17 November 1996

250. Anak Bungsu yang Dimanjakan

Dalam Bible, Revised Standard Version dapat kita baca:
Now Israel loved Joseph more than any other of his children, because he was the son of his old age; and he made him a long robe with sleeves. But when his brothers saw that their father loved him more then all his brothers, they hated him, and could not speak peaceably to him (Genesis 37:3-4). Maka Israel mencintai Yusuf melebihi cintanya kepada anak-anaknya yang lain, oleh karena dia adalah anak (yang dilahirkan) di hari tuanya; dan ia membuatkan untuknya sehelai jubah panjang berlengan panjang. Namun tatkala saudara-saudara laki-lakinya melihat bahwa ayah mereka mencintainya lebih dari semua saudara laki-lakinya, maka mereka membencinya dan tidak dapat berkata dengan ramah kepadanya.

Ayat dalam Genesis (37:3-4) tersebut menunjukkan kepada kita sebuah potret kejiwaan orang tua yang telah lanjut umur pada umumnya: mereka lebih mencintai anaknya yang bungsu. Penyebabnya dilatar belakangi oleh keistimewaan para anak bungsu, yaitu mereka dilahirkan tatkala orang tua mereka telah lanjut umur. Demikianlah para anak bungsu itu dimanjakan, yang dalam ayat di atas perlakuan memanjakan itu diilustrasikan dalam wujud membuatkan jubah yang lebih istimewa. Walaupun Israel itu seorang Nabi (namanya yang lain yaitu Nabi Ya'qub AS), akan tetapi tetaplah ia manusia biasa (yang membedakannya dengan manusia lain, ia mendapat wahyu dari Allah SWT), sehingga sifat manusiawi itu tetap melekat padanya yang secara kejiwaan ia lebih menyayangi anak bungsunya, karena sang bungsu itu dilahirkan pada hari tuanya.

Dalam Al Quran Allah SWT berfirman:
Nahnu Naqushshu 'alayka Ahsana lQashashi biMa- Awhayna- ilayka Hadza lQuran (S. Yuwsuf, 3). Kami wahyukan kepadamu yang terbaik dari riwayat-riwayat dengan mewahyukan kepadamu Al Quran ini (12:3).

Salah satu yang terbaik dari riwayat-riwayat itu ialah mengenai riwayat Yusuf dalam hubungannya dengan saudara-saudara laki-lakinya.

Laqad Ka-na fiy Yuwsufa wa Ikhwatihi Ayatun lisSa-ilyna (S. Yuwsuf, 7). Sesungguhnya dalam (riwayat) Yusuf dengan saudara-saudara laki-lakinya berisikan keterangan bagi para peneliti (12:7).

Adapun Yusuf sesungguhnya bukanlah anak bungsu orang seorang melainkan tergolong dalam kelompok anak bungsu yang terdiri atas Yusuf dan Bunyamin. Kedua anggota kelompok bungsu inilah yang menjadi sasaran kedengkian dari kelompok yang lebih besar yang terdiri atas sepuluh orang kakak kelompok bungsu tersebut.

LaYuwsufu wa Akhuwhu Ahabbu ilay Abina- Minna- wa Nahnu 'Ushbatun, (S. Yuwsuf, 8) Yusuf dan saudaranya (Bunyamin) dicintai oleh bapak kita ketimbang kita, padahal kita ini kelompok (yang besar) (12:8).

Pada umumnya anak bungsu itu menjadi manja oleh karena lebih disayangi. Namun Yusuf tidaklah demikian halnya, ia tidak menjadi manja, melainkan kelakuannya lebih baik dari Saudara-saudaranya. Akibatnya terjadilah umpan balik positif (positive feed-back), karena kelakuannya baik, ia makin disayangi, dan karena makin disayangi, kelakuannya bertambah baik. Yusuf merupakan kekecualian dari anak yang dimanjakan, ia tidak menjadi manja. Ini dapat difahami oleh karena Yusuf dipersiapkan oleh Allah SWT untuk menjadi seorang Nabi kelak.

Dalam Negara Republik Indonesia kelompok anak bungsu adalah Provinsi Timor-Timur. Kelompok anak bungsu ini mendapat perlakuan istimewa dalam pembangunan. Secara obyektif keadaan yang dicapai oleh kelompok bungsu ini dalam puluhan tahun jauh lebih melesat kemajuannya jika dibandingkan dengan kemajuan yang dicapai oleh kakak-kakaknya yang lebih tua. Ukuran yang dipakai tentang kemajuan yang lebih melesat ini adalah perbedaan antara keadaan Timor Timur selama dijajah Portugis dengan keadaannya sejak intergrasi hingga dewasa ini, ketimbang perbedaan keadaan kakak-kakaknya antara selama penjajahan Belanda dengan keadaannya sejak merdeka hingga dewasa ini. Tibalah saatnya sekarang tidak perlu lagi untuk membuang-buang energi memanjakan anak bungsu ini

Tentang masalah dalam kasus penghinaan atas Negara Republik Indonesia dan ABRI oleh Uskup Dili Carlos Filipe Ximenes Belo ada baiknya kita dengarkan Ketua DPR/MPR RI H. Wahono yang menasihatkan agar kasus Belo ini jangan dipanas-panasi. Nasihat ini baik, namun asal saja nasihat ini bukan titik, melainkan masih koma. Kelompok anak bungsu ini walaupun telah mendapat keistimewaan dalam pembangunan, janganlah pula melebar untuk mendapat perlakuan istimewa di depan hukum. Bukan hanya sekadar seperti yang dikehendaki oleh Yogi agar Belo dipanggil oleh DPR, bukan pula hanya sekadar seperti yang dikehendaki Pangab, ABRI akan panggil Belo, melainkan baru cukup jika dilaksanakan menurut Kapuspen ABRI supaya kasus Belo ini dikembalikan kepada hukum yang berlaku.

Apabila kasus Belo ini dikembalikan kepada hukum yang berlaku, maka Belo harus disidik oleh polisi, dituntut oleh jaksa dan divonis oleh hakim, tentu saja dalam bingkai asas praduga tak bersalah. Untuk menentukan apakah Belo bersalah atau tidak, maka Belo harus pula diperlakukan di depan hukum sama dengan perlakuan hukum atas Sri Bintang dalam kasus penghinaan Presiden RI, sama dengan perlakuan atas Nasiruddin Pasigai dalam kasus memberikan informasi yang ditafsirkan sebagai menjual rahasia Negara Republik Indonesia. Sekali lagi Belo harus disidik, dituntut dan divonis, tanpa terlalu menekankan pada pertimbangan hubungan diplomatik dengan Vatikan, karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang berdaulat! Bukankah hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Malaysia tidak terpengaruh oleh digantungnya Basri Masse? WaLlahu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 17 November 1996