23 Desember 2007

807. Bali Roadmap: Apa Hubungan Antara Emisi CO2 Dengan Hutan?

Melalui jalur pribadi saya menerima e-mail yang minta tidak disebutkan mamanya, pertanyaan seperti berikut: "Ustadz setelah saya mengikuti sikit Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim di Bali, setelah membaca isu penting dalam konfrensi tsb adalah berjubelnya emisi gas rumah kaca dan menipisnya hutan, timbullah serta-merta dalam benak saya rentetan pertanyaan, apa itu rumah kaca serta apa hubungannya emisi gas rumah kaca di satu pihak dan menipisnya hutan di lain pihak ?"

Sebelum menjawab pertanyaan tsb, saya kemukakan dahulu hal yang berikut. Inter-governmental Panel on Cimate Change (IPCC) telah mempublikasikan hasil pengamatan ilmuwan dari berbagai negara. Isinya sangat mengejutkan. Selama tahun 1990-2005, ternyata telah terjadi peningkatan suhu merata di seluruh bagian bumi, antara 0,15 – 0,3o C. Jika peningkatan suhu itu terus berlanjut, diperkirakan pada tahun 2040 lapisan es di kutub-kutub bumi akan habis mencair, lalu mengalir ke laut lepas dan menyebabkan permukaan laut bumi (termasuk laut di seputar Indonesia) terus meningkat. Pulau-pulau kecil terluar kita bisa lenyap dari peta bumi, sehingga garis kedaulatan negara bisa menyusut. Dan diperkirakan dalam 30 tahun mendatang sekitar 2.000 pulau di Indonesia akan tenggelam. Bukan hanya itu, jutaan orang yang tinggal di pesisir pulau kecil pun akan kehilangan tempat tinggal. Di Indonesia peningkatan suhu itu berwujud tanda yang kasatmata adalah menghilangnya salju yang dulu menyelimuti satu-satunya tempat bersalju di Indonesia, yaitu Gunung Jayawijaya di Papua. Menurut hasil studi yang dilakukan ilmuwan di Pusat Pengembangan Kawasan Pesisir dan Laut, Institut Teknologi Bandung (2007), jika suhu bumi terus meningkat, maka diperkirakan, pada tahun 2050 daerah-daerah di Jakarta (seperti: Kosambi, Penjaringan, dan Cilincing) dan Bekasi (seperti : Muaragembong, Babelan, dan Tarumajaya) akan terendam semuanya.

Hasil Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim (UNCCC) yang dirangkum dalam Peta Jalan Bali (Bali Roadmap) tidak memuaskan kalangan aktivis lingkungan. Penempatan target spesifik penurunan emisi dari gas rumah kaca (GRK) dalam catatan kaki pembukaan, adalah untuk melayani kepentingan Amerika Serikat. Ini meremehkan kajian ilmiah ahli iklim . Pembahasan kesepakatan akhir di Bali berlangsung alot akibat sikap AS yang didukung Kanada dan Jepang. Mereka menolak target pengurangan emisi bagi negara-negara maju 25-40 persen dari angka pada 1990 yang harus terealisasi tahun 2020. Delegasi AS yang dikirim pemerintahan Presiden Bush sebagai biang keladi tumpulnya kesepakatan konferensi.

***
Emisi itu sangat beragam: CO, CO2, SO2, H2S, CS2 dan CFC. CO2 dan CFC tidak beracun, sedangkan yang lain semuanya beracun. Namun yang berbahaya secara global justru yang tidak beracun. CFC merusak lapisan ozon perisai yang ditempatkan Allah di angkasa utuk melindungi bumi dari sengatan fraksi ultra violet yang berbahaya dari photon (sinar matahari). Sedangkan GRK CO2 itulah yang memegang peranan dalam hal pemanasan global. Apa hubungan antara emisi GRK CO2 dengan pembabatan hutan ? Dalam menjawab pertanyaan apa saja, maka biasanya metode yang saya tempuh, pertama-tama mencari jawabannya dalam Al-Quran (ayat qawliyah), sebab Al-Quran secara spesifik adalah petunjuk orang bertaqwa (S. Al-Baqarah 2:2) dan secara umum petunjuk manusia (S. Al-Baqarah, 2:185). Allah SWT berfirman:
-- ALDzY J'ALLKM MIN ALSyJR ALAKhDhR NARA FADzA ANTM MNH TWQDWN (S. YS, 36:80), dibaca:
-- alladzi- ja'alalakum minasy syajaril akhdhari na-ran faidza- antum minu tu-qidu-n, artinya:
-- Yaitu Yang menjadikan bagimu api dalam (zat) hijau pohon dan dengan itu kamu dapat membakar.

Selanjutnya hasil pengungkapan sains dalam ayat kawniyah (alam syahadah, physical world), dipakai sebagai ilmu bantu dalam memahamkan ayat qawliyah. Tumbuh-tumbuhan dibangun oleh bahagian-bahagian kecil yang disebut sel. Di dalam inti sel terdapat butir-butir pembawa zat warna. Yang terpenting di antara butir-butir itu adalah pembawa zat warna hijau, yaitu ALSyJR ALAKhDhR, zat hijau pohon (istilah ilmiyahnya: khlorophyl, zat hijau daun, dari bahasa Yunani, Kholoros = hijau, Phyllon = daun). Zat hijau pohon yang terdapat dalam seluruh bagian pohon yang hijau (jadi bukan di daun saja), menangkap photon dari matahari dan mengubah wujud tenaga photon itu menjadi tenaga potensial kimiawi dalam makanan dan bahan bakar hidrokarbon di dalam molekul-molekul melalui proses photosynthesis. Dalam proses photosynthesis oleh zat hijau pohon ini dari bahan baku CO2 dan air dan photon, dihasilkan makanan dan bahan bakar hidrokarbon dan oksigen. Selanjutnya melalui proses respirasi dalam tubuh manusia dan binatang serta mesin-mesin pabrik, makanan dan bahan bakar itu dengan oksidasi oksigen dari udara berubahlah pula menjadi CO2 dan air. Demikianlah sterusnya daur atau siklus itu berlangsung. Tumbuh-tumbuhan mengambil CO2 dan mengeluarkan oksigen. Sebaliknya manusia, binatang dan mesin-mesin mengambil oksigen dan mengeluarkan CO2. Demikianlah oksigen dihisap/disedot dari udara, dalam pada itu makanan dan bahan bakar dibakar dengan oksigen dalam tubuh manusia dan mesin-mesin pabrik. Itulah ma'na Yang menjadikan bagimu api dalam (zat) hijau pohon dan dengan itu kamu dapat membakar.

Di daerah yang beriklim dingin, sayur-sayuran ataupun buah-buahan yang menghendaki suhu yang lebih tinggi dari udara sekeliling, ditanam di dalam rumah kaca. Fungsi rumah kaca sesungguhnya adalah perangkap panas. Kaca adalah zat bening, tembus cahaya. Photon dari matahari gampang menerobos masuk memukul molekul-molekul udara dalam rumah kaca. Akibatnya suhu udara naik dalam rumah kaca, udarapun bertambah panas. Kaca adalah pengantar panas yang jelek, sehingga panas yang timbul itu tidak gampang keluar menerobos atap maupun dinding kaca. Maka terperangkaplah panas itu dalam rumah kaca. Inilah efek rumah kaca. Dengan tingginya kadar CO2 yang dimuntahkan oleh pabrik-pabrik dan kendaraan bermotor, maka permukaan bumi merupakan rumah kaca dalam skala global. Ruang antara lapisan CO2 dengan permukaan bumi tak ubahnya ibarat ruang dalam rumah kaca, menjadi perangkap panas, oleh karena sifat gas CO2 sama dengan kaca, gampang ditembus photon, tetapi sukar ditembus panas. Itulah sebabnya CO2 disebut GRK.

Demikianlah pentingnya hutan lebat. Bukan hanya sekadar mengendalikan air di dalam tanah dan permukaan bumi, tidak banjir di musim hujan dan tidak kering di musim kemarau. Akan tetapi, dan ini yang lebih penting, adalah untuk terjadinya daur: tumbuh-tumbuhan penghasil oksigen, yang membutuhkan CO2 - manusia dan binatang penghasil CO2, yang membutuhkan oksigen. Itulah hubungannya antara emisi CO2 dan hutan lebat dalam konteks pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim menjadi liar. WaLlahu a'lamu bisshawab.

***
Makassar, 23 Desember 2007