23 April 2006

724. Fabianus Tibo, Dominggus da Silva, dan Marinus Riwu

Poso dihuni dua kelompok besar pemeluk agama. Daerah pinggir Poso Kota dan pegunungan dihuni penduduk asli, suku Toraja, Manado, dan lain-lain. Mereka beragama Kristen Protestan dengan pusatnya di Tentena, pusat Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST). Daerah Poso Pesisir kebanyakan dihuni oleh pendatang Bugis, Jawa, Gorontalo, dan penduduk asli. Agama mereka Islam. Pemeluk Katolik hanya sedikit, termasuk Tibo Cs yang datang dari Flores.

Vonis mati dijatuhkan Pengadilan Negeri Palu pada 5 April 2001, diperkuat Pengadilan Tinggi Sulteng, 17 Mei 2001, dan Mahkamah Agung, 21 Oktober 2001. Penolakan grasi dari presiden 9 November 2005. Pengajuan kembali perkara (PK) telah dilakukan, tetapi dianggap tidak benar. Menurut ahli hukum, PK boleh diajukan bila syaratnya memang terpenuhi.

Ir. Lateka adalah mantan pejabat di Dinas Kehutanan Sulawesi Tengah. Dia adalah pimpinan "perang" Laskar Kristus(*), yang selanjutnya disebut Kelompok Merah yang membakar pemukiman dan membunuh masyarakat Muslim di Poso Pesisir pada 23 Mei 2000. Pada hari itu Tibo Cs yang setelah menyerang dan merusak beberapa kelurahan, ternyata ketahuan oleh massa Muslim berlindung dan terperangkap dalam kompleks Gereja Santa Maria. Segera kompleks itu dikepung oleh massa. Tibo Cs bernegosiasi dengan polisi agak lama dan alot, akhirnya polisi melepas Tibo Cs melalui pintu belakang kompleks mengikuti rombongan penghuni kompleks yang dievakuasi. Massa Muslim yang jumlahnya makin banyak menjadi naik pitam lalu merusak dan membakar kompleks, karena polisi membiarkan Tibo Cs lolos,

Pada 2 Juni 2000, Lateka dan pasukannya masuk Poso Kota, setelah menelpon Kapolres Baso Opu bahwa Lateka akan masuk Poso pada malam itu juga. Kapolres yang berasal dari Selayar ini menyarankan agar Lateka mengurungkan niatnya, tetapi Lateka tidak perduli. Dia datang dengan massa dalam jumlah besar, dengan menggunakan truk dan mobil mikrolet. Sasarannya adalah membumi-hanguskan Poso Kota. Di Kayamanya, mereka dihadang oleh Jamaah Majelis Dzikir Nurul Khairaat dan para santri pimpinan Habib Shaleh Alaydrus serta penduduk setempat, sehingga terjadi pertempuran sengit di depan masjid di Kelurahan Kayamanya itu. Sekitar 1 jam pertempuran itu terjadi, dan tiba-tiba terdengar pekik Allahu Akbar yang keras disertai robohnya kedua orang pimpinan Kelompok Merah, yaitu Lateka dan Paulina. Pasukan Merah mundur, setelah tahu kedua pemimpinnya itu menemui ajalnya oleh pasukan Habib Shaleh. Saat itu sudah sangat pagi, sekitar jam 06.15 Wita.

Setelah Lateka menemui ajalnya, di Tentena berlangsung konsentrasi massa yang sangat besar di sebuah lapangan sepak bola. Saat itu, dibacakan "surat wasiat" dari Lateka yang menunjuk Tibo sebagai pimpinan Kelompok Merah. Maka saat itulah, Tibo resmi menjadi pimpinan Kelompok Merah. Sebagai tambahan informasi, jaksa agung muda Prasetyo dalam wawancara di AN TV menyebutkan latar belakang Fabianus Tibo yang pernah menjadi residivis karena membunuh 4 orang Muslim atas dasar masalah agama !!!

Puluhan istri dan anak-anak mengaku bahwa suami dan ayah mereka digantung dan dipenggal di depan mata kepala mereka, lalu mayatnya dibuang ke sungai Poso. Semuanya menunjuk Tibo, Dominggus dan Marinus. Korban Muslim di Tagolu dan sekitarnya itu dibantai oleh pasukan Tibo. Ditemukan di baruga (tempat pertemuan) di Desa Tagolu, banyak sekali tali bekas gantungan dan bekas darah orang diseret dan sudah mengering. Ada kuburan massal yang berisi 19 mayat. Ada yang tinggal kepala, ada yang hanya kaki, tangan dan ada yang masih utuh. Tibo Cs juga menyerang dan membunuh warga Muslim di Pesantren Walisongo dan sekitarnya. Pesantren Walisongo dibakar habis dan penghuninya dibunuh. Pada pembantaian dan pembakaran ini banyak saksi hidup yang melihat Tibo Cs sebagai penjagal. Pesantren Walisongo terletak di Kilometer 9 menuju Tentena dari arah Poso Kota.

Pantaslah kalau ketiga PENJAGAL POSO itu dihukum mati karena perbuatannya. Penolakan grasi dari presiden 9 November 2005 kepada Tibo Cs, itu sudah memenuhi rasa keadilan masyarakat.

Itulah peristiwa penting dan pahit dalam Kerusuhan Poso. Mereka sudah didamaikan atas prakarsa HM Yusuf Kalla dan Susilo Bambang Yudoyono di Malino, Sulawesi Selatan. Salah satu butir kesepakatan dalam Perdamaian Malino adalah proses hukum bagi yang bersalah berjalan terus. Mengingat itu kasus Tibo Cs mestinya tidak diposisikan sebagai subjek tunggal. Dilihat dari latar belakangnya, riwayat hidup dan tingkat pemahaman terhadap konflik yang terjadi, dapat dipastikan sangat tidak mungkin Tibo Cs sebagai otak (aktor intelektual), melainkan hanya sekadar sebagi operator lapangan. Tibo Cs menunjuk 16 orang tokoh, terutama dari pihak Tentena.

Setelah Tibo bernyanyi tentang 16 nama dalam Kerusuhan Poso, Tibo Cs kembali melantunkan nyanyian baru pada 15 April 2006 di Lapas Kelas II A di Jalan Dewi Sartika Palu, soal keterlibatan Majelis Sinode GKST di Tentena dalam konspirasi dgn Yahya Patiro untuk cari jabatan sebagai Bupati Poso saat itu, yang berakibat Kerusuhan Poso. "Saya tidak tahu mengapa (mereka yang memegang jabatan di Majelis Sinode) tidak pernah diperiksa polisi," kata Tibo dalam wawancara eksklusif dengan sejumlah wartawan. "Saya katakan bahwa sebelum kami turun ke Poso, kami didoakan di halaman GKST oleh para pendeta," kata dia meyakinkan. Senada dengan nyanyian Tibo, Dominggus juga bernyanyi: "Bagaimana mereka tidak terlibat kalau mereka yang mendanai dan memimpin doa saat suruh kita pergi baku bunuh," katanya. Dengan nada bicara meledak-ledak, Dominggus bahkan mendesak polisi segera menangkap Yahya Patiro, yang menjabat sekretaris daerah Poso saat itu. "Saat itu saya berada di kantor GKST dan mengangkat telepon dari Yahya yang mencari Tungkanan. Karena Tungkanan tidak ada di tempat, Yahya kemudian menitip pesan supaya Tungkanan menghalangi jalan (Trans Sulawesi) yang akan dilalaui pasukan TNI dari arah Palopo, Sulawesi Selatan," katanya. "Justru dia itu (Yahya Patiro) yang mau cari jabatan hingga Poso jadi bagini," timpal Marinus Riwu. Berita sepenting ini tidak muncul di Koran KOMPAS ! Padahal beberapa hari sebelum nyanyian itu KOMPAS cukup rajin menampilkan artikel yang mendukung "pembebasan" Tibo! Nyanyian baru Tibo Cs ini diberitakan oleh Republika dan Media Indonesia.

Hasil nyanyian Tibo Itu perlu dituntaskan untuk memenuhi rasa keadilan, sehingga memang sebaiknya eksekusi Tibo Cs ditunda, untuk dijadikan saksi dalam pengusutan. Tentu saja dengan tidak mengganggu-gugat keputusan hukuman mati yang telah mempunyai kekuatan hokum tetap dengan ditolaknya grasi mereka ketiganya oleh Presiden RI.

Khutbah kedua dalam khutbah Jum'at biasanya ditutup dengan S. An Nahl, 90:
-- AN ALLH YWaMR BAL'ADL WLAhSAN, dibaca:
-- innaLlaha ya'muru bil 'adli wal ihsa-n, artinya:
-- Sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat adil dan kebajikan (16:90). WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 23 April 2006
--------------------------------------
(*)
Sesungguhnya Laskar Kristus (The Army of Christ) telah didirikan bulan April 1998 di Ambon. Laskar Kristus sudah ada sebelum pecahnya kekerasan agama di Ambon, yaitu pembantaian ummat Islam yang sedang shalat 'iyd al-Fithri pada 19 Januari 1999. Sebagaimana diakui Pendeta Willem Hekman, seorang pendeta protestan, yang mengunjungi Ambon dengan seorang teman, Daniel dari 28 Nopember sampai 2 Desember 1999