4 April 2004

619. Himbauan Untuk Tidak Menjadi Golput

Dalam hiruk pikuk kampanye pemilu 2004 di Jakarta Hizbut Tahrir ikut pula berkampanye secara unik. Dikatakan unik karena seperti diketahui Hizbut Tahrir berlepas diri dari sistem mekanisme Pemilu, berhubung sistem ini tidak dikenal pada zaman RasuluLlah SAW, baik pada periode Makkah maupun periode Madinah. Maka demikianlah Hizbut Tahrir mengambil sikap tidak menggalang dukungan suara pada 5 April 2004, sejenis Golput yang unik. Dengan mobil terbuka dan membawa bendera Ar Raya(*) dan Al Liwa(**) aktivis Hizbut Tahrir di antara hiruk pikuk kampanye, berorasi menawarkan syariat Islam sebagai solusi dari permasalahan yang dihadapi rakyat Indonesia. Dalam kolom ini secara singkat akan dibahas dua hal, yaitu:

Dengan tidak memberikan suara, maka mau tidak mau sudah terlibat dalam sistem mekanisme Pemilu. Supaya mudah kita ambil bilangan bulat, misalkan dalam pemilihan presiden ada sejumlah 100 juta orang yang dipanggil untuk memilih. Kalau semuanya datang memilih maka dalam menghitung persen suara yang didapatkan setiap Capres dibagi 100 juta. Misalkan seorang Capres M yang tidak setuju dengan Syari'at Islam mendapat suara 49 juta, maka dengan suara 49 juta dibagi 100 juta dikali 100% = 49%, belumlah dapat terpilih, karena kecil dari 50%, jadi pemilihan harus diulang. Misalkan 3% saja yang tidak datang ke TPS untuk memilih, maka Capres M akan mendapatkan suara 49 juta dibagi 97 juta dikali 100% = 50,5%, maka si M akan terpilih menjadi presiden. Dari contoh perhitungan numerik itu kelihatan, bahwa Golput yang 3% itu sudah terlibat dalam arti mempengaruhi proses perhitungan suara dalam sistem mekanisme Pemilu.

Manusia adalah makhluk pribadi. Syariat Islam mengatur tatacara peribadatan yang 'ubudiyyaat (mufrad, singular: 'ubudiyyah) untuk manusia sebagai makhluk pribadi, yakni hubungan langsung antara manusia dengan Allah. Peribadatan yang ubudiyyaat ini sangat pribadi sifatnya. Peribadatan yang ubudiyyaat inilah yang identik dengan pengertian religion, religie, godsdienst dalam bahasa-bahasa barat. Peribadatan yang 'ubudiyyaat ini sangat ketat: semua tidak boleh, kecuali yang diperintahkan oleh Nash (Al Qur'an dan Hadits Shahih), mengenai cara, waktu dan jumlah, bahkan ada yang mengenai tempat (ibadah Haji). Peribadatan yang 'ubudiyyaat ini dalam istilah populernya ialah ibadah yang ritual.

Walaupun manusia itu makhluk pribadi, namun manusia itu tidak dapat hidup nafsi-nafsi. Manusia itu saling membutuhkan di antara sesamanya manusia, manusia adalah makhluk bermasyarakat. Syariat Islam mengatur pokok-pokok peribadatan yang mu'amalaat (mufrad: mu'amalah) untuk manusia sebagai makhluk bermasyarakat. (Ibadah adalah segenap aktivitas kita untuk mewujudkan nilai-nilai kebenaran utama yang mutlak menurut Al Quran dalam kehidupan kita sehari-hari, berlandaskan aqiydah yang benar, dikerjakan dengan ikhlas, mengharapkan ridha Allah SWT semata, lebih luas pengertiannya dari bahasa-bahasa barat: religion, religie, godsdienst). Peribadatan yang muamalaat ini adalah Syariat yang tidak ketat, sifatnya terbuka: semua boleh, kecuali yang dilarang dan tidak bertentangan dengan Nash. Dalam istilah populernya 'ibadah yang mu'amalaat disebut 'ibadah yang non-ritual, yaitu cara, waktu, jumlah dan tempat tidak ditentukan oleh Nash.

Alhasil, marilah kita pikirkan tenang-tenang. Karena Syariat yang mu'amalaat ini hanya diberikan pokok-pokoknya saja, maka hal-hal yang mendetail dipikirkan oleh akal manusia. Dalam mengambil keputusan politik orang bebas melakukan bagaimana prosesnya, asal saja tidak bertentangan dengan aturan pokok Syari'at, yaitu
-- SYWRY BYNHM (S.ALSYWRY, 42:38) dibaca: syura- baynahum dan
-- AWLY ALAMR MNKM (S.ALNSAa, 4:59) dibaca: ulil amri mingkum, yaitu bermusyawarah di antara ulil amri (wali yang diberi kuasa untuk urusan politik) mingkum (yang berasal dari kamu, maksudnya penduduk atau rakyat yang beragama Islam, sebab yang non-Muslima tidak mungkin tahu dan merasakan apresiasi seorang Muslim). Apakah dalam menentukan ulil amri mingkum itu boleh melalui Pemilu? Karena tidak ada disebutkan dalam Nash larangan melakukan Pemilu dalam menentukan ulil amri minkum, maka Pemilu itu boleh-boleh saja. Kita himbau kepada seluruh warga negara yang mendapat panggilan memilih, supaya mendatangi TPS besok 5 April 2004 untuk tidak menjadi Golput. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 4 April 2004
--------------------------
(*) Bendera hitam bertuliskan Kalimah Syahadatain berwarna putih
(**) Bendera putih bertuliskan Kalimah Syahadatain berwarna hitam