27 April 1997

270. Mengapa di Makkah Lebih Dahulu Shalat 'Iyd, Padahal Makkah di Sebelah Barat Indonesia?

Pada hari Kamis, 17 April 1997, mahasiswa saya dari Universitas Muslim Indonesia sebelum memulai kuliah bertanyakan seperti pertanyaan pada judul di atas, bahkan ditambah pula dengan pernyataan, bahwa selama ini setelah Shalat 'Iyd, sesampai di rumah beberapa jam kemudian menyaksikan siaran langsung Shalat 'Iyd di Al Masjid Al Haram di Makkah. Pertanyaan itu menyangkut kinematika (ilmu gerak), maka kuliah hari itu menyimpang dari SAP.

Sistem Penanggalan Hijriyah adalah sistem kombinasi syamsiyah (solar) dengan qamariyah (lunar). Landasannya adalah Ayat Qawliyah: Fa-liqu lIshba-hi waJa'ala Llayla Sakanan wasySyamsa walQamara Husba-nan (S. Al An'am, 96). (Yang) membuka subuh dan menjadikan malam untuk istirahat, dan menjadikan matahari dan bulan untuk perhitungan (6:96). Inna 'Iddata sySyuhuwri 'Inda Llahi Tsna- 'Asyara Syahran (S. At Tawbah, 36). Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah dua belas bulan (9:36).

Hitungan hari berdasarkan syamsiyah, pergantian hari ditentukan oleh terbenamnya matahari. Misalnya hari ini hari Ahad, begitu matahari terbenam hari berganti menjadi Senin, yaitu malam Senin disusul dengan Senin siang. Hitungan bulan berdasarkan atas posisi matahari dan bulan pada bola langit. Tatkala matahari terbenam bulan (qamar, moon) terletak di atas ufuk maka terjadilah pergantian hitungan bulan (syahr, month). Menurut ayat di atas itu bilangan bulan adalah 12 bulan, itulah yang disebut 1 tahun. Itulah beda antara sistem penanggalan Hijriyah dengan Miladiyah Masehi). Pada sistem Hijriyah 1 tahun dinyatakan oleh jumlah bulan (bilangan bulat = 12), sedangkan pada sistem Miladiyah 1 tahun ditentukan oleh jumlah hari (bilangan pecahan = 365,25 lebih sedikit, sehingga dikoreksi setiap 4 tahun cukup penyimpangan 1 hari, sehingga dalam tahun itu di mana bilangan tahun itu kelipatan empat, bulan Februari mempunyai 29 hari. Namun ini perlu dikoreksi puala, yaitu jika tahunnya kelipatan 100, maka bulan Februari tetap 28 hari, walaupun 100 habis dibagi empat. Dalam tahun 2000 nanti bulan Februari tetap 28 hari).

Dalam kinematika (dan dinamika pada umumnya) yang penting mula-mula harus menentukan kerangka rujukan (frame of reference) untuk menjadi landasan gerak, yang disebut pusat sistem kordinat. Yakni semua titik benda bergerak relatif terhadap pusat sistem koordinat. Dikatakan relatif bergerak oleh karena di alam syahadah ini tidak ada yang diam secara mutlak. Kullun fiy Falakin Yasbahuwna (S. Yasin 40), tiap-tiap sesuatu berenang dalam falaknya (36:40).

Apabila matahari yang menjadi pusat sistem koordinat, maka lintasan bumi yang bergerak mengelilingi matahari berbentuk elips. Untuk mempermudah perhitungan dianggap lingkaran, karena kedua titik api elips itu relatif dekat. Lintasan bulan yang sementara mengelilingi bumi bergerak pula bersama-sama bumi mengelilingi matahari, sehingga lintasan itu ibarat pegas yang dilingkarkan. Ternyata dengan memilih matahari sebagai pusat sistem koordinat gerak bulan itu sangat ruwet dan matahari tidak bergerak.

Maka dalam hal matahari dan bulan yang dijadikan sebagai perhitungan waktu, orang memilih pusat sistem koordinat di titik tempat orang mengamati matahari dan bulan pada permukaan bumi. Ini yang disebut dengan sistem koordinat yang ikut bergerak (mee bewegende coordinaten stetlsel). Karena bumi berpusing pada sumbunya, kita ikut juga berpusing, maka kita lihat matahari dan bulan bergerak melingkar pada bola langit, terbit di sebelah timur, terbenam di sebelah barat. Jadi kita ibarat di tengah-tengah lapangan mengikuti gerak dua orang atlet berlomba mengelilingi lapangan. Hanya bedanya balapan antara matahari dengan bulan itu berlangsung terus menerus hingga hari kiamat.

Dalam perlombaan pada bola langit matahari lebih cepat dari bulan. Ini sangat jelas bagi orang yang suka memperhatikan bulan baru pada bulan Ramadhan. Pada bilangan bulan (syahr, month) satu Ramadhan bulan (qamar, moon) sangat dengat ke ufuk, sedangkan pada hitungan bulan kedua Ramadhan, bulan sudah agak tinggi dari ufuk, tiga Ramadhan lebih tinggi lagi. Artinya bulan itu setiap saat ketinggalan dari matahari. Ibarat motor dengan sepeda, sepeda makin lama makin jauh tertinggal di belakang motor.

Karena yang dijadikan pusat sistem koordinat adalah titik tempat kita berdiri pada permukaan bumi, maka pusat sistem koordinat di Makassar berbeda dengan pusat sistem koordinat di Makkah. Pada hari Senin (= malam Selasa) 2 pekan lalu, tatkala matahari terbenam di Makassar bulan masih di bawah ufuk. Itu berarti tatkala Senin telah berganti dengan Selasa, maka di Makassar masih akhir bulan DzulQa'dah. Akan tetapi karena jarak antara Makassar dengan Makkah cukup jauh untuk matahari dapat mengejar bulan, maka tatkala matahari terbenam di Makkah bulan sudah di atas ufuk, artinya di Makkah pada waktu itu terjadi pergantian bulan dari DzulQa'dah menjadi DzulHijjah, dengan perkataan lain malam Selasa dan Selasa siang di Makkah sudah 1 DzulHijjah, Rabu 9 DzulHijjah wuquf di 'Arafah, Kamis 10 DzulHijjah shalat 'Iyd di Al Masjid Al Haram. Sedangkan kita di Makassar dan seluruh Indonesia, juga di Malaysia dan Brunai hari Selasa baru akhir DzulQa'dah, maka 1 DzulHijjah baru jatuh keesokan harinya yaitu pada hari Rabu, 10 DzulHijjah jatuh pada hari Jum'at, kita shalat 'Iyd pada hari Jum'at.

Andaikata pada malam Selasa tatkala matahari terbenam di Makassar bulan sudah di atas ufuk maka tentu kita akan shalat 'Iyd dalam hari yang sama dengan Makkah. Bedanya ialah di Makassar pada 1 DzulHijjah malam Selasa bulan (qamar, moon) sangat dekat ke ufuk, sedangkan di Makkah pada 1 DzulHijjah malam Selasa bulan agak tinggi dari ufuk, karena matahari tatkala di Makkah sudah lebih jauh jaraknya meninggalkan bulan. Kalau shalat 'Iyd di Indonesia sama harinya dengan di Makkah, maka tentu saja kita di Inidonesia lebih dahulu melaksanakan shalat 'Iyd karena kita lebih ke Timur, matahari lebih dahulu terbit dari Makkah. Seperti dikatakan di atas dalam hal pergantian hari hanya ditentukan oleh terbenamnya matahari, sedangkan bulan tidak ikut campur dalam urusan pergantian hari. Apabila di Indonesia orang shalat 'Iyd pada hari yang sama dengan Makkah, maka pada waktu itulah sesudah shalat 'Iyd, tatkala sampai di rumah beberapa jam kemudian kita saksikan siaran langsung di televisi orang shalat 'Iyd di Al Masjid Al Haram di Makkah. WaLlahu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 27 April 1997