kecerdasan naluri mencapai puncaknya jika terjadi keseimbangan antara lub dengan naluri.
 
Dalam bulan Ramadhan jiwa dilatih untuk mengendalikan naluri mempertahankan diri yang terdiri utamanya dari hasrat yang bersifat biologis, yaitu makan minum dan sex. Demikianlah puasa dapat meningkatkan kecerdasan naluri, hasrat biologis dapat terkendali.
 
Rasulullah SAW bersabda:
-- Man Shaama Ramadhaana Iymaanan wahtisaaban Ghufira lahu maa Taqaddama min Dzanbihi (HR Bukhariy), artinya:
-- Barang siapa berpuasa Ramadhan dengan iman dan menghisab diri, maka diampuni dosanya yang telah liwat.
 
Dalam bulan Ramadhan jiwa mengadakan imanan wahtisaban (menghisab diri, introspeksi atas dasar iman) sehingga jiwa dapat meningkatkan kecerdasan  sauq dan pikiran. Dan yang tidak kurang pentingnya, puasa dapat merasakan derita orang miskin yang juga akan meningkatkan kecerdasan sauq. Jikalau tingginya IQ (hasil ihtisaban) hanya menggeluti teori-teori mengentaskan kemiskinan, maka tingginya SQ (hasil olah sauq) yang membuahkan rasa cinta dan solidaritas atas derita rang-orang sengsara hidupnya, akan menumbuhkan sikap tanggung jawab untuk mewujudkan teori-teori mengentaskan kemiskinan itu dalam kenyataan. WaLlahu a'lamu bisshawab.
 
*** Makassar, 22 Agustus 20