27 April 2003

572. Pelajaran dari Perang Teluk Jilid Dua (Yang Menabur Angin, Menuai Badai)

Firman Allah:
-- FHL 'ASYTM AN TWLYTM AN TFSDWA FY ALARDH (S. MhMD, 22), dibaca: fahal 'asaytum in tawallaytum an tufsidu- fil ardh (s. Muhammad), artinya: Maka apakah jika kamu berkuasa, kamu akan membuat kerusakan di muka bumi? (47:22).

Kita mulai dahulu menyorot Saddam Husain. Jatuhnya Baghdad setelah terkepung dengan pertempuran yang tidak berarti, yang berjalan hanya tiga hari adalah kasus yang sangat misterius. Pada waktu perang Iraq - Iran kota Khoramsyahr tidak memiliki sarana militer sama sekali, namun kota itu dapat bertahan selama 35 hari terhadap gempuran tentara Iraq. Namun, dalam kasus kota Baghdad, kota ini sudah jatuh hanya dalam tempo tiga hari walaupun di sana terdapat lebih dari 120.000 tentara Garda Republik. Ini jelas misterius.

Perang Iraq - Iran, apa seluk-beluknya? Apalagi kalau bukan perkara minyak. Itu penyebab pertama. Peyebab kedua, saya kutip dari Seri 040, bertanggal 2 Agusutus 1992:

"Negara-negara Arab potensial bersatu padu melawan Israel. Celakanya, yang paling penting bukan persatuan itu, melainkan siapa yang akan memimpin persatuan melawan Israel itu. Ada tiga negara Arab yang potensial, yaitu Mesir, Syria dan Iraq. Setelah Mesir membina hubungan diplomatik dengan Israel, Mesir dikucilkan. Maka tinggallah dua negara yang bersaingan dalam kepemimpinan dunia Arab: Iraq dan Syria.

Saddam Husain memerintah dengan partai tunggal, Partai Ba'ats, yang berhaluan sosialisme kiri. Ba'ats dari akar kata ba, 'ain, tsa artinya bangkit. Setelah empat tahun menjadi penguasa tunggal Iraq, Saddam melihat kesempatan untuk menaikkan pamornya dalam kalangan bangsa-bangsa Arab. Yaitu tahun 1980 Saddam menyerbu Iran, yang waktu itu Iran sedang berbenah diri, sesudah Imam Khomeini berhasil menjatuhkan Syah Iran. Saddam mengira Iran adalah makanan empuk, karena Iran yang sedang berbenah diri itu belum sempat memperkuat angkatan perangnya. Dalam semangat rivalitas kepemimpinan bangsa Arab inilah, tentunya akan mudah dipahami, mengapa Syria, yang juga dengan partai tunggal Partai Ba'ats, memihak Iran dalam perang Iraq - Iran dan berdiri dipihak pasukan multinasional dalam perang teluk.

Dalam perang delapan tahun melawan Iran itu (1980 - 1988), Iraq babak belur, walaupun dibantu persenjataan modern oleh Amerika dan Uni Sovyet. Uni Sovyet membantu Iraq karena ideologi yang seiring. Amerika juga membantu Iraq, karena secara ideologis Iran adalah lawan Amerika, lagi pula Syah Iran, yang ditumbangkan oleh Imam Khomeini, adalah anak mas dan sekali gus pion dari Amerika.

Karena babak belur itu Iraq tentu saja turun pamornya. Pada hari Kamis 2 Agustus 1990 Saddam melancarkan Blitzkrieg atas Kuwait. Betul-betul Blitzkrieg, karena hanya membutuhkan waktu satu hari. (Blitz = kilat, Krieg = perang). Alasan yang nyata Iraq mengapa menyerang Kuwait adalah alasan ekonomis, mengklaim daerah minyak dalam wilayah Kuwait. Namun alasan yang tersirat, Iraq berusaha menaikkan pamornya yang telah turun itu. Penyerangan atas Kuwait merupakan blunder, kesalahan yang bodoh. Amerika punya alasan masuk kawasan teluk. Maka pecahlah perang teluk." Sekian dikutip dari Seri 040.

***

Sekarang gilirannya terroris Bush-Blair yang kita sorot. Tindakan invasi ke Iraq sudah membuktikan bahwa Amrik sendirilah yang merupakan negara terroris. Jargon terrorisme dilontarkan terroris american zionism (amzi) secara mengglobal, bahkan menekan negara-negara lain (termasuk Indonesia) untuk membuat undang-undang anti terroris. Amrik - Inggi telah membuktikan bahwa mereka sendiri yang merupakan poros kejahatan dalam bentuknya yang paling nyata.

Ideologi demokrasi dan HAM liberal (DHAML) yang Amrik marakkan di dunia sekarang kandas akibat ulahnya menginvasi Iraq. Amrik sudah membuktikan ketidak mampuan ideologi DHAML membawa sebuah bangsa kepada suatu keyakinan tentang adanya kebebasan dalam arti yang sesungguhnya. Yang Amrik telah buktikan adalah ideologi DHAML adalah ibarat tubuh yang tak berjiwa, sehingga DHAMl dengan tanpa jiwa itu, tidaklah mampu mengekang nafsu politik yang siap menggilas begitu saja, tatkala melihat kepentingan materi.

Amrik - Inggi telah memperlihatkan ambruknya wibawa militer mereka. Tadinya Amrik - Inggi beranggapan mampu menggulung rezim Iraq hanya dalam waktu tiga atau empat hari, tapi kenyataannya anggapan itu meleset. Dan seandainya tentara Iraq mau bertempur habis-habisan, maka perang akan terus berlanjut sampai sekarang, dan bahkan belum tentu Amrik - Inggi mampu meraih kemenangan militer. Tentara Garda Republik Iraq tidak mau sungguh-sungguh bertempur justru di saat mereka harus berbuat demikian. Perkara misterius ini kelak akan diungkap oleh sejarah, insya Allah.

Kredibilitas media pemberitaan american zionism (amzi) menjadi runtuh, sudah hancur lebur secara total di mata dunia. Semua orang di dunia menyaksikan bahwa administrasi Amrik telah terang-terangan melakukan sensor berita secara ketat luar biasa. Bahkan terroris Amrik merudal stasiun TV Aljazirah di Baghdad, seperti telah dilakukannya dahulu di Kabul, Afghanistan. Masyarakat dunia akhirnya tahu, Amzi berbohong dalam melaporkan jumlah korban rakyat sipil mesin perangnya.

Terakhir, ibarat bola salju reaksi penolakan rakyat Iraq makin bertambah besar terhadap keberadaan pasukan Amrik - Inggi di wilayah mereka. Tanggal 21/4/2003 sejumlah ulama besar Islam di Baghdad, menggelar pertemuan di wilayah Azamiyah, di gedung Jam'iyah, Baghdad. Inti pertemuan itu adalah, menyatukan umat Islam Iraq antara Sunni dan Syiah, melupakan perselisihan lama dan menyatakan bersama eksistensi Islam di Iraq dengan kekuatan perlawanan menentang keberadaan pasukan Amrik - Inggi. WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 27 April 2003