16 Juli 1995

185. Banjir di Zaman Nabi Nuh AS

Ada dua pendapat mengenai penafsiran banjir di zaman Nabi Nuh AS. Pendapat yang pertama mengatakan bahwa banjir itu hanya berlaku secara lokal, hanya di sekitar Asia Kecil saja. Alasannya ialah Nabi Nuh AS hanya diutus Allah SWT kepada kaumnya saja, sehingga Allah SWT hanya menghukum ummat yang engkar terhadap Nabi Nuh AS saja. Pendapat yang kedua ialah banjir itu meliputi seluruh permukaan bumi. Karena saya termsuk salah seorang yang sependapat dengan penafsiran yang kedua ini, maka saya akan memberikan ulasan yang cukup, yang sebagian besar berasal dari hasil kajian saya sendiri.

Kita mulai dahulu membahas apakah air bah itu setelah berhenti, keadaan permukaan air surut kembali seperti semula sebelum banjir. Ataukah air itu walaupun surut tidaklah kembali pada keadaan semula, melainkan ada daratan yang tetap berada di bawah permukaan air.

Wa Qiyla Ya Ardhu Bla'iy Ma-aki wa sSama-u Qli'iy wa ghiydha lMa-u wa Qudhiya lAmru wa Stawat 'alay Juwdiyyi (S.Huwd,44). Dan disebutkan, hai bumi telanlah airmu dan angkasa cerahlah, dan air surut, dan urusan ditetapkan dan (perahu) kandas di atas Judiyyu (11:44).

Judiyyu adalah nama sebuah gunung. Dengan kandasnya perahu Nabi Nuh AS di atas gunung, setelah air lebih dahulu surut, itu menunjukkan bahwa air tidaklah surut secara penuh, karena apabila air itu surut kembali pada keadaan semula sebelum banjir, maka perahu itu tidak akan kandas di gunung, melainkan di lembah atau tanah datar.

Dari mana asalnya air yang membanjiri permukaan bumi? Marilah kita kaji ayat Qawliyah yang berikut ini:

Wa Fa-ra tTannuwru Qulna- Hmil Fiyha- min Kulli Zawjayni Tsnayni (S.Huwd,40). Dan tanur telah menimbulkan (air), Kami berkata (kepada Nuh) muatilah (perahu) dari masing-masing (binatang ternak) berpasangan berdua-dua (11:40).

Dengan adanya kata min (dari) yang diikuti oleh kata masing-masing itu berarti bahwa yang dimuat itu adalah binatang ternak yang dibutuhkan untuk diternakkan kelak jika air bah sudah berhenti, dan mendapatkan pemukiman baru. Apabila ditafsirkan bahwa semua jenis pasangan binatang yang dimuat, jika diuji coba penafsiran ini dengan ayat Kawniyah, menurut metode pendekatan Satu Kutub, maka kapasitas muat perahu Nabi Nuh AS yang terbatas itu tidak cukup untuk memuat semua jenis binatang yang ada di bumi ini.

Air timbul oleh tanur. Istilah tanur itu sudah menjadi istilah baku dalam teknik (engineering), khususnya dalam metalurgi. Tanur adalah dapur yang menghasilkan panas dengan suhu yang tinggi, yaitu untuk mencairkan logam guna keperluan membuat logam paduan (alloy) dan memberi bentuk logam. Maka air itu timbul karena adanya panas dengan suhu yang tinggi.

Panas secara gradual mengalir dari bagian dalam bumi ke permukaan dan dilepas ke angkasa. Aliran energi panas itu mengakibatkan fenomena geologis. Dalam hal ini bumi berupa suatu mesin kalor (heat engine). Kuantitas panas yang mengalir dari bagian dalam yang kemudian dilepas ke angkasa itu disebut aliran panas bumi (terrestial heat flow). Aliran panas bumi ini tergantung dari gradien thermal dan konduktivitas bumi. Data hasil pengukuran pada daratan bumi menunjukkan aliran panas bumi sekitar 1.5 x 10-10 cal/cm2 detik. Inilah panas yang mengalir keluar dari tanur bumi.

S.Huwd, 40 dan 44 mengisyaratkan bahwa air itu berasal dari bumi oleh tanur dan dari angkasa yaitu hujan. Sebagaimana halnya Allah SWT secara langsung membelah laut merah tempat Bani Israil menyeberang, maka Allah SWT secara langsung meningkatkan kuantitas aliran panas bumi pada bagian kutub bumi dalam jangka waktu tertentu, sehingga es menjadi cair pada kedua kutub bumi. Akibatnya bumi dibanjiri dan digenangi air. Sementara itu Allah SWT mengirim debu kosmik dari angkasa yang menjadi inti pembentukan kristal es pada awan sehingga turunlah hujan yang lebat. Namun itu tidaklah berarti bahwa seluruh daratan di muka bumi tenggelam disapu air laut, oleh karena seperti dikemukakan di atas, kuantitas aliran panas bumi pada bagian kutub bumi hanya dalam jangka waktu tertentu saja. Setelah aliran panas bumi kembali menurun ke keadaan semula, berhenti pulalah proses pencairan lapisan es di kedua kutub itu. Air laut naik sekadar kuantitas lapisan es di kedua kutub yang menjadi cair. Dan sementara aliran panas menurun dalam kepada keadaan semula itu, air laut di kedua kutub membeku, sehingga air laut menyusut kembali. Aliran panas bumi berhenti menurun kemudian tetap lagi setelah sampai dalam keadaan semula, sehingga air laut berhenti turun, namun tidak kembali menurun dalam keadaan semula, karena proses pencairan lebih lama ketimbang proses pembekuan, yang berarti kuantitas laut yang menjadi air lebih banyak ketimbang kuantitas laut yang membeku.

Itulah penjelasan dari tafsir bahwa banjir di zaman Nabi Nuh AS bukan hanya sekadar secara lokal saja di Asia Kecil, melainkan air bah itu menyapu secara global.

Seperti telah dijelaskan dalam metode pendekatan Satu Kutub, hasil penafsiran di atas itu harus diuji coba dengan ayat Kawniyah

Lembah s. Kongo terdapat sampai jauh ke luar pada daerah lautan Atlantik, sekitar 30 km dari muaranya yang sekarang. Itu menunjukkan bahwa sebelum air bah s. Kongo mengalir melintasi suatu dataran yang telah disapu air laut. Puncak-puncak gunung pada dataran yang disapu air laut itu menjadi pulau-pulau Madeira, Karibi dan Kanari di lautan Atlantik sekarang.

P. Sumatera, p. Jawa, p. Kalimantan dan jazirah Malaka hanya dipisahkan oleh laut yang tidak dalam. Itu menunjukkan bahwa sebelum air bah kedua pulau dan semenanjung itu berupa satu daratan, yang dalam ilmu bumi alam disebut Keping Sunda (Sunda Plat). Di s. Musi dan s. Kapuas terdapat ikan belido, bahan dasar untuk membuat mpek-mpek makanan khas Palembang. Sebelum laut Jawa dan selat Malaka tenggelam, s. Musi dan s. Kapuas merupakan anak-anak sungai dari sebuah sungai yang mengalir pada dasar laut di selat Malaka. Artinya s. Musi dan s. Kapuas pernah berhubungan sehingga di kedua sungai itu sekarang terdapat jenis ikan spesifik, yaitu ikan belido.

Demikian pula beberapa jenis binatang di p. New Guinea (Irian + Papua New Gunia) terdapat pula di Australia, seperti kanguru dan cungur bebek misalnya. Selat antara p. New Guinea dengan Australia lautnya tidak dalam. Itu menunjukkan bahwa sebelum air bah keduanya berupa satu daratan, yang disebut Keping Sahul, sehingga binatang-binatang spesifik yang tidak ada di bagian bumi yang lain ada di New Guinea dan Australia.

Uji coba dengan ayat-ayat Kawniyah di Kongo (Afrika), lautan Atlantik, Indonesia dan Australia itu menunjukkan bahwa air bah itu menyapu secara global.

Diperkirakan bahwa naiknya permukaan laut itu sekitar 13.000 tahun lalu, jadi sekitar tahun 11.000 sebelum Miladiyah, dan pada zaman itulah gerangan hidup Nabi Nuh AS, Wa Llahu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 16 Juli 1995
------------------------------
(*)
Menurut catatan dalam beberapa dasawarsa terakhir telah terjadi kenaikan suhu permukaan bumi secara rata-rata (0.3 - 0.6)oC serta kenaikan permukaan air laut sekitar (1 - 2) mm per tahun, yang diakibatkan oleh emisi gas-gas rumah kaca ke atmosfer bumi oleh ulah manusia membakar bahan bakar fosil (minyak, gas bumi dan batu-bara). Dari kajian ilmiyah diperkirakan suhu permukaan bumi akan bertambah (2.5 - 4.5)o pada tahun 2100.