5 Maret 2006

717. Menjawab Yang Anti RUU RI Tentang Anti Pornografi-Pornoaksi

Beberapa pendapat/alasan dari mereka yng anti RUU RI Tentang Anti Pornografi-Pornoaksi, yaitu dari sejumlah LSM bahwa dalam KUHP sudah ada pasal-pasal untuk menjerat pornografi dan pornoaksi, lalu buat apa harus dibuat UU yang baru. Sedangkan Para seniman liberal mengatakan RUU ini membatasi hak berekspresi, membatasi kegiatan seni. Husna Mulya dari Komnas Perempuan menyatakan bahwa batasan "sensual" yang menjadi inti RUU APP menyasar pada tubuh perempuan, RUU ini berpotensi mendiskriminasi perempuan. Bahkan dari para aktivis perempuan mengemukakan penjelasan sensual untuk Pasal 4 yaitu: alat kelamin, paha, pinggul, pantat, pusar, dan payudara perempuan, baik terlihat sebagian maupun seluruhnya, ini sangat lelaki sentris, tidak menampung aspirasi persepsi perempuan tentang bagian tubuh laki-laki yang sensual. Ada logika yang aneh dan sewenang-wenang dalam hal ini. Franz Magnis-Suseno (FMS) menyorot RUU ini tidak membedakan antara porno dan indecent (tak sopan) dan bahkan mencampuraduk dua-duanya dengan erotis. Ia bertanya: "Tarian erotis mau dilarang? Tetapi apakah ada tarian yang tidak erotis?" Selanjutnya FMS menulis: "Moralitas pribadi bukan urusan negara. Menurut agama saya kalau saya sendirian melihat-lihat gambar porno, itu dosa. Tetapi apakah negara berhak melarangnya? Bidang negara adalah apa yang terjadi di depan umum."

***

Gayung bersambut kata berjawab. Memang benar dalam KUHP ada pasal yang dapat menjaring pornografi. Pasal 282, ayat (1): Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barang siapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, dst., diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah. Juga benar bahwa dalam Pasal 281 termaktub ttg pornoaksi: Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: (1). barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan.

Pasal-pasal tsb tidak efektif untuk menjaring pornografi dan pornoaksi, karena terpidana dapat menebus sanksi penjara dengan uang sekecil paling tinggi Rp.4.500,-

Adapun para seniman liberal(*) yang menganut kebebasan ekspresi tanpa batas, itu sama dengan prinsip kebebasan yang kebablasan yang kini menghebohkan/menggeramkan Ummat Islam sedunia. Di Denmark dan negeri Skandinavia yang bebas-seks, karikatur yang menghina Nabi Muhammad SAW itu dipandang sebagai karya seni bernilai tinggi.

Tidak ada diskriminasi perempuan dalam RUU ini. Tidak ada yang aneh dan sewenang-wenang dalam hal ini. Itu cuma alasan yang dicari-cari oleh yang memberhalakan HAM dan kesetaraan gender yang kebablasan. Alat kelamin, paha, pinggul, pantat, pusar itu adalah bagian tubuh yang sensual bagi lelaki maupun perempuan. Lelaki itu tidak mempunyai pengayu dara yang menonjol, tidak seperti perempuan. Ini logikanya sama dengan logika Tim Pengarus-utamaan Gender (PUG) yang diketuai oleh Siti Musdah Mulia (SMM), yang disponsori/didanai oleh The Asia Foundation. Tim PUG ini dengan sia-sia membongkar Kompilasi Hukum Islam (KHI). Tim PUG yang diketuai SMM ini berkehendak bahwa ada masa iddah juga bagi laki-laki. Tim PUG menganggap pemberlakuan masa iddah hanya kepada perempuan itu melanggar "akidah" gender. Prinsip gender oleh tim PUG secara fanatik membutakan mata hati mereka, lalu berbuat bablas, tidak melihat bahwa hanya perempuan yang bisa hamil, laki-laki tidak.

FMS yang menyorot RUU ini tidak membedakan antara porno dan indecent (tak sopan) dan bahkan mencampuraduk dua-duanya dengan erotis, cuma bermain semantik saja. Dalam bahasa Indonesia cabul itu adalah homonim. Cabul berarti apa saja yang meransang nafsu berahi (porno), cabul berarti tidak sopan karena mempertontonkan bagian tubuh yang meransang nafsu berahi (indecent) dan cabul berarti genit berakting merangsang berahi yang disuguhkan untuk audiensi tertentu (erotis). FMS meragukan ttg adanya tarian yang tidak erotis, ini dijawab oleh fakta tarian yang tidak erotis yaitu tari Seudati di Aceh (lelaki semua), tari Serampang 12 dari Tanah Deli (lelaki-perempuan), tari Payung dari Ranah Minang (lelaki - perempuan), tari Ganrang Bulo (semua bocah lelaki) serta tari Pakarena (semua perempuan) di tanah Bugis-Makassar.

Ajaran Islam bukan hanya sekadar spiritualisme dan dosa yang privat. Tidak mungkin ada kondisi yang murni privat. FMS bilang tentang sendirian melihat-lihat gambar porno dalam kamarnya. Namun, bagaimana yang dilihat itu sampai dalam kamarnya. Gambar porno dalam kamar FMS sampai di tempat itu melalui proses yang tidak privat, melainkan sudah publik. Dalam ajaran Islam ada prinsip memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran dalam arena publik. Firman Allah:

-- WLTKN MNKM AMt YD'AWN ALY ALKHYR WYAaMRWN BALM'ARWF WYNHWN 'AN ALMNKR WAWLaK HM ALMFLhWN (S. AL 'AMRAN, 3:104) dibaca:
-- waltakum mingkum ummatuy yad'uwna ilal khayri waya'muruwna bilma'ruwfi wayanhawna 'anil mungkari waula-ika humul muflihu-n, artinya:
Wajiblah ada di antara kamu kelompok yang menghimbau kepada nilai-nilai kebajikan dan memerintahkan berbuat baik, mencegah kemungkaran, serta mereka itulah orang-orang yang menang.

Waltakun, di dalamnya ada lam al amar, lam yang menyatakan perintah, jadi Allah memerintahkan mesti ada tiga kelompok, yaitu
-- pertama, organisasi yang menghimbau, seperti MUI, FUI, Muhammadiyah, NU, IMMIM, KPPSI dll. Organisas-organisasi keagamaan ini berda'wah secara kultural menanamkan nilai-nilai Al Furqan dalam masyarakat. Ini yang dikenal dengan Lembaga Kemasyarakatan, sekarang ini lebih populer disebut Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
-- kedua, organisasi yang memerintahkan, yang beroperasi di bidang da'wah politik / struktural, yaitu birokrasi yang memerintah dengan peraturan perundang-undangan yang ditimba dari Nilai Mutlak Al Furqan.
-- ketiga, organisasi yang mencegah, yaitu pranata hukum yang mencegah kejahatan. Dalam mekanisme kenegaraan di Indonesia adalah polisi, jaksa dan hakim.
Yang kedua dan ketiga itu adalah Lembaga Negara.

Alhasil, individualisme liberalisme yang berfaham Negara tidak boleh mencampuri urusan privat, itu bertentangan dengan ayat [3:104]. Negara wajib campur tangan dalam hal moral masyarakat. Terpuruknya bangsa ini karena masalah moral. Negara harus campur tangan dalam hal memerintahkan perbuatan baik yang bermoral dan mencegah perbuatan mungkar. Itulah latar belakang perjuangan untuk menegakkan Syari'at Islam. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 5 Maret 2006
--------------------------------
(*)
Berasal dari bahasa Latin, liber, yang artinya `bebas' atau `merdeka'. Hingga penghujung abad ke-18 Masehi, istilah ini terkait erat dengan konsep manusia merdeka. Pakar sejarah Barat biasanya menunjuk motto Revolusi Perancis 1789: kebebasan, kesetaraan, persaudaraan (liberté, égalité, et fraternité) sebagai piagam agung (magna charta) liberalisme modern. Prinsip liberalisme yang paling mendasar ialah pernyataan bahwa tunduk kepada otoritas -apapun namanya- adalah bertentangan dengan hak asasi, kebebasan dan harga diri manusia -yakni otoritas yang akarnya, aturannya, ukurannya, dan ketetapannya ada di luar dirinya. Di sini kita mencium bau sophisme dan relativisme ala falsafah Protagoras yang mengajarkan bahwa "manusia adalah ukuran dari segalanya" - sebuah doktrin yang kemudian dirayakan oleh para penganut nihilisme semacam Nietzsche.

Dalam politik, liberalisme dimaknai sebagai sistem di mana negera tidak boleh mencampuri "privacy" warga-negara, negara tidak boleh mencampuri urusan moral individu. Sementara di bidang ekonomi, liberalisme merujuk pada sistem pasar bebas dimana intervensi pemerintah dalam perekonomian tidak dibolehkan sama sekali. Dalam hal ini liberalisme identik dengan kapitalisme. Di wilayah sosial, liberalisme berarti emansipasi perempuan, penyetaraan gender, pupusnya kontrol sosial terhadap individu dan runtuhnya nilai-nilai kekeluargaan. Biarkan perempuan menentukan nasibnya sendiri, tak seorang pun berhak dan boleh memaksa ataupun melarangnya untuk melakukan sesuatu.

Sedangkan dalam urusan agama, liberalisme berarti kebebasan menganut, meyakini, dan mengamalkan apa saja, sesuai kecenderungan, kehendak dan selera masing-masing. Bahkan lebih jauh dari itu, liberalisme mereduksi agama menjadi urusan privat. Maka prinsip amar ma'ruf maupun nahi munkar bukan saja dinilai tidak relevan, bahkan dianggap bertentangan dengan semangat liberalisme. Asal tidak merugikan pihak lain, orang yang berzina tidak boleh dihukum, apalagi jika dilakukan atas dasar suka sama suka, menurut prinsip ini. Karena menggusur peran agama dan otoritas wahyu dari wilayah politik, ekonomi, maupun sosial, maka liberalisme dipadankan dengan sekularisme.

Di dunia Islam virus liberalisme juga berhasil masuk ke kalangan cendekiawan yang konon dianggap sebagai "pembaharu". Mereka yang menjadi liberal antara lain: Rifa`ah at-Tahtawi (1801-1873 M),
Qasim Amin (1863-1908 M) dan Ali Abdur Raziq (1888-1966 M) dari Mesir, Sayyid Ahmad Khan (1817-1898 M) dari India.

Di abad keduapuluh muncul pemikir-pemikir yang juga tidak kalah liberal seperti Fazlur Rahman, Mohammed Arkoun, Nasr Hamid Abu Zayd, Mohammed Shahrour dan pengikut-pengikutnya di Indonesia yang bersekongkol dalam yang mereka namakan dirinya Jaringan Islam Liberal (JIL), yang pada pokoknya libralisme yang dibungkus oleh kemasan yang kelihatannya Islami. Pemikiran dan pesan-pesan yang dijual para tokoh liberal itu sebenarnya kurang lebih sama saja. Ajaran Islam harus disesuaikan dengan perkembangan zaman, al-Qur'an dan Hadits mesti dikritisi dan ditafsirkan ulang menggunakan pendekatan historis, hermeneutis dan sebagainya, perlu dilakukan modernisasi dan sekularisasi dalam kehidupan beragama dan bernegara, tunduk pada aturan pergaulan internasional berlandaskan hak asasi manusia, pluralisme dan lain lain-lain.