13 April 1997

268. Pengaruh Permulaan Ayat-Ayat Surah ThaHa Atas Diri Umar ibn Khattab

ThaHa. Ma- Anzalna- 'Alayka lQura-na liTasyqay. Illa- Tadzkiratan liMan Yakhsyay. Tanziylan mimMan Khalaqa lArdha wasSamawati l'Ulay (S. ThaHa, 1-4). ThaHa. Tidaklah Kami turunkan Quran kepadamu agar engkau susah. Melainkan jadi peringatan bagi yang takut. Diturunkan dari Yang menciptakan bumi dan benda-benda langit yang tinggi (20:1-4).

ThaHa yang terdiri atas dua huruf pada permulaan ayat, yang sekaligus menjadi nama Surah, adalah sebuah kode matematis: Jumlah huruf Tha + Ha (disebut al Muqattha'a-t) adalah kelipatan sembilan belas. Jumlah huruf Tha (26) + jumlah huruf Ha (202) = 26 + 202 = 228 = 12 x 19. Qaidah ini berlaku umum: Jumlah huruf al Muqattha'a-t dalam Surah yang bersangkutan adalah kelipatan sembilan belas. Contoh: Dalam S. Maryam terdapat lima huruf al Muqattha'a-t: Kef (137) + Ha (168) + Ya (345) + 'Ain (122) + SHad (26) = 798 = 42 x 19.

Bilangan bulat 1 dan 9 adalah bilangan terendah dan tertinggi dalam sistem desimal. Angka 19 adalah bilangan prima, tidak dapat dibagi habis kecuali oleh 1 dan dirinya sendiri. Angka 19 adalah penjumlahan antara jumlah hari (7) dengan jumlah bulan (12). Jadi Angka 19 bukanlah angka keramat, melainkan murni matematis dan terkait pada sistem numerik dan penanggalan.

***
Pada waktu Umar ibn Khattab (561? - 644) belum masuk Islam, ia termasuk salah seorang yang sangat sengit menentang Islam. Umar adalah seorang pemberani, pandai bermain pedang, fasih berpidato, perawakannya tinggi dan besar. Ketika Umar menyaksikan bahwa walaupun ummat Islam mendapat tekanan, penyiksaan, namun Islam tetap menyebar hari demi hari, maka Umar memutuskan untuk membunuh Nabi Muhammad SAW. Diambilnya pedangnya dan keluar rumah untuk mencari Nabi Muhammad SAW. Di tengah perjalanan Umar berpapasan dengan seorang penduduk Makkah yang bertanya kepadanya:
"Mau ke mana, hai Umar?"
"Mau pergi membunuh Muhammad!", jawab Umar dengan singkat.
"Untuk membunuh Muhammad? Tahukah engkau adikmu Fatimah dengan suaminya telah memeluk agama baru itu? Lebih baik engkau urus dahulu keluarga dekatmu! Lagi pula tidaklah semudah itu engkau seorang diri untuk membunuh Muhammad, tentu sebelumnya niscaya engkau harus berhadapan dahulu dengan para pengikutnya."

Dengan segera Umar menuju ke rumah iparnya. Ketika Umar mendekati rumah adiknya, ia mendengar sayup sampai orang sedang membaca dalam rumah itu. Khabbab, seorang guru sedang membacakan ayat Al Quran di dalam runah itu. Ketika Fatimah melihat Umar mendekat, disuruhnya Khabbab bersembunyi, kemudian ia sembunyikan lembaran yang bertuliskan ayat Al Quran yang dibaca oleh Khabbab tadi. Begitu masuk Umar dengan geram menatap adik perempuan dan iparnya kemudian membentak: "Saya dengar kalian berdua telah memeluk agama baru yang dibawa Muhammad, betulkah itu?"

Keduanya berusaha untuk meredamkan amarah Umar, akan tetapi Umar tidak mau mendengarkan. Suasana kejiwaan Umar tidak memungkinkan untuk itu. Amarah Umar yang dibawanya dari rumah, di tengah jalan disulut lagi oleh sindiran supaya ia mengurus keluarga dekatnya dahulu. Umar menghunus pedangnya langsung ditetakkannya pada iparnya. Secepat kilat Fatimah melompat ke depan suaminya, sehingga pedang Umar menggores muka Fatimah, darah mengalir membasahi wajahnya. Tanpa menyapu cucuran darah itu Fatimah menatap tajam mata kakaknya dan berkata dengan tegar: "Ya, kami sudah memeluk Islam dan akan tetap Islam. Berbuatlah sesukamu."

Mendengar jawaban menantang yang berani dari Fatimah itu, Umar tertegun, dan menyaksikan cucuran darah di muka adiknya, timbul dalam hati Umar rasa iba, dan seketika itu juga api amarahnya padam. Umar meminta kepada adiknya untuk memperlihatkan kepadanya lembaran yang bertuliskan ayat Al Quran itu, akan tetapi Fatimah menolak. Ia khawatir jangan-jangan Umar merobek-robeknya. Umar berjanji tidak akan berbuat demikian. Akan tetapi Fatimah belum bersedia, sebelum Umar membersihkan dirinya. Setelah Umar mandi, Fatimah mengambil lembaran bertuliskan Al Quran diserahkannya kepada Umar. Ayat yang tertulis di atas lembaran itu, ialah seperti yang telah dikutip pada pembukaan kolom ini.

Ayat-ayat itu betul-betul mengenai sasaran suasana kebatinan dan pola pikir Umar. Selama ini ia menganggap bahwa ajaran Islam yang dibawakan oleh Nabi Muhammd SAW menyusahkan (Tasyqay) saja, memecah kesatuan dan persatuan rakyat negara kota Makkah. Dalam sekejap itu Umar memutuskan untuk memeluk Islam.

Menyaksikan keadaan yang berbalik 180 derajat itu, Khabbab keluar dari persembunyiaannya. Setelah mengucapkan salam kepada Umar ia berkata: "Allah menjadi saksi bagiku, baru kemarin saya mendengarkan RasuluLlah SAW berdo'a kepada Allah bermohon agar salah seorang di antaranya: Umar atau Amr ibn Hisyam masuk Islam. Inilah hasil do'a RasuluLlah SAW."

Umar bertanya kepada Khabbab di mana Nabi Muhammad SAW dapat ditemui. Khabbab memberi-tahukan markas tersembunyi RasuluLlah, yaitu di rumah seorang sahabat yang bernama Arqam. Markas itu dikenal dalam tarikh Islam sebagai Daru lArqam, pusat pengajaran, pendidikan, pembinaan SDM kader-kader da'i. Daru lArqam menjadi pusat gerakan da'wah Islam dengan taktik kampanye berbisik dari pintu ke pintu. Khabbab adalah salah seorang di antara para kader tersebut.

Karena tergesa ingin menyatakan keIslamannya kepada RasuluLlah SAW, Umar lupa menyarungkan kembali pedangnya. Ia menuju ke Daru lArqam dengan pedang terhunus masih di tangan, bahkan darah Fatimah masih kentara pada pedang itu. Tatkala Umar mengetuk pintu rumah Arqam, Nabi Muhammad SAW sedang duduk dalam majelis dengan beberapa sahabat di antaranya Hamzah. Beberapa orang mengintip keluar, lalu menyaksikan Umar berdiri di depan pintu dengan pedang terhunus berbekas darah.

RasuluLlah SAW bersabda supaya Umar dibukakan Pintu. Setelah Umar masuk ke dalam rumah, RasuluLlah bertanya:
"Apa yang membawamu ke mari, hai Umar?"
"Saya ke mari untuk menyatakan saya memeluk Islam"
"Allahu Akbar", semua sahabat secara serempak mengucapkan kalimah Takbir.

Hingga saat itu ummat Islam masih melakukan shalat secara sembunyi-sembunyi di belakang pintu. Sejak mulai saat itu ummat Islam melakukan shalat secara terbuka. Perubahan sikap itu dimulai dengan show of force. Dibentuk dua kelompok barisan asy Syabab (pemuda) masing-masing dipimpin oleh Umar dan Hamzah berpawai keliling kota Makkah dengan mengumandangkan Takbir: Allahu Akbar! WaLlahu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 13 April 1997