10 Juli 2011

982 Hukuman Penggal itu Biadab?

Saya menerima beberapa e-mail yang mengkritik: "Mengapa ustadz diam saja tidak bicara ttg TKW." Baiklah, saya akan fokuskan bahwa tidaklah pada tempatnya jika keteledoran Pemerintah Arab Saudi tidak memberitahu Kedutaan Besar RI mengenai pelaksanaan eksekusi penggal atas terpidana Ruyati itu beregser menjadi isu yang dikobar-kobarkan bahwa hukuman pancung itu biadab.
 
Jumat (24/6/2011)
Pukul 09.00, puluhan anggota ormas Pemuda Pancasila dari Brebes melakukan longmarch dan menggalang dana untuk membantu membebaskan TKI asal Subang, Jawa Barat tersebut. Mereka juga membawa poster bertuliskan antara lain "Lindungi TKI di Luar Negeri" "Hukuman Pancung Biadab"
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2011/06/24/89196/Pemuda-Pancasila-Galang-Dana-untuk-Darsem
 
Perang Khandaq
Huyayy bin Akhtab pemuka Yahudi Banu Nadzir menghasut kabilah-kabilah Quraisy dan Ghatafan, sehingga terbentuklah pasukan Al-Ahzab (konfederasi) Yahudi, Quraisy dan Ghafatan dengan kekuatan 20.000 orang datang menyerbu Madinah.
 
Ada bagian Kota Madinah yang terlindung oleh benteng-benteng Yahudi Banu Quraizhah dan pepohonan kurma. Akan tetapi ada pula bagian yang terbuka sama sekali. Atas saran Salman Al-Farisi, pada bagian terbuka itu dibuat lini pertahanan dengan menggali parit (khandaq).
 
Pasukan Al-Ahzab terpaksa berehenti dan berkemah di depan parit. Karena Yahudi Banu Quraizhah  ada pakta perjanjian dengan kaum Muslimin untuk saling membantu dalam mempertahankan Madinah jika diserang musuh, maka pihak konfederasi menempuh taktik licik. Mereka sepakat menunjuk Huyayy bin Akhtab  untuk membujuk Yahudi Banu Quraizhah  supaya memutuskan perjanjian secara sepihak dengan kaum Muslimin. Huyayy bin Akhtab   berhasil bujukannya dan Yahudi Banu Quraizhah  bersedia menohok Madinah dari belakang lini.
 
Allah SWT menggagalkan rencana berbahaya itu. Pada malam yang esoknya akan dilakukan serangan frontal, angin yang sangat dingin bertiup dengan sengitnya: 
-- FARSLNA 'ALYHM RYhA WJNWDA LM TRWHA (S. ALAhZAB, 33:9), dibaca: fa arsalnaa 'alaihim riihaw wajunuudal lam tarawhaa, artinya:
-- Maka Kami kirim kepada mereka angin badai dan pasukan yang kamu tidak melihatnya.
 
Angin membongkar kemah, menggulingkan periuk, menumpahkan air pada api yang segera padam. Menurut tahyul api menyala pertanda baik, api padam pertanda buruk. Dua pertiga malam berlalu medan pengepungan telah bersih dari kemah. Pasukan konfederasi bubar, Perang Khandaq berakhir.
 
Baru saja Rasululah akan menaruh senjata beliau di rumah, Jibril datang dan menunjuk ke arah YBQ, maka RasuluLlah SAW keluar menghadapi mereka [H.R. Bukhari]. Yahudi Banu Quraizhah segera dikepung benteng-bentengnya yang berlangsung selama lebih dari 25 hari, sehingga mereka menyerah karena kehabisan bekal. Pengaturan penyerahan itu tidak berjalan mulus, karena mayoritas Yahudi Banu Quraizhah   menolak RasuluLlah SAW untuk menjadi hakim. Yahudi Banu Quraizhah   mengusulkan Sa'd bin Mu'adh kepala kaum Aus sebagai hakim, karena ada pakta persekutuan mereka dengan kaum Aus. Dan Nabi Muhammad SAW menyetujuinya. Sa'd bin Mu'adh   memutuskan mereka yang melakukan kejahatan perang dijatuhi hukuman penggal. Di sebuah pasar di Madinah digali beberapa buah parit. Para penjahat perang Yahudi Banu Quraizhah itu dipenggal di sana, dan di dalam parit-parit itu mereka dikuburkan.
 
Permainan Stigma
Barat bermain stigma (noda), yang mendefinisikan dirinya sebagai peradaban yang lebih tinggi ketimbang belahan dunia lain. Superioritas geopolitik Barat membawa mereka untuk mendefinisikan dunia dalam dua bagian: The West and The Rest. Mind set ini tidaklah lahir tiba-tiba; ia dibentuk oleh suatu kebanggaan luar biasa terlahir sebagai bangsa Barat yang berperadaban tinggi, terutama pasca era Renaissance. Barat menderita narcisisme: penyakit mengagumi diri sendiri dan tidak memiliki kesediaan untuk mengakui bahwa peradabannya merupakan sumbangan dari peradaban yang ada sebelumnya. Padahal dalam kenyataannya peradaban Barat berutang luar biasa besar kepada Islam.
 
Penyakit narcisisme ini membawa Barat untuk memandang Islam (dan peradaban lain) secara negatif. Dalam Perang Salib mereka menyebut pasukan Mujahidin Khilafah Islamiyah dengan sebutan Saracen, yang secara etimologis berarti orang asing, tetapi lebih sering dimaknai sebagai orang tak beradab. Kaum Saracen dipandang sebagai orang-orang buta dan bodoh yang menyembah Muhammad.
 
Demikianlah stigma ini berkembang menjadi lebih kompleks. Dan inilah akar dari inspirasi oleh mereka untuk mendiskreditkan Islam dengan cara-cara yang irasional, antara lain menyatakan hukuman penggal yang dilaksankan di kawasan tengah itu biadab.
 
Amnesty Internasional
Penganut humanisme liberal agnostik menganggap kemanusiaan di atas segala-galanya(*). Dan inilah tempat bertumpu Hak Asasi Manusia sebagai senjata Amnesty Internasional untuk selalu campur tangan dalam pelaksanaan syari'ah. Seperti diketahui Amnesty Internasional mengutuk pelaksanaan hukuman pancung.
 
***
 
Stigma itu perlu dilawan
Hukuman penggal yang dijatuhkan atas Yahudi Banu Quraizhah oleh Sa'd bin Mu'adh  dibenarkan oleh Nabi Muhammad SAW, sehingga dengan demikian hukuman mati dengan eksekusi pancung adalah Sunnah Nabi.(#) Dan karena itu adalah Sunnah Nabi maka subhanaLlah eksekusi pancung itu sama sekali tidak biadab. Tidaklah beradab bagi ummat Islam yang terbius ikut-ikutan pula mengobar-kobarkan bahwa hukuman pancung itu biadab. Nilai utama Al-Quran dan nilai operasional Sunnah Nabi sifatnya mutlak, tidak bergeser, indak lakang dek paneh, indak lapuak dek hujan (tidak lekang karena panas, tidak lapuk karena hujan). Alhasil nilai mutlak operasional yaitu aplikasi eksekusi pancung yang sama sekali tidak biadab itu sifatnya mutlak dari dahulu hingga sekarang dan sampai kiamat tetap tidak biadab. Peringatan kepada ummat Islam, mengatakan bahwa sekarang ini eksekusi pancung itu biadab, berarti merelatifkan nilai operasional Sunnah Nabi yang mutlak, maka aqidahnya bernoda.
 
WaLlahu a'lamu bishshawab.
-------------------
(*)
Dalam Pancasila kemanusiaan itu tunduk pada Ketuhanan Yang Maha Esa.

(#)
Karena eksekusi mati dengan pancung itu Sunnah Nabi SAW, maka dari segi hukum Islam tidaklah berarti bahwa eksekusi mati dengan tembak ataupun kursi listrik tidak diperbolehkan. Resepnya ialah qaidah ushul fiqh dalam bidang mu'amalaat, yaitu: Semuanya boleh asal tidak dilarang Nash (Al-Quran dan Sunnah Nabi). Eksekusi mati dengan tembak ataupun kursi listrik, tidak ada larangan dari Nash, jadi boleh-boleh saja.
 
 
*** Makassar, 10 Juli 2011