15 Mei 2005

676. Tanri Uludur dan Shalat dalam Bahasa Ibu

Saya pungut dari internet seorang yang mengaku bernama Taufikmalin menulis: "Saya yakin Allah akan menerima shalat orang muslim yang shalat dgn bahasa ibunya," Tulisannya itu sehubungan dengan Pengasuh Pondok Ngaji Lelaku, Yusman Roy, yang secara demonstratif mengajarkan shalat yang dibumbui "terjemahan" bacaan shalat ke dalam bahasa Indonesia. Taufikmalin ini lebih radikal lagi, karena dia lebih "maju", bukan lagi terjemahan bahasa Indonesia melainkan bahasa ibu. Baik Yusman Roy maupun Taufikmalin rupanya pengikut Mustafa Kemal Attaturk. Mengapa? Bacalah kutipan ini:
Dictator Kemal considers that there is no reason why Turks should not call Allah by his Turkish name Tanri. Strict to the point of cruelty last week was Dictator Kemal's decree that muezzins, calling the faithful to prayer from the top of Turkey's minarets, must shout not the hallowed "Allah Akbar!" (Arabic for "God is Great!") but the unfamiliar words "Tanri Uludur!" which means the same thing in Turkish. [TIME, January 9, 1933, p. 64]. Isi kutipan itu menyatakan Diktator Mustafa Kemal memerintahkan dalam azan mengganti kalimah Allahu Akbar dengan bahasa Turki Tanri Uludur.

Inilah mimpi Taufikmalin. Dalam sebuah langgar (surau) akan dilaksanakan shalat maghrib berjamaah, pakai bahasa ibu masing-masing, seperti yang diiming-imingkan Taufikmalin. Yang akan shalat terdiri dari orang Aceh, Langkat, Tapian Nauli, Minangkabau, Komering, Sunda, Jawa, Medure, Dayak, Bali, Lombok, Sumbawa, Alor, Timor, Bugis, Makassar, Mandar, Tator, Hulontalo, Bolaang Mangondo, Mina Esa, Tidore, Ambon, Kei, Papua. Maka berundinglah mereka yang 25 orang itu siapa yang akan menjadi imam. Masing-masing ingin menjadi imam, karena kalau orang Aceh misalnya yang imam, yang 24 orang yang lain tidak mengerti bahasa ibunya ureung Aceh. Demikian pula jika orang Komering menjadi imam, 24 yang lain tidak mengerti bahasa ibunya wong Komering. Waktu maghrib sangat singkat. Belum sempat masing-masing bicara mengusulkan keinginannya supaya pakai bahasa ibu masing-masing, waktu maghrib sudah habis.

Demikianlan nasibnya ke-25 orang itu tidak jadi shalat maghrib berjamaah. Khayalan menggelikan (absurd) Taufikmalin ini tidak bisa diaplikasikan di lapangan, apa lagi di ruang lingkup internasional. Itu tinjauan secara aqli.

***

Bagaimana dengan tinjauan secara naqli?
-- 'An maaliki bni l-huwayrits qaala qaala rasuwlu Lla-hi sh shalluw kamaa raaytumuwniy ushalliy [rawaahu l-bukhariyyu], artinya Dari Malik bni Huwairits dia berkata: Bersabda RasuluLlah SAW, shalatlah sebagaimana kamu melihat saya shalat (HR Bukhari). Selanjutnya kita tinjau dari segi ushul fiqh. (Ushul fiqh adalah qawa'id [kaidah-kaidah] yang dapat mengantarkan pada istinbath [penggalian] hukum-hukum syari'at dari dalil-dalilnya yang teperinci). Dalam hal ibadah mahdhah (ritual) menurut ushul fiqh: semua tidak boleh kecuali yang diperintahkan, tidak boleh menambah atau mengurangi. RasuluLlah shalat membaca bukan sembarang bahasa Arab, melainkan bahasa Arab Al Quran, singkatnya bahasa Al Quran. Firman Allah:
-- ANA ANZLNH QRAaNA 'AEBYA L'ALKM T'AQLWN (S. YWSF, 12:2), dibaca: inna- anzalna-hu Qur.a-nan 'arabiyyan la'allakum Ta'qiluwn (a. yu-suf), artinya: Sesungguhnya Kami turunkan Al Quran berbahasa Arab supaya kamu mempergunakan akalmu.

Roy tidak mengikuti cara shalat RasuluLlah SAW, ia menambah-nambah ibadah mahdhah, artinya ia melakukan bid'ah. "Kullu bid'atin dhalaalah", setiap bid'ah itu sesat. Maka pantaslah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Malang dengan Nomor Kep. 02/SKF/MUI/KAB/2004, dan MUI Jatim dengan Nomor Kep-13/SKF/MUI/JTM/II/2005 menyatakan bahwa yang diajarkan Roy itu adalah sesat.

Setelah dua hari diperiksa, Sabtu (7/5-2005), pengasuh Pondok Iktikaf Jama'ah Ngaji Lelaku, Yusman Roy resmi menjadi tersangka kasus penodaan agama seperti diadukan Majelis Ulama Indonesia cabang Kabupaten Malang. Mantan petinju nasional itu mendekam di Markas Kepolisian Wilayah Malang, Jawa Timur.

Baru-baru ini dalam wawancara dengan METRO TV, seorang dari Jaringan Islam Liberal (JIL) sayang saya lupa namanya karena saya tidak sempat mencatat nama orang dari JIL ini mengatakan bahwa shalat versi Yunus Roy tersebut boleh-boleh aja. Ia tidak memberikan alasan sehubungan pernyataannya itu. Namun apabila kita tilik paragigma JIL yaitu sekularisme, demokrasi, HAM, pluralisme dan genderisme, maka patut diduga alasan orang JIL tersebut adlah HAM. Juga saya sempat melihat tayangan TV, isteri Roy menerima surat dari Komnas HAM, bahwa proses penahanan Roy itu melanggat HAM, yaitu kebebasan menjalankan ibadah. Orang JIL dan yang dari Komnas HAM itu tidak memperhatikan banyaknya ummat Islam yang dilanggar HAM mereka oleh Roy yaitu menodai Islam. Barulah dikatakan tindakan polisi menahan Roy melanggar HAM, apabila Roy menyatakan dirinya bukan orang Islam dan dia menjalankan ibadah sesuai keyakinannya yang bukan Islam dengan catatan melaksanakan ibadah tidak menodai ibadah mahdhah orang Islam. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 15 Mei 2005