9 April 2006

722. Kebebasan Berekspresi

Dalam Seri 721 yang lalu telah dijelaskan konspirasi di belakang masalah kartun Denmark, yaitu itu tidak terlepas dari continuous warfare yang sedang dijalankan oleh pihak Zionis Amerika. Media dunia identik dengan kekuasaan Zionis, yang saat ini sedang bercokol di Amerika. Rakyat Eropa, kecuali Engla Terra, yang pada saat serbuan Bush-Blair ke Iraq & Afghanistan, berada dalam posisi pasif, diterpaksakan oleh kartun ini yang diserang oleh negeri-negeri Muslim, untuk sharing pandangan orang-orang Zionis Amerika bahwa "Muslim memang common enemy".

Kita lihat pula konspirasi dibelakang serbuan Bush-Blair ke Iraq. Pada waktu penyerbuan ke Iraq itu orang-orang sekeliling Bush adalah: Dick Cheney-Wapres, Colin Powell-Menlu, Richard Perle--penasihat utama Bush, Paul Wolfowitz--Deputi Menhan, Ari Fleischer -Jubir resmi Pemerintahan Bush, dll. Mereka itu adalah orang-orang Yahudi aliran keras. Maka penguasaan terhadap Iraq oleh Amerika Serikat adalah juga penguasaan Zionisme atas Iraq. Jadi selain menyangkut penguasaan minyak di Iraq, maka Zionismelah yang memetik keuntungan politik, yaitu Kawasan Tengah berhasil dikepung olehnya. Kekepala-batuan Bush yang tidak mendengarkan protes seluruh dunia, ketidak pedulian Bush akan korban perang penduduk sipil Iraq, dan juga Afghanistan, memperlihatkan karakteristik Zionisme, sikap Yahudi yang menganggap boleh berlaku apa saja terhadap manusia kelas dua, yang mereka sebutkan dengan Joyeem, atau Umami, yang dalam Al Quran disebut Ummi:
-- QALWA LYS 'ALYNA FY ALAMYN SBYL (S. AL 'AMRAN, 75), dibaca:
-- qa-lu- laysa 'alayna- fil ummiyyi-na sabi-l (s. ali 'imra-n), artinya:
-- Mereka berkata tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi (3:75).

Dalam Seri 721 ybl telah dikemukakan pula bahwa Zionisme itu merancang juklatnya dengan menyebarkan faham-faham yang bermacam-macam yang mereka tebarkan yang berbeda dari masa ke masa, berupa: faham Theosofi, atheisme-komunisme, agnostik-sosialisme, sekularisme-liberalisme-kapitalisme. Dari pusat gerakan Zionis di Inggris, Fremasonry mengutus Madame Blavatsky (MB) ke New York, dan langsung mendirikan perhimpunan kaum Theosofi, sebuah organisasi kepanjangan tangan Zionis-Yahudi. Saat perjalanan MB dari Tibet ke Inggris, MB pernah mampir di Batavia (Betawi). Selama satu tahun di Batavia, MB mengajarkan Theosofi kepada para elit kolonial dan masyarakat Hindia Belanda. Sejak itu, Theosofi menjadi salah satu ajaran yang berkembang di Indonesia. Theosofi bertitik tolak pada asumsi dasar yaitu menganggap semua ajaran agama itu sejajar. Salah satu metamorphosis dari kaum Theosofi di Indonesia ialah kelompok yang menamakan diri Islam Liberal, dengan asumsi yang tetap, tidak berubah, bertitik tolak pada asumsi dasar yaitu menganggap semua ajaran agama itu sejajar, yang melahirkan Fiqh Lintas Agama.

Seperti disebutkan di atas, Zionisme suatu waktu melancarkan sekularisme-liberalisme-kapitalisme, maka gerakan yang menolak RUU-APP yang mempergunakan peluru/tombak kebebasan berekspresi untuk menembak/menohok RUU-APP tersebut, tidak dapat dilepaskan dari konspirasi lontaran Zionisme berupa liberalisme-kapitalisme. Coba baca tembakan Cokorda Sawitri yang bertemakan: manusia jangan memakan kemanusiaannya. Apa katanya? Bagaimana sih, sebuah negara melakukan intervensi kepada privacy warganegaranya ? Sedih sekali, kami mendengarnya. Ini pun pembunuhan proses kreatif. Kalau proses kreatif dibunuh, bikin sandal pun kita nanti nggak bisa lagi.

"Liberalisme" berasal dari bahasa Latin, liber, yang artinya `bebas' atau `merdeka'. Hingga penghujung abad ke-18 Masehi, istilah ini terkait erat dengan konsep manusia merdeka. Pakar sejarah Barat biasanya menunjuk motto Revolusi Perancis 1789: kebebasan, kesetaraan dan persaudaraan (liberté, égalité, et fraternité) sebagai piagam agung (magna charta) liberalisme modern. Prinsip liberalisme yang paling mendasar ialah pernyataan bahwa tunduk kepada otoritas -apapun namanya- adalah bertentangan dengan hak asasi, kebebasan dan harga diri manusia, yakni otoritas yang akarnya, aturannya, ukurannya, dan ketetapannya ada di luar dirinya. Di sini kita mencium bau sophisme dan relativisme ala falsafah Protagoras yang mengajarkan bahwa "manusia adalah ukuran dari segalanya", sebuah doktrin yang kemudian diberhalakan oleh para penganut nihilisme semacam Nietzsche.

Dalam politik, liberalisme dimaknai sebagai sistem di mana negara tidak boleh mencampuri "privacy" warga-negara, negara tidak boleh mencampuri urusan moral individu. Sementara di bidang ekonomi, liberalisme merujuk pada sistem pasar bebas di mana intervensi pemerintah dalam perekonomian tidak dibolehkan sama sekali. Dalam hal ini liberalisme identik dengan kapitalisme. Di wilayah sosial, liberalisme berarti emansipasi perempuan, penyetaraan gender, pupusnya kontrol sosial terhadap individu dan runtuhnya nilai-nilai kekeluargaan. Biarkan perempuan menentukan nasibnya sendiri, tak seorang pun berhak dan boleh memaksa ataupun melarangnya untuk melakukan sesuatu.

Sedangkan dalam urusan agama, liberalisme mereduksi agama menjadi urusan privat. Maka prinsip amar ma'ruf maupun nahi mungkar bukan saja dinilai tidak relevan, bahkan dianggap bertentangan dengan semangat liberalisme. Asal tidak merugikan pihak lain, orang yang berzina, berseks-bebas, tidak boleh dihukum, jika dilakukan atas dasar suka sama suka. Karena menggusur peran agama dan otoritas wahyu dari wilayah politik, ekonomi, maupun sosial, maka liberalisme dalam hal ini dipadankan dengan sekularisme.

Di dunia Islam virus liberalisme juga berhasil masuk ke kalangan cendekiawan yang konon dianggap sebagai "pembaharu". Mereka yang menjadi liberal antara lain: Rifa`ah at-Tahtawi (1801-1873 M), Qasim Amin (1863-1908 M) dan Ali Abdur Raziq (1888-1966 M) dari Mesir, Sayyid Ahmad Khan (1817-1898 M) dari India.

Di abad keduapuluh muncul pemikir-pemikir yang juga tidak kalah liberal seperti Fazlur Rahman, Mohammed Arkoun, Nasr Hamid Abu Zayd, Mohammed Shahrour dan pengikut-pengikutnya di Indonesia yang bersekongkol dalam wadah yang mereka namakan dirinya Jaringan Islam Liberal (JIL), yang pada pokoknya libralisme yang dibungkus oleh kemasan yang kelihatannya Islami. Pemikiran dan pesan-pesan yang dijual para tokoh liberal itu sebenarnya kurang lebih sama saja. Ajaran Islam harus disesuaikan dengan perkembangan zaman, al-Qur'an dan Hadits mesti dikritisi dan ditafsirkan ulang menggunakan pendekatan historis, hermeneutis dan sebagainya.

Alhasil gerakan yang menembak/menohok RUU APP dengan peluru/tombak kebebasan ekspresi sangatlah terang benderang, bahwa yang berdiri di belakangnya adalah konspirasi Zionisme yang menebarkan liberalisme-kapitalisme. Inilah jawaban pengasuh kolom ini terhadap teori konspirasi dari Bambang Harymurti pemimpin redaksi majalah TEMPO yang menyatakan bahwa: "Segala usaha menggolkan RUU-APP semata-mata merupakan agenda politik tersembunyi Ikhwanul Muslimin dan Hizbut-Tahrir dari Timur Tengah, demi memaksakan nilai dan gaya hidup mereka di sana kepada bangsa Indonesia." WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 9 April 2006