30 Desember 2007

808. Joko Suprapto Penemu Bahan Bakar Blue Energy

Dikutip dari JAWA POS, edisi Jumat, 30 Nov 2007. Tak banyak yang tahu, penemu bahan bakar blue energy yang sedang dikampanyekan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) ternyata berasal dari Nganjuk. Dia adalah Joko Suprapto, warga Desa Ngadiboyo, Kecamatan Rejoso. Kemarin (maksudnya 29/11 –HMNA-), tim uji coba kendaraan berbahan bakar tersebut mengunjunginya. Mereka dipimpin staf khusus Presiden SBY, Heru Lelono. Rombongan itu dalam perjalanan dari Cikeas, Bogor menuju Nusa Dua, Bali, tempat digelarnya United Nation Framework Conference on Climate Change (UNFCCC) 2007. "Luar biasa. Ini mobil Mazda Six punya Patwal Mabes (Polri) yang bisa berkecepatan 240 kilometer per jam ini kami coba lari 180 kilometer per jam tanpa ada persoalan. Jadi, moga-moga apa yang kita uji coba ini benar-benar bermanfaat. Insya Allah," ujar Heru begitu turun dari Ford Ranger B 9648 TJ. Selain hemat dan mampu meningkatkan performa kendaraan, lanjut Heru, keunggulan bahan bakar tersebut adalah rendahnya emisi karbon (maksudnya CO2 –HMNA-) yang dihasilkan. Ini sesuai dengan pesan UNFCCC.
"Intinya adalah pemecahan molekul air menjadi H plus dan O2 min. Ada katalis dan proses-proses sampai menjadi bahan bakar dengan rangkaian karbon tertentu," terang peneliti yang mengaku banyak mengambil ide dari Alquran itu.

***
Tentu saja kita gembira dengan berita penemuan di atas itu. Namun ada yang menanggapi di cyber space secara sinis, berhubung dalam berita itu adanya kalimat: "terang peneliti yang mengaku banyak mengambil ide dari Alquran itu." Gabriela Rantau menulis di cyber space: "Yg jelas tidak ada satu ayat Qur'an-pun yg menyebut ttg bahan bakar untuk internal combustion engines. Zaman turunnya al Qur'an kendaraan yg paling populer adalah onta dan kuda! Kedua binatang ini tidak perlu BBM."
Tanggapan sinis ini, tentu dimotivasi oleh hasad (kedengkian), dan itu perlu dijawab dalam Kolom WAHYU DAN AKAL – IMAN DAN ILMU ini. Sumber energi diklasifikasikan dalam tiga jenis:

Pertama, yang dapat diperbaharui (renewable), seperti pasang-surut yang berulang secara berirama setiap sekitar 24 jam, akibat tarikan gravitasi bulan terhadap selubung cair (laut) dari bumi. Energi pasang surut ini diserap oleh turbin air dengan intake arus dua arah, arah aliran arus air laut dari laut ke darat waktu pasang dan arus dari darat ke laut waktu surut. Juga akibat daur air menguap ke udara lalu turun berwujud hujan, air ditampung oleh bunga tanah di hutan lebat di tempat ketinggian. Air di tempat ketinggian mempunyai tenaga potensial yang dikenal dalam ilmu bumi sebagai batu-bara putih, yaitu air terjun. Batu bara putih ini banyak dipakai di Norwegian dan Swedia. Tenaga air ini juga diserap oleh turbin air.
Kedua, yang tak dapat diperbaharui seperti bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu-bara). Penyerapan tenaga dari bahan bakar fosil ini melalui pembakaran, inilah penyebab emisi gas rumah kaca CO2 yang merusak iklim itu. Dengan pembakaran minyak, kalor (panas) itu dipakai untuk menggerakkan torak dari internal combustion engine. Atau dengan pembakaran batu bara ataupun minyak bakar (fuel oil), itu dipakai untuk menguapkan air dalam al-ghallayah (boiler, ketel) dan tenaga kalor dalam uap air itu diserap oleh turbin uap. Ada pula bahan bakar fosil yang berupa gas bumi, juga dari hidrokarbon, sehingga ini juga menyebabkan emisi CO2 itu.

Ketiga, yang tak terhabiskan (non-exhausted), seperti sinar dalam wujud photon dari matahari termasuk anak-cucunya. Adapun anak photon adalah energi angin dan energi arus laut. Bagian atmosfer dan air laut yang kena pukulan photon suhunya akan naik. Maka mengalirlah udara dan air laut dari tempat yang lebih dingin ke tempat yang panas itu, lalu terjadilah hembusan angin dan aliran arus laut. Adapun cucu photon adalah anak energi angin, yaitu energi ombak. Terjadinya ombak karena tekanan angin pada muka laut atau danau. Energi arus laut telah dipergunakan oleh nenek moyang kita orang Bugis-Makassar berlayar sampai di Madagaskar, dan energi angin juga telah dipergunakan sampai sekarang oleh alat transportasi laut berupa perahu layar. Energi angin ini diserap oleh turbin angin. Energi photon dari matahari juga sudah dipergunakan oleh nenek moyang kita untuk mengawetkan ikan, yaitu ikan digarami kemudian dijemur di bawah sinar photon dari matahari. Garam adalah sumber daya alam yang juga masuk dalam klasifikasi tak terhabiskan. Energi ombak diserap oleh mesin torak ombak. Torak digerakkan oleh pelampung yang turun naik oleh ombak.
Masih kutipan dari JAWA POS: Yang menarik, bahan dasar air yang digunakan adalah air laut. "Kalau air tanah bisa menyedot ribuan atau jutaan meter kubik. Kasihan masyarakat, paling bagus nanti bahannya air laut," terang pria yang selalu menyembunyikan identitasnya, termasuk almamater tempatnya meraih gelar insinyur, itu.

***
Firman Allah:
-- WALBhR ALMSJWR (S. ALThWR, 52:6), dibaca:
-- walbahril masju-r, artinya:
-- Perhatikan laut yang berapi

Api adalah energi, dan apabila energi dalam laut ini dapat dimanfaatkan, maka energi dalam laut ini adalah juga termasuk energi yang tak terhabiskan. Jadi keterangan Joko Suprapto yang mengaku bahwa ia mengambil ide dari Alquran itu, bukanlah omong kosong dan tidaklah wajar jika ditanggapi secara sinis atas dasar kedengkian oleh Gabriela Rantau, atau siapapun namanya yang sebenarnya.
Catatan tentang terjemahan "walbahri". Itu biasanya diterjemahkan dengan "demi laut". Wa yang diikuti oleh isim (kata benda) yang dikasrah, adalah sebuah QSM, "sumpah", namun tidak cocok untuk diterjemahkan dengan "demi". Sebab dalam bahasa Indonesia "demi" itu menyatakan penguatan yang disandarkan kepada sesuatu yang lebih "tinggi", yaitu Allah. Sedangkan QSM dengan wa dalam ayat (52:6) itu adalah "sumpah" di mana yang "bersumpah" kedudukannya itu Maha Tinggi. Jadi "walbahri" tidak cocok diterjemahkan dengan "demi laut", melainkan "perhatikanlah laut", karena yang ber-QSM di sini adalah Allah SWT. Singkatan SWT dari subhanahu wa ta'ala, artinya Yang Maha Suci dan Maha Tinggi. WaLlahu a'lamu bisshawab.

***
Makassar, 30 Desember 2007